Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SINERGI empat kementerian yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama, sangat membantu meringankan beban guru, siswa dan orang tua siswa selama masa pandemi covid-19, yang melanda Indonesia sejak awal Maret 2020.
Sinergi empat kementerian itu, telah melahirkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 19/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 8/2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Regular. Melalui aturan itu, dana BOS yang bersumber dari APBN bisa dipakai untuk membeli kuota internet guru dan siswa.
Selain itu, dana BOS juga bisa digunakan untuk membiayai apa saja sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan peserta didik, dalam rangka menunjang pembelajaran dalam jaringan (daring/online), maupun pembelajaran luar jaringan (luring/offline), di sekolah-sekolah di Indonesia.
Fleksibilitas Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut bertujuan agar di masa pandemi ini tugas mulia untuk mecerdasakan anak bangsa tak berhenti.
Prioritas utama
Pandemi covid-19 membawa dampak pada semua bidang kehidupan, tak terkecuali bidang pendidikan. Demi memutus mata rantai laju penyebaran covid-19, Pemerintah melalui Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri, tentang Panduan Penyelengaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 di masa pandemi covid-19 No 01/KB/2020, dan Nomor 516/2020, Nomor HK.03.01/Menkes/363/2020, serta 4420-8820 Tahun 2020.
Kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat umum serta hak peserta didik memperoleh pendidikan menjadi prioritas utama dalam SKB itu. Sehingga, Pemerintah melarang Sekolah melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Menengah yang berada di wilayah zona kuning, orange dan merah.
Zonasi ini, menunjukkan bahwa daerah itu merupakan daerah yang sudah rawan penyebaran covid-19. Sebagai gantinya, kegiatan belajar- mengajar dilakukan dari rumah (Belajar Dari Rumah/BDR) sesuai Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayan, No 4/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa Darurat Penyebaran Covid-19.
Namun, BDR tidak berarti para siswa atau peserta didik dibiarkan belajar mandiri. Guru sebagai fasilitator Pendidikan tetap harus hadir. Karena itulah, dalam SKB empat Menteri ini diperkenalkan konsep Pemebelajaran Jarak Jauh (PJJ), dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. PJJ ini tidak berlaku untuk daerah dengan status masih dalam zona hijau atau masih bebas pandemi covid-19.
Kebijakan pemerintah tersebut, meski tidak mudah dijalankan oleh sekolah-sekolah di pelosok, tetapi, patut diapresiasi. Karena bagaimanapun prioritas dalam masa pendemi ini tentunya adalah mengendalikan peneyebaran covid-19, tanpa mengabaikan hak peserta didik memperoleh pendidikan.
Pembelajaran berbasis digital
Mengintegrasikan teknologi digital ke dalam proses pembelajaran, adalah hal yang sangat mendesak. Guru merancang kelas maya, sumber belajar, serta menggunakan aplikasi E-Pembelajaran di portal Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta, menggunakan aplikasi lainnya yang mendukung dan menunjang proses pembelajaran.
Di wilayah yang jangkauan jaringan internetnya cukup bagus, proses pembelajaran dalam jaringan (daring/online) ini, tentu tidak begitu sulit dilakukan selama perangkat teknologi seperti smartphone dan laptop tersedia. Para siswa, guru, dan bahkan orang tua siswa bisa menggunakan fasilitas teknologi itu, untuk melakukan proses pembelajaran dari rumah (PJJ) sekaligus untuk mengakses informasi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan.
Namun, di wilayah terpencil atau pelosok Indonesia, proses pembelajaran daring menjadi sulit dilakukan. Meskipun, akses internet sudah cukup, tetapi kendala lain adalah keterbatasan ketersediaan perangkat teknologi, seperti smartphone dan laptop di kalangan siswa yang rata-rata berasal dari keluarga kurang mampu.
Karena itulah, untuk tetap memenuhi hak siswa atas pendidikan, proses pembelajaran luring (offline) tetap menjadi pilihan. Memang, tidak bisa dilakukan dalam ruang kelas lagi untuk menghindari adanya kumpulan manusia dalam jumlah yang banyak. Tetapi, dilakukan dengan cara guru mengunduh (download) semua materi pembelajaran, baik dalam bentuk video pembelajaran, bahan ajar digital, modul ajar digital, buku digital serta karya bahasa dan sastra di portal Rumah Belajar Kemdikbud.
Lalu, mendatangi rumah-rumah siswa untuk memantau, memfasilitasi serta membagikan bahan-bahan tersebut. Inilah model pembelajaran luring (offline) yang dilakukan di pelosok negeri dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang minim.
Baik PJJ secara online maupun pembelajaran luring (offline) membutuhkan dua hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, biaya (cost). Kuota internet yang banyak baik guru maupun siswa. Cost atau biaya sangat diperlukan untuk membeli kuota internet. Untuk pembelajaran offline, guru harus punya kuota internet yang cukup memadai untuk bisa mengunduh semua materi pembelajaran untuk dibagikan kepada peserta didik yang sedang dirumahkan.
Kedua, kemampuan guru (teacher skills) dalam menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi digital. Sebagian guru bisa menggunakan teknologi untuk pembelajaran, dan sebagian juga gagap dalam menggunakan tennologi untuk pembelajaran.
Catatan penting
Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukan bahwa selama PJJ, baik guru maupun peserta didik sama-sama memiliki keterbatasan kuota internet dan peralatan yang tidak memadai untuk pembelajaran daring.
Mayoritas siswa yaitu 95, 4% menggunakan telepon genggam. Temuan lain mengungkapkan guru yang terbiasa dengan pembelajaran berbasis digital hanya 8%. Bahkan, masih ada guru yang sama sekali belum pernah melaksanakan pembelajaran daring sebelum masa krisis ini, yaitu sebanyak 9, 6%. (Komisioner KPAI Bongkar Permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh: mediaindonesia.com).
Melihat hasil survei tersebut dapat disimpulkan, bahwa masalah paling besar proses PJJ adalah mayoritas siswa menggunakan telepon genggam yang tentunya membutuhkan biaya (kuota internet) sebesar 95,4%. Lalu, persoalan guru yang sama sekali belum melaksanakan pembelajaran daring sebelum covid sebesar 9,6%.
Temuan dalam survei itu, tentu menjadi catatan penting bagi pemerintah, bahwa biaya data untuk mengakses internet adalah problem serius para guru dan peserta didik di Indonesia. Karena itulah, kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait penggunaan dana BOS yang bersumber dari APBN menjadi sangat penting artinya bagi para guru dan peserta didik dan orang tua siswa.
Permendikbud No 19/2020 telah memberikan fleksibilitas kepada sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai kondisi covid-19 ini. Aturan ini merupakan revisi dari Permendikbub No 8/2020. Dengan revisi ini, pemerintah memberikan fleksibilitas dalam pemanfaatan dana BOS. Termasuk, untuk membeli pulsa internet, gaji guru dan layanan berbayar lainnya, dalam rangka mendukung pembelajaran di rumah.
Selain itu, dana BOS juga bisa digunakan untuk pelatihan pembuatan media teknologi digital bagi guru melalui wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sekolah. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kegagapan teknologi yang dialami sejumlah guru, seperti terungkap dalam survei KPAI tadi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah, sedang dan akan terus menggelontorkan bantuan operasional pendidikan (BOP) yang bersumber dari APBN untuk terus melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat), pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, kepada seluruh guru di Indonesia.
Diklat seperti ini memang sangat penting dilakukan untuk meningkatkan komptensi guru dalam merancang technologi pembelajaran (by design), dan memaanfaatkan teknolologi yang ada atau telah dirancang untuk bisa dijadikan sebagai sumber belajar.
Saya adalah salah satu dari ribuan guru di Indonesia yang telah dan sedang merasakan manfaat dari diklat pelatihan Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (pembatik), yang diselenggarakan Pusat Data dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagai guru, saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah yang telah memberikan dukungan melalui berbagai kebijakan, utamanya dalam hal fleksibilitas penggunaan dana BOS.
Dengan berbagai kebijakan ini, kini guru di seluruh pelosok Indonesia, termasuk saya, tak lagi berpikir soal kebijakan fleksibilitas penggunaan dana BOS untuk bisa mendukung pembelajaran offline maupun online berbasis teknologi di masa pandemi ini.
Kelak, setelah pandemi ini berlalu, berbagai pengalaman pembelajaran online maupun offline ini dengan sendiri akan meningkatkan kompetensi para guru dan siswa.
Harapannya, guru yang makin kompeten juga akan menghasilkan generasi Indonesia yang makin cerdas, dan berdaya saing, menghadapi era industri 4.0 dan society 5.0.
Perlu segera adanya revisi regulasi yang mengatur soal Bantuan Operasional Sekolah (BOS) agar mencakup semua sekolah termasuk sekolah swasta secara menyeluruh.
ANGGOTA Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mengingatkan pemerintah agar memberikan perlakuan yang adil bagi seluruh guru
Kemendikdasmen akan membuat proses transparansi dengan menerbitkan data daya tampung sekolah khususnya untuk sekolah negeri.
Sudah ada sekitar 7 ribu guru honorer yang mendapatkan pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan mendapatkan penempatan.
Permasalahan pengelolaan dana BOS di antaranya laporan pertanggungjawaban, terutama pada aspek pengeluaran.
Nadiem menerangkan soal BOS, Kurikulum Merdeka, dan juga Merdeka Belajar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved