Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
MASALAH kekerasan di sekolah di Indonesia masih berlangsung dan belum terselesaikan sepenuhnya. Berita tentang intimidasi di sekolah, baik yang dilakukan siswa terhadap sesama siswa maupun guru atau kepala sekolah terhadap siswa, sering kali muncul di media.
Sayangnya, anak-anak Indonesia tampaknya belum sepenuhnya dapat menikmati hak-hak mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang aman dan positif. Mereka yang masih dalam masa pembentukan diri harus menghadapi situasi yang menghalangi proses belajar dan perkembangan sehingga potensi mereka tidak dapat berkembang secara optimal. Ironisnya, beberapa di antara mereka yang tak mampu mengatasi kekerasan yang dialami akhirnya memutuskan untuk menghentikan proses belajar dan pertumbuhan.
Meskipun telah ada program-program pemerintah yang bertujuan mengatasi kekerasan di sekolah, seperti sekolah ramah anak, hasilnya masih belum mencapai tingkat yang diharapkan. Beberapa program terkadang hanya berfungsi sebagai formalitas belaka tanpa memberikan dampak yang signifikan.
Baru-baru ini, saya menguji tesis seorang mahasiswa yang meneliti kasus perundungan di sebuah sekolah. Meskipun sekolah tersebut sudah memiliki status sebagai sekolah ramah anak, kasus perundungan masih sering terjadi di sana. Bahkan, dari 50 guru yang diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian tesis ini, hanya sembilan guru yang bersedia menjadi responden.
Ketika topik kekerasan di sekolah seharusnya menjadi perhatian utama untuk dibahas dan diatasi, keengganan guru untuk membicarakannya sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan damai bagi siswa jika guru sendiri tidak menunjukkan komitmen untuk menghadapinya?
Mencari akar permasalahan
Pada 18 Juli 2023, Yayasan Sukma menyelenggarakan diskusi buku Manajemen Konflik Berbasis Sekolah di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Acara ini dihadiri guru dari berbagai sekolah di sekitar Jakarta. Dalam diskusi tersebut terungkap bahwa pemahaman guru tentang konsep kekerasan masih terbatas.
Jika dilihat dari masa lalu, ternyata guru belum memiliki pemahaman yang memadai tentang konsep kekerasan saat mereka belajar di FKIP, fakultas pendidikan yang mencetak guru. Kurangnya pemahaman guru mengenai konsep kekerasan mungkin menjadi akar dari masih seringnya terjadi tindak kekerasan di sekolah, yang tidak hanya dilakukan siswa, tapi juga guru itu sendiri.
Beberapa guru masih menganggap bahwa menjewer atau mencubit adalah tindakan yang dapat diterima, dan melihat siswa mengejek teman mereka dianggap sebagai bercandaan biasa. Mereka bahkan menggunakan pengalaman masa kecil sebagai alasan untuk tindakan kekerasan. Semua ini menunjukkan bahwa pemahaman guru tentang konsep kekerasan perlu diperbaiki.
Ketika siswa di sekolah melakukan tindakan kekerasan, tanggapan yang sering terjadi ialah berusaha memperbaiki perilaku siswa tersebut. Seperti menganggap bahwa tanggung jawab atas tindakan kekerasan yang dilakukan siswa sepenuhnya ada pada siswa itu sendiri. Guru dan orang dewasa lainnya di lingkungan sekolah, termasuk wali siswa, sering kali menyalahkan siswa sepenuhnya.
Jarang sekali orang dewasa di sekolah melakukan introspeksi untuk menyadari bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan hasil dari pendidikan yang diberikan orang dewasa yang bertanggung jawab atas pendidikan siswa. Selanjutnya, apa langkah yang seharusnya diambil oleh sekolah?
Melembagakan MKBS
Memastikan sekolah menciptakan lingkungan yang positif dan damai dapat terwujud dengan menerapkan manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS). MKBS merupakan pendekatan yang memastikan bahwa konsep, keterampilan, dan nilai-nilai damai menjadi panduan bagi semua warga sekolah saat menghadapi masalah.
Buku Manajemen Konflik Berbasis Sekolah yang ditulis Rizal Panggabean dkk (2015) menawarkan tiga pendekatan yang harus dilakukan bersama sekolah untuk mencapai lingkungan yang positif, damai, dan bebas dari kekerasan.
Pendekatan pertama ialah memastikan bahwa setiap individu di sekolah memahami konsep-konsep perdamaian dan kekerasan, memiliki keterampilan dalam menyelesaikan masalah secara damai, dan mengadopsi nilai-nilai perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Guru merupakan pihak utama di sekolah yang harus memahami konsep ini, memiliki keterampilan penyelesaian masalah yang damai, dan menerapkan nilai-nilai perdamaian.
Hal itu dapat dicapai melalui pelatihan bagi guru agar menjadi agen perdamaian. Oleh karena itu, pendidikan guru haruslah serius dalam mengajarkan tidak hanya kemampuan mengajar, tetapi juga kesadaran akan peran guru sebagai agen perdamaian.
Selain itu, para guru harus terus belajar untuk memperkuat pemahaman mereka tentang konsep perdamaian, meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah, dan menerapkan nilai-nilai damai. Hanya ketika para guru menyadari peran sebagai agen perdamaian, mereka dapat mendidik siswa menjadi individu yang berkomitmen pada perdamaian dan menolak kekerasan.
Pendekatan kedua, mengintegrasikan perdamaian dalam organisasi sekolah. Sekolah harus secara jelas menunjukkan komitmen mereka terhadap perdamaian melalui visi, misi, dan tujuan sekolah yang diimplementasikan dengan nyata oleh seluruh warga sekolah dalam kegiatan pembelajaran.
Visi, misi, dan tujuan sekolah bukan sekadar pernyataan yang terpampang di dinding sekolah, tetapi harus dihayati dan dijalankan pula oleh seluruh warga sekolah. Visi, misi, dan tujuan ini mencerminkan komitmen sekolah terhadap perdamaian dan harus tecermin dalam peraturan dan kegiatan sekolah sehingga tercipta budaya damai di sekolah. Dengan budaya damai ini, sekolah dapat melindungi siswa dari tindakan kekerasan.
Pendekatan ketiga, melibatkan penerapan mekanisme penyelesaian masalah yang berbasis perdamaian dalam berbagai kegiatan di sekolah. Setiap unit kegiatan di sekolah harus dikelola dengan mengutamakan prinsip perdamaian. Mekanisme penyelesaian masalah harus jelas dan dipahami seluruh warga sekolah sehingga ketika muncul masalah, baik antarsiswa maupun siswa dengan guru, mereka dapat menyelesaikannya dengan damai tanpa melakukan tindakan kekerasan. Dengan melatih semua pihak di sekolah untuk menyelesaikan masalah dengan cara damai, siswa akan terbiasa dan menjadikan mekanisme tersebut sebagai panduan ketika menghadapi masalah.
Sebagai dambaan setiap anak, sekolah yang damai harus menjadi hak mereka. Oleh karena itu, orang dewasa yang terlibat dalam mendidik anak harus berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang damai dan positif. Dengan demikian, anak-anak dapat terhindar dari tindak kekerasan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang menganut nilai-nilai perdamaian.
Dari total 17,9 juta penyandang disabilitas hanya 2,8%-nya yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi.
Temukan 15 pidato bahasa Inggris singkat tentang pendidikan, mudah dipahami, inspiratif, cocok untuk pelajar dan presentasi.
PEMBELAJARAN abad ke-21 menuntut perubahan mendalam dalam dunia pendidikan.
Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penambahan 100 lokasi baru untuk Sekolah Rakyat yang akan mulai dibuka pada Agustus hingga September 2025.
Melalui kurikulum tersebut, siswa tidak hanya unggul dalam akademis tetapi juga memiliki karakter Islami yang kuat dan siap melanjutkan pendidikan ke tingkat internasional.
PT Bank Negara Indonesia (BNI) terus mempertegas komitmennya dalam mendukung transformasi digital di sektor pendidikan.
MUSISI dan penyiar Gusti Irwan Wibowo atau dikenal dengan Gustiwiw meninggal dunia di penginapan yang berlokasi di Jalan Maribaya, Lembang, Kabupaten Bandung Barat
Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2024 telah terjadi 330.097 kasus kekerasan berbasis gender (KBG), meningkat sejumlah 14,17% dibandingkan 2023.
AMNESTY International merilis laporan tahunan 2024 yang mengungkapkan bahwa praktik otoritarian semakin menjangkiti negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Bupati Kebumen Lilis Nuryani mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berani melapor jika terjadi kekerasan.
Berdasarkan data UPTD PPA, sebanyak 13 orang merupakan perempuan. Sisanya 5 orang anak laki-laki dan 7 orang anak perempuan.
WAKIL Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira menyoroti kejahatan yang terus dilakukan oleh kekerasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved