Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Lansia dan Pemanasan Global

Jani Purnawanty Jasfin, Dosen dan Peneliti di Fakultas Hukum Univesitas Airlangga*
18/5/2023 05:05
Lansia dan Pemanasan Global
Dosen dan Peneliti di Fakultas Hukum Univesitas Airlangga Jani Purnawanty Jasfin(dok pribadi)

Setelah badai pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir oleh WHO pada 5 Mei 2023, penduduk dunia lebih awas dan berkonsentrasi pada persiapan menghadapi tantangan multidimensi dan dampak masif  pemanasan global.

Sejak dimulainya Revolusi Industri pada abad ke-18, aktivitas manusia, pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, dan gas alam) serta deforestasi telah memengaruhi atmosfer bumi. Gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O), dilepaskan ke atmosfer dalam jumlah semakin besar.

Akibatnya, gas-gas ini memperkuat efek rumah kaca alami yang menyebabkan peningkatan suhu rata-rata bumi secara universal. Proses ini dikenal sebagai pemanasan global.

Dampak Pemanasan Global

Tak dapat dielakkan, pemanasan global memunculkan dampak negatif yang sangat luas dan kompleks, antara lain:

  1. Peningkatan suhu rata-rata global: Suhu bumi secara keseluruhan telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini menyebabkan perubahan iklim yang signifikan.
  2. Perubahan pola cuaca dan cuaca ekstrem: Pemanasan global menyebabkan perubahan dalam pola cuaca dan meningkatkan frekuensi serta intensitas terjadinya cuaca ekstrem seperti badai, banjir, kekeringan, dan gelombang panas.
  3. Pencairan es dan naiknya permukaan air laut: Pemanasan global menyebabkan pencairan es di kutub, seperti Greenland dan Antartika. Hal ini berkontribusi pada kenaikan permukaan air laut, yang dapat menyebabkan banjir pesisir dan ancaman terhadap keberadaan pulau-pulau kecil.
  4. Gangguan ekosistem: Perubahan suhu dan pola cuaca yang ekstrem dapat menyebabkan gangguan pada ekosistem darat dan perairan, mengancam keanekaragaman hayati, serta mengubah distribusi dan pola migrasi spesies.
  5. Dampak kesehatan: Pemanasan global dapat berdampak pada kesehatan manusia melalui penyebaran penyakit vektor (seperti malaria dan demam dengue) dan dampak langsung dari suhu ekstrem pada kesehatan manusia.
  6. Ketidakseimbangan ekosistem laut: Pemanasan global juga berdampak pada ekosistem laut, seperti pemutihan karang yang lebih sering terjadi, kerusakan terumbu karang, dan perubahan dalam distribusi spesies laut.

Kelompok Rentan

Suhu bumi yang meningkat ini ternyata memunculkan banyak kelompok rentan dalam masyarakat. Dikatakan rentan sebab kalangan ini cenderung memiliki keterbatasan dalam menghadapi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim, serta potensial menanggung konsekuensi yang lebih berat. Beberapa kelompok rentan tersebut antara lain:

1. Orang Miskin

Kelompok ini semakin rentan terhadap dampak perubahan iklim karena memiliki akses yang tidak leluasa atas sumber daya dan infrastruktur yang diperlukan untuk mengatasi dan beradaptasi dengan fenomena pemanasan global. Mereka biasanya tinggal di daerah yang lebih rawan terkena bencana alam, (banjir atau tanah longsor) dan memiliki jangkauan yang terbatas terhadap layanan kesehatan, air bersih, dan makanan.

2. Komunitas Pesisir

Terutama di negara-negara berkembang, kelompok ini cenderung lebih rawan terhadap dampak perubahan iklim, seperti: kenaikan permukaan air laut, badai, dan banjir. Mereka sering kali hidup bergantung pada sumber daya alam pesisir, terutama ikan. Perubahan iklim jelas mengancam keberlanjutan ketersediaan sumber daya alam di laut dan kawasan pesisir yang berpengaruh langsung bagi penghidupan dan keamanan pangan komunitas ini.

3. Petani dan Nelayan

Perubahan pola hujan, suhu yang ekstrem, dan gangguan pada lingkungan laut dapat berpengaruh negatif bagi keberlanjutan pertanian dan penangkapan ikan. Produksi di sektor ini potensial mengalami penurunan, lantas menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar, dan ketidakpastian bahkan ancaman kehilangan mata pencaharian.

4. Perempuan

Kaum perempuan seringkali harus menanggung dampak perubahan iklim yang lebih parah, terutama di negara-negara berkembang. Ini dikarenakan perempuan menjadi tumpu kelangsungan kehidupan di setiap rumah tangga yang mengerjakan hampir semua tugas-tugas domestik: mulai dari mencari air, mengelola makanan, hingga mengasuh anak. Perubahan iklim memperburuk kualitas hidup perempuan, memperberat beban kerja, meningkatkan risiko kesehatan fisik dan mental, pula memengaruhi akses mereka terhadap sumber daya produktif dan keuangan.

5. Anak-anak

Pemanasan global meningkatkan terjadinya risiko terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, tanah longsor, paceklik) yang dampak negatifnya sangat mudah memapar anak-anak. Dampak ikutan dari terjadinya bencana alam adalah kerusakan pada lingkungan tempat anak-anak hidup, malnutrisi akibat perubahan dalam ketersediaan pangan, dan meningkatnya risiko dijangkiti berbagai penyakit. Dikhawatirkan perubahan iklim lebih jauh berdampak pada pendidikan, kesehatan mental, kualitas hidup, dan masa depan mereka.

Lansia dan Paparan Pemanasan Global

Selain lima kelompok rentan di atas, penting untuk mewaspadai bahwa pemanasan global secara langsung dapat berdampak pada kualitas hidup lansia.

Menurut Peraturan Presiden No. 88 Th. 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Bagaimana pemanasan global mempengaruhi kehidupan lansia?

Pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu rata-rata di seluruh dunia. Ini meningkatkan risiko kesehatan bagi lansia yang secara fisiologis sudah berkurang kemampuannya dalam mengatur suhu tubuh mereka sendiri.

Kenaikan suhu bumi dapat menyebabkan dehidrasi, kelelahan, pusing, demam, dan dalam kasus yang parah, heat stroke.

Sedangkan pemanasan global telah meningkatkan frekuensi dan intensitas gelombang panas. Gelombang panas ini yang menyebabkan kenaikan suhu secara ekstrem dan berkepanjangan. Hal ini sangat berbahaya bagi lansia karena dapat mengakibatkan gangguan pernapasan, gangguan kardiovaskular, dan komplikasi kesehatan lainnya.

Lansia dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, seperti penyakit jantung, penyakit paru-paru, atau diabetes, menjadi lebih rentan terhadap dampak negatif dari gelombang panas.

Berikutnya, peningkatan suhu dan gelombang panas juga dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit yang berkaitan dengan panas, seperti kerusakan organ akibat panas atau gangguan sistem kardiovaskular.

Selain itu, pemanasan global meningkatkan polusi udara. Peningkatan suhu dan cuaca yang ekstrem meningkatkan polutan udara, seperti ozon troposferik dan partikel halus. Lansia yang memiliki sistem pernapasan yang melemah lebih rentan terhadap masalah kesehatan akibat paparan polusi udara, termasuk peningkatan risiko penyakit pernapasan, seperti asma, bronkitis, dan pneumonia.

Tak hanya itu saja, perubahan iklim berkontribusi pada pola penyebaran penyakit menular yang berpotensi membahayakan lansia. Perubahan suhu, pola hujan, dan kelembaban berimbas pada persebaran vektor penyakit, seperti nyamuk yang membawa penyakit demam berdarah atau nyamuk yang membawa penyakit malaria. Terlebih, lansia lebih rentan terhadap penyakit menular karena sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Demikian rentannya posisi lansia ketika berhadapan dengan isu pemanasan global ini menuntut Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap penanganan lansia dalam menghadapi pemanasan global.

Guna melindungi kualitas hidup lansia, tentu penting mengambil langkah-langkah mitigasi dan adaptasi yang tepat.

Selain itu, pengakuan atas keberadaan kelompok-kelompok rentan ini sungguh esensial agar kebutuhan dan kepentingan mereka dapat dipertimbangkan dan diakomodasi sebagai upaya bersama yang inklusif dalam perencanaan, kebijakan, serta tindakan mitigasi dan adaptasi terkait perubahan iklim.

*Penulis adalah anggota pendiri Lansia Sejahtera Surabaya (LSS), Penerima Grant Impact Seed Funding 2022 (SEA Jurnalist-Scientist Hub) Pulitzer Center.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya