Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Menjaga Peninggalan Arkeologi Maritim

Hasan Sadeli, Magister Ilmu Sejarah UI, Meminati Sejarah dan Kajian Kemaritiman
03/11/2021 16:00
Menjaga Peninggalan Arkeologi Maritim
Hasan Sadeli,(Dok pribadi)

TEMUAN benda-benda peninggalan bersejarah di Sungai Musi, Sumatera Selatan menjadi topik yang banyak diketengahkan berbagai media internasional belakangan ini. Berawal dari publikasi seorang arkeolog maritim asal Inggris Sean Kingsley dalam majalah Wrekwatch yang menyebutkan bahwa telah ditemukan berbagai benda yang amat berharga yang diyakini berasal dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Penemuan benda-benda itu hasil kerja sekelompok nelayan lokal yang melakukan penyelamaan pada malam hari.  

Kepada The Guardian yang dikutip dari National Geographic (30/10), Kingsley mengungkapkan, "Hasil tangkapan mereka yang luar biasa adalah harta karun, mulai dari patung Buddha abad ke-8 berukuran nyata dan bertahtakan permata berharga yang bernilai jutaan poundsterling."
 
Aktivitas pencarian 'harta karun' di sekitar Sungai Musi sebenarnya telah menjelma sebagai pekerjaan sampingan nelayan lokal sejak beberapa tahun lalu. Di antara mereka banyak yang meyakini keberadaan berbagai benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya didasar sungai dan di beberapa perairan lain sekitar Sumatera. Mereka termotivasi untuk berburu benda-benda peninggalan kerajaan Sriwijaya mengingat nilainya yang cukup fantastis. Tetapi satu hal yang perlu digarisbawahi ialah aktivitas perburuan benda peninggalan arkeologis tanpa adanya surat resmi dari pemerintah, jelas merupakan kegiatan ilegal.
 
Pencegahan dan edukasi

Pemerintah baik pusat maupun daerah perlu turun tangan menangangi maraknya perburuan benda peninggalan arkeologis di Sungai Musi yang dilakukan nelayan setempat. Upaya pencegahan dapat dilakukan oleh pemerintah melalui dinas atau lembaga yang membidangi perlindungan warisan budaya berupa benda peninggalan bersejarah. Salah satunya dengan bimbingan dan edukasi terhadap para nelayan atau kelompok lain di masyarakat yang selama ini terlibat dalam upaya perburuan benda peninggalan arkeologis bawah air.

Tindakan pencegahan perlu dilakukan mengingat begitu banyaknya kasus penjarahan objek arkeologis di perairan Indonesia. Dikutip dari laman Journal of International Relations, V7, 2021 yang menyebutkan bahwa sejak 2013, telah terjadi pencurian peninggalan arkeologi bawah laut berupa kapal-kapal yang karam sebanyak 42 kapal yang 26 di antaranya merupakan kapal perang. Kondisi ini membuat banyak negara di dunia menilai Indonesia tidak mampu untuk menjaga kekayaan arkeologis yang terdapat di perairannya sendiri.
 
Jika objek peninggalan arkeologis bawah air sebesar kapal saja bisa luput dari penjagaan kita, bagaimana dengan benda-benda atau artefak yang dari sisi ukuran jauh lebih kecil. Kita tentu tidak ingin penjarahan objek bernilai sejarah di perairan kita kembali terulang. Semua pihak perlu meningkatkan berbagai upaya agar setiap aktivitas perburuan benda atau objek arkeologis di bawah air dapat dicegah sedini mungkin. Karena objek yang menjadi peninggalan arkeologis bawah air merupakan warisan budaya yang keberadaannya perlu dilestarikan dan dilindungi. 

Hal ini sebagaimana yang didefinisikan dalam konferensi tentang Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air yang diselenggarakan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2001, menyebutkan bahwa warisan budaya bawah air ialah semua jejak keberadaan manusia yang memiliki karakter budaya, sejarah, arkeologis yang sebagian atau seluruhnya berada di bawah air, secara berkala atau terus menerus, selama setidaknya 100 tahun yang mencakup situs, struktur, bangunan, artefak, dan sisa-sisa peninggalan kebudayaan lainnya termasuk kapal karam.
 
Kewajiban penjagaan negara pantai
 
Selain penjelasan UNECSO, perlindungan terhadap objek arkeologis juga dirinci dalam pasal 303 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang menyatakan bahwa negara pantai berkewajiban untuk menjaga dan melindungi benda peninggalan bersejarah yang terdapat di perairan (laut). Meskipun secara garis besar penjabaran dalam beberapa pasal di dalam UNCLOS tidak secara spesifik menyebutkan sungai sebagai area perlindungan objek arkeologis, namun dalam ruang geografis Indonesia sebagai negara maritim keberadaan sungai diletakan sebagai bidang yang terintegrasi dengan lautan. 

Terlebih Sungai Musi yang sejak dahulu kala dikenal memiliki peran historis sebagai 'jalan tol' yang menghubungkan masyarakat pedalaman dan pesisir. Hal ini pula yang membuat sejarawan terkemuka Kennehth R Hall dalam karya masyhurnya berjudul Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia, tanpa ragu memosisikan Sungai Musi sebagai bagian integral dari berlangsungnya aktivitas kebudayaan bercorak maritim di bawah kontrol Kerajaan Sriwijaya. Fakta sejarah ini membuat kita menyadari potensi keberadaan berbagai benda peninggalan arkeologis bawah air lainnya yang mungkin masih belum ditemukan. 

Adapun temuan artefak di dasar Sungai Musi yang beberapa di antaranya kini berada di luar negeri, merupakan kenyataan memilukan. Kita telah kehilangan warisan penting yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menelusuri jejak identitas bahari leluhur di nusantara. Seharusnya, wilayah perairan kita terjaga dari aktivitas perburuan ilegal semacam itu. Mungkin selama ini kita lalai, kurang sigap dan bahkan mungkin bersikap acuh terhadap keberadaan berbagai benda peninggalan bersejarah yang potensial terdapat diperairan Indonesia.

Cara kita melihat ruang lingkup kesejarahan menyangkut benda, bangunan, struktur dan objek yang menjadi peninggalan sejarah lainnya masih berkutat di daratan. Itupun beberapa di antaranya masih ada yang belum terawat dengan maksimal. Kesadaran kita tentang sejarah dalam ranah budaya dan ruang geografis belum menyeluruh. Padahal sebagai bangsa yang memiliki riwayat budaya maritim yang panjang, sangat mungkin penggalan sejarah kita juga tersimpan di dasar perairan. 

Kita juga perlu memahami bahwa peninggalan arkeologi maritim tidak selalu dihubungkan dengan nilai ekonomis semata, akan tetapi urgensinya dalam aspek ilmu pengetahuan yang sedemikian berharga, yakni sebagai sumber referensi ilmiah yang memperkaya khasanah sejarah kebudayaan maritim nusantara. Semoga ke depan tidak ada lagi cerita mengenai perburuan terhadap peninggalan arkeologi bawah air yang berujung pada hengkangnya benda-benda bernilai ke luar negari atau lenyap di pasar gelap.   

Di sisi lain, kejadian ini hendaknya membuat kita untuk memperluas cara pandang tentang keamanan maritim. Cara pandang yang tidak saja mencakup aspek penjagaan dari upaya penyelundupan, penangkapan ikan ilegal oleh asing atau pelanggaran perbatasan, melainkan juga menjangkau upaya perlindungan terhadap berbagai peninggalan yang menjadi kekayaan arkeologis yang kita miliki.  



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya