Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
Pakaian adat Aceh merupakan warisan budaya Nusantara yang memikat, hasil dari memadupadankan warna, motif hingga perhiasan sehingga menjadi pakaian yang menawan. Warisan budaya ini juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Aceh.
Dan ternyata, Aceh memiliki beberapa pakaian adat. Masing-masing memiliki keunikan serta makna filosofis, sementara beberapa lainnya menyesuaikan zaman atau unsur lainnya yang mewakili masing-masing suku di wilayah Aceh.
Apa saja pakaian adat yang menawan itu? Simak terus sampai habis ya, barangkali bisa menjadi inspirasi untuk kegiatan pertemuan nanti di acara-acara penting kamu.
Baca juga : Angkat Tema Budaya Pengantin Palembang, Pameran GPI Kembali Digelar
Pakaian adat Aceh ini tidak hanya diperuntukkan untuk segolong gender, tetapi bisa untuk laki-laki dan perempuan.
Ini adalah salah satu pakaian adat Aceh yang paling populer. Biasa dipakai oleh mereka yang berasal dari suku Aceh, Tamiang, maupun Aneuk Jamee.
Pakaian tersebut bernama linta baro yang dikenakan laki-laki, dan daro baro dikenakan oleh perempuannya. Ya, ini adalah pakaian pengantin, namun bisa juga dikenakan tanpa berpasangan saat perayaan hari adat tertentu.
Baca juga : Lestarikan Budaya Melalui Parade Budaya Merah Putih
Dahulu, pakaian ini disebut sebagai ulee balang. Istilah tersebut diambil dari bahasa Melayu “hulubalang” yang artinya golongan bangsawan masyarakat Aceh yang memimpin negeri. Setara dengan pejabat setingkat kabupaten atau dalam struktur pemerintahan saat ini.
Kedua pakaian adat ini terdiri dari sejumlah perlengkapan dan pehiasan penting. Meukeutop (mahkota) dan meukeusah (baju bersulam benang emas) merupakan aspek paling penting dalam set pakaian adat laki-laki.
Sementara perempuan, ciri khas paling mencolok yang tidak dapat tergantikan yakni baju kurung songket yang dilengkapi perhiasan berupa boh dokma (aksesoris leher), pata dhoe (mahkota), sampai dengan anting-anting.
Baca juga : Sejumlah Tradisi Unik di Nusantara dalam Menyambut Idul Fitri
Perpaduan apik ini merupakan hasil dari adaptasi kebudayaan Melayu, Arab dan juga China.
Eksotis, itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan pakaian adat ini. Ineun Mayak juga merupakan peninggalan suku Gayo, yang terkenal akan biji kopinya.
Busananya terkenal dengan nama baju anam untuk laki-laki dan ineun mayak untuk perempuan. Berbahan dasar tenun, sesuai dengan kebiasaan nenek moyang zaman dulu.
Baca juga : Rapai dan Kuah Beulangong Tandai Peluncuran Khazanah Piasan Nanggroe 2023
Tujuan dipakainya busana tersebut adalah untuk acara perkawinan. Namun, kini sering dipakai dalam perayaan-perayaan yang sifatnya resmi untuk menunjukkan rasa bangga menjadi bagian dari suku Gayo.
Selain baju aman dan ineun mayak, ada lagi satu bagian busana lainnya yang ikut dikenakan bersama, yakni upuh ulen-ulen. Motifnya mencolok, namun bernilai estetika tinggi.
Upuh ulen-ulen berupa selimut. Biasanya, diberikan kepada orang sebagai simbol rasa hormat yang tinggi.
Baca juga : Lestarikan Budaya, OMG Jatim Gelar Lomba Fashion Show Pakaian Adat Nusantara
Karena memiliki motif yang begitu menarik, pemerintah setempat menggalakan motif tersebut untuk dijadikan sebagai benda oleh-oleh Aceh. Sebuah perkembangan budaya yang membawa manfaat bagi masyarakat, sekaligus menjadi upaya pelestarian.
Pakaian Mesikat merupakan pakaian asli adat suku Alas. Biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat, maupun saat melaksanakan proses acara resmi, seperti khitanan dan pernikahan. Bahkan, dapat digunakan oleh semua keluarga besar tanpa terkecuali.
Adapun istilah penyebutan mesikat merupakan sebutan motif-motif ukir di Aceh Tenggara. Motif-motif tersebut bermakna kehidupan, khususnya masyarakat Alas.
Baca juga : Ganjar Apresiasi Raja-Sultan se-Nusantara Deklarasikan Komitmen Kebangsaan
Mesikat tidak hanya diterapkan pada pakaian, tetapi rumah adat dan kini mulai banyak diaplikasikan pada benda-benda lain menyesuaikan kebutuhan masyarakat modern. Semisal, mesikat pada baju gamis, pada payung, dan lain-lain yang menarik minat masyarakat terkini.
Namun, tetap saja pakaian adat mesikat tidak tertandingi keunikan dan keindahannya. Apalagi mesikat yang dipakai perempuan. Bagian bawahnya mengenakan songket, lalu di kepala mengenakan bunga sumbu berupa bola-bola warna-warni menggemaskan.
Selain motif mesikhat, motif Kluet juga bisa ditemukan pada pakaian adat Aceh, yaitu senuwan keluwat. Senuwan keluwat sendiri merupakan sejenis tanaman kluet-red.
Baca juga : Di FABN II Ganjar Satukan Raja se-Nusantara di Borobudur
Motif yang dimodifikasi dari tanaman ini sejak dulu sudah digunakan sebagai hiasan di pakaian masyarakat Kluet. Baik pakaian untuk sehari-hari maupun pakaian pesta upacara adat.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah meresmikan Senuwan Keluwat sebagai motif khas Kluet yang banyak diaplikasikan pada sejumlah cendramata, seperti peci, tas, dimpet, payung, dan lain-lain sesuai dengan permintaan pembeli.
Menariknya, motif dari tanah Kluet tersebut ternyata memiliki ragam yang sangat banyak, disesuaikan dengan kecamatan di Kluet Raya. Masing-masing motif tersebut terinspirasi dari bulung maman, bulung dilam, buah nipah, buah palo, dan bungo acom cekalo.
Baca juga : Koalisi Tradisi Kebaya Dukung Jalur Single Nation
Kebudayaan Aceh tergambarkan dengan sangat unik dan menawan melalui pakaian adat pakpak. Sesuai namanya, pakaian ini merupakan peninggalan suku Pakpak yang hingga kini masih menempati wilayah Aceh. Pakaian tersebut biasa digunakan pada pelaksanaan upacara adat dan acara resmi.
Seiring perkembangannya dulu, jenis bahan maupun coraknya mengalami perubahan beberapa kali. Namun, pada dasarnya berwarna hitam ala melayu dengan variasi merah dan putih yang kemudian diyakini sebagai warna suku Pakpak. Tidak hanya pada pakaian adatnya saja, tetapi perlengkapan lainnya juga.
Adapun perlengkapan busana adatnya dibedakan untuk lelaki dan wanita. Untuk lelaki mengenakan baju merapi-api (berhiaskan manik bergaya api), bulang-bulang (penutup kepala), celana panjang, sarung oles sidosdos, borgot (kalung emas), sabe-sabe, rempu riar (pisau bungkus), rante abak (ikat pinggang), ucang (anyaman daun pandan), dan tongket (tongkat).
Baca juga : Spirit Idul Fitri
Sedangkan pakaian perempuan terdiri dari baju merapi-api, sarung, saong (penutup kepala), leppa-leppa (kalung), rante abak, rabi munduk (pisau besi), papuren (sumpit), culapah (kotak kecil tempat tembakau), dan kancing emas.
Suku Singkil turut meramaikan kebudayaan Aceh melalui benda seni berupa pakaian adat yang memukau. Siapa pun dapat tampil elegan mengenakannya saat acara resmi.
Seperti saat acara pembukaan PKA ke-8 di Banda Aceh, di mana Bupati Aceh Singkil bersama istrinya menghadiri tampak begitu elegan dengan mengenakan pakaian adat Singkil.
Baca juga : Nama Pakaian Adat dari 34 Provinsi di Indonesia
Baju adat Singkil pada wanita sangat khas. Helai baju biasanya berwarna merah terang, tidak berkerah. Lalu, menghiasi bagian leher hingga dada dengan bis keemasan.
Terakhir adalah pakaian adat Aceh modern yang kini banyak diminati, terlepas dari unsur tradisional. Biasanya, pakaian adat ini sudah dimodifikasi, khususnya untuk pakaian wanita.
Misalnya, gamis dengan motif adat Aceh, cutting model duyung, gaun A-line khas barbie, kebaya dengan cutting gaun, dan lain sebagainya. Dengan catatan, mengenakan kerudung dan lengan panjang khusus untuk masyarakat muslim.
Tentunya modifikasi tersebut tetap memperlihatkan ciri khas Aceh. Contohnya seperti baju motif Aceh Singkil yang kini diresmikan sebagai pakaian wajib di instansi ASN dan sekolah-sekolah.
Itulah tadi ragam pakaian adat Aceh yang menawan dengan ciri khas yang unik. Semoga bisa menambah wawasan bagi kamu, sekaligus inspirasi untuk mulai mengenakan baju adat di acara-acara resmi. Jadi, baju adat Aceh mana yang ingin kamu kenakan nanti?
Di tengah musim tanam padi gadu (musim tanam kedua), harga gabah di Kabupaten Aceh utara, Aceh, melonjak.
TIADA perbuatan paling indah, kecuali berpuasa A'syura dan menyantuni anak yatim serta bersedekah kepada orang miskin di Hari A'syura, 10 Muharram 1447 H.
KELANGKAAN hingga tingginya harga gas elpiji 3 kilogram (kg) di kawasan Provinsi Aceh jalan terus. Sejak tiga pekan terakhir hingga Minggu (6/7), belum ada tanda-tanda membaik.
Kelangkaan gas elpiji 3 kilogram di Provinsi Aceh terus berlangsung. Sejak tiga pekan terakhir hingga, Minggu (6/7), belum ada tanda-tanda pasokan gas tersebut membaik.
Sesuai keadaan di lokasi sedikitnya ada tiga tahap warga setempat menanam bawang merah. Sebagian yang ditanami tahap pertama dua bulan lalu, kini sudah mulai memanen.
Hal itu mengundang perhatian publik, apakah ada permainan pasar atau kebijakan PT Pertamina mengurangi pasokan bahan bakar gas bersubsidi itu untuk masyarakat.
Festival Kerukunan di Desa Pabuaran, Kerukunan bukan Proyek Elite
Kementerian Kebudayaan secara resmi menetapkan 17 Desember sebagai Hari Pantun. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 163 Tahun 2025 tentang Hari Pantun.
Program pelatihan dari International Center for Land Policy Studies and Training (ICLPST) bukan sekadar pendidikan kebijakan pertanahan dan pajak, melainkan perjalanan lintas budaya.
Era Soekamto mengatakan akan terus melestarikan dan mempromosikan batik melalui karya-karya rancangannya sebagai seorang desainer serta menghadirkan platform Nusantara Wisdom.
DESAINER dan pelestari warisan budaya Indonesia, Era Soekamto telah menerima penghargaan dari UNESCO atas komitmennya yang berkelanjutan dalam melestarikan budaya
Penguatan identitas sebagai sebuah bangsa juga mampu menumbuhkan kohesi sosial yang bisa menjadi pendorong untuk mengakselerasi proses pembangunan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved