Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS

H Imam Nur Suharno, penulis buku Keluarga Samara Sehidup Sesurga, Kepala Divisi HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jabar
29/6/2023 17:00
Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS
H Imam Nur Suharno(Dok pribadi)

KAUM Muslimin kembali merayakan hari raya Idul Adha atau yang dikenal dengan Idul Kurban. Ibadah kurban ini erat kaitannya dengan perjalanan keluarga Nabi Ibrahim AS. Keluarga Nabi Ibrahim AS menjadi salah satu profil keluarga ideal yang dikisahkan dalam al-Q'uran sehingga layak untuk diteladani.
 
Tidak sedikit pelajaran (ibrah) yang dapat diambil dari kisah perjalanan keluarga beliau yang sarat dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga dapat dijadikan sebagai bekal dalam upaya memperkokoh ketahanan keluarga. Sebab, kuat dan lemahnya sebuah keluarga akan turut mempengaruhi keadaan sebuah bangsa.   

Sebagai suami 

Nabi Ibrahim AS merupakan kepala keluarga. Ia membina keluarga sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sebagai suami ia berlaku adil kepada kedua istrinya, Sarah dan Hajar. Ketaatan istrinya ini tidak terlepas dari ketaatan suami kepada-Nya.
 
Hal ini mengajarkan kepada kaum laki-laki (suami), jika ingin ditaati oleh istri, suami harus menjaga ketaatan kepada-Nya, bertanggung jawab, berkepribadian mulia, cinta keluarga, dan berperilaku sesuai tuntunan agama.

Sulit rasanya jika menginginkan istri taat dan salehah, sementara suami berakhlak tidak terpuji. Sia-sia suami menginginkan istrinya berubah ke arah yang lebih baik, sementara suami tidak mau menguubah kebiasaan buruknya.

Sebagai ayah, Nabi Ibrahim AS tampil sebagai pendidik yang penuh kasih sayang, demokratis dan menjadi teladan. Simak dialog Nabi Ibrahim AS sebagai ayah ketika menjalankan perintah Allah untuk menyembelih putranya. 

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.' Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'." (QS Ash-Shaffat [37]: 102).
 
Dalam dialog, terlihat Nabi Ibrahim sangat menyayangi anaknya dan bersifat demokratis. Sifat kasih sayang ini tergambar dari pilihan kata yang digunakan dalam memanggil anak, ya bunayya (wahai anakku). Penggunaan kata ya bunayya merupakan panggilan kasih sayang. Lalu, Nabi Ibrahim meminta pendapat kepada sang anak ketika diperintah untuk menyembelihnya. 

Tampak jiwa demokratis Nabi Ibrahim AS sebelumnya telah menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada Ismail. Hal itu tidak terlepas dari doa, usaha, dan keteladanan yang dilakukannya. Al-Qur'an mengabadikan doa Nabi Ibrahim, rabbi habli minashshalihin (wahai Tuhanku, anugerahkan kepadaku anak yang salih) (QS Ash-Shaffat [37]: 100). Hal ini mengajarkan kepada para suami agar selalu berdoa untuk memperoleh anak yang saleh. Anak merupakan amanah, dan anak bisa menjadi fitnah (QS Al-Anfal [8]: 28). 

Berdoa dan berlindung kepada-Nya agar diberi kekuatan dan kemampuan mendidik anak, sehingga anak tidak menjadi fitnah. Doa yang disertai usaha. Usaha bisa berupa upaya yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam memilih jodoh. Meskipun Hajar berkulit hitam, berstatus budak, tetapi imannya teguh, akhlak mulia, taat beragama, dan patuh kepada suami. 

Al-Qur'an menegaskan, seorang budak yang beriman jauh lebih berharga dari pada seorang musyrik meskipun menarik hati (QS Al-Baqarah [2]: 221). Untuk itu jika menginginkan anak saleh, dimulai dari memilih jodoh. Jika istri yang dipilih biasa mengabaikan perintah Allah, bagaimana mungkin ia dapat mendidik anak saleh? 

Sebagai ibu

Siti Hajar sebagai ibu. Ia memainkan peran sebagai ibu yang bertanggung jawab dalam mendidik anak, tangguh, pantang menyerah, dan tidak mengenal putus asa. Ketika bayinya meronta kehausan, ia berlari mencari air dari Shafa ke Marwah, berulang kali untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Peristiwa ini diabadikan dalam ritual ibadah umrah dan haji, yakni sa’i.
 
Hajar juga menyerang iblis dengan lontaran batu ketika iblis mencoba untuk merusak imannya agar menolak keputusan Nabi Ibrahim menyembelih Ismail atas perintah Allah. Lontaran batu ini juga menjadi ibadah melontar jumrah dalam ibadah haji.

Hal ini menunjukkan, Hajar melindungi fisik dan ruhaniyah anaknya. Ia menjadi pendidik pertama dan laksana madrasah bagi anak. Ia juga menampilkan diri sebagai sosok istri yang patuh kepada suami dan taat kepada Allah. Meski berat menerima keputusan Nabi Ibrahim untuk taat kepada perintah-Nya agar menyembelih anak semata wayangnya.

Demi kepatuhan kepada suami dan ketaatan kepada-Nya, ia rela tanpa bantahan. Sikap ini seharusnya diteladani oleh setiap istri, taat kepada suami selama tidak bertentangan dengan ketaatan kepada-Nya.

Sebagai anak

Nabi Ismail AS sebagai anak. Ia tidak membantah, justru malah menguatkan hati ayahnya agar tabah menjalankan perintah-Nya. Nabi Ismail berkata, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Kesalehan Nabi Ismail menjadi inspirasi bagi generasi muda. Seorang pemuda harus siap berkorban untuk berbakti kepada orang tua. Waktu, pikiran, tenaga, dan jiwa ia korbankan demi bakti kepada orang tua, sehingga mereka bangga memiliki anak sepertinya. Namun, kepatuhan kepada orang tua tidak boleh bertentangan dengan perintah-Nya. 

Anak harus bangga melihat orang tuanya taat kepada Allah. Meski harus mengorbankan hal yang dicintainya di dunia. Karena itu, seorang anak perlu memberi dukungan dan semangat kepada orang tuanya agar tetap konsisten menegakkan kebenaran. 

Ketaatan dan kesalehan anak memberikan energi positif kepada orangtua. Kepatuhan, ketaatan, pengorbanan, dan keteladanan menjadi kata kunci dari keberhasilan keluarga Nabi Ibrahim AS. Jika setiap keluarga di negeri ini dapat meneladani keluarga beliau, dapat memperkokoh ketahanan keluarga dan berpengaruh dalam kekokohan bangsa sehingga menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu a’lam.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya