Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
FESTIVAL One Be di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) digelar sejak pada 24-26 September ini. Acara pembukaannya menampilkan ritual dari 7 kampung. Salah satu yang menarik warga adalah atraksi ritual bhei kaju waja dari masyarakat Kampung Sukamaju, Balewolo dan Paulundu, Desa Jawapogo Kecamatan Maponggo.
Dua pemuda duduk di atas kayu peo, lalu kayu tersebut diangkat oleh puluhan lelaki lain diarak sejauh sekitar 2 kilo meter menyusuri jalan Soekarno Hatta di Kota Mbay sebelum masuk di Lapangan Berdikari Danga, lokasi pusat pagelaran festival.
Tidak hanya berjalan bersama, para lelaki itu terus menari sembari bernyanyi syair adat sahut-sahutan dengan parang terus diangkat. Mereka semua mengenakan sarung adat motif kuning sehingga menarik minat para pengunjung. Mereka juga sesekali meneguk minuman adat tua atau moke.
Baca juga : Festival One Be untuk Pelestarian Kampung di Nagekeo
"Bagus sekali, menarik, mereka jadi pembeda selama parade tadi karena bagi saya itu yang menarik dia menjadi highlight-nya biar banyak kami yang mudah tau dan bisa belajar. Harusnya pemda kasih tau ini dari beberapa bulan sebelum ini biar banyak anak muda tahu ada atraksi ini. Sayang ini macam sepi yang ramai hanya karena mereka juga ikut sebagai peserta, itu yang ramai orang cari makan di jajanan belakang," kata Nia, salah satu pengunjung Festival One Be.
Yohanes Foy, 56, salah satu penari mengatakan, bagi orang Mauponggo, tradisi memikul kayu ini sebenarnya adalah memikul kayu pemali (tabu) yang disebut peo, yakni kayu keras bercabang dua, simbol persekutuan, persatuan anggota suku dengan suku-suku dalam kampung.
Atraksi ini merupakan cuplikan rangkaian panjang prosesi tanam peo atau mula peo dalam bahasa setempat.
Baca juga : Mbay, Kota Sepedanya Flores, Gelar Festival Kota
Ketika peo sudah selesai diukir dan didandani di luar kampung, maka secara gotong royong masyarakatnya memikul masuk kampung diiringi bunyi gong gendang dan nyanyian syair-syair adatnya.
"Ada penunggang pangkal kepala peo yang disebut saka pu'u, dan ada penunggang ujung ekor yang disebut saka lobo yang berkaitan dengan pemegang hak tanah di suatu kampung," katanya.
Menurut Foy, peo menjadi penting karena merupakan lambang persatuan dalam kampung. Tadisi Peo ini akan berlangsung puluhan tahun bahkan bisa ratusan tahun selama peo yang berdiri di tengah kampung masih dalam kondisi baik.
Baca juga : Mobil Wakil Rakyat Dianggarkan, Rumah Rakyat Dilanggar
"Ini namanya peo tu'u atau kayu kering tapi ada juga peo ngeta yang dalam bentuk pohon hidup. Peo ini kalo sudah lapuk pangkalnya baru diangkat untuk dan ganti baru seperti acara hari ini, atau kedhu mewu pusi muri dalam bahasa kami," katanya.
Yuven Bule, salah satu peserta yang menjadi penunggang kayu di atraksi tersebutm mengaku senang karena akhirnya, walaupun hanya sebagai atraksi, ia juga belajar dari orang tua pentingnya ritual ini yang juga ikut memandu mereka.
Apalagi ritual ini baru bisa dijalankan puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Selain itu jenis kayu keras ini juga tidak sembarang diambil namun hanya menggunakan jenis kayu yebu dalam bahasa setempat.
Baca juga : Partai NasDem Nagekeo Daftarkan Don-Marianus ke KPU
"Saya senang bisa belajar dan tau kayu yebu, ambil pakai beli, pakai adat antar kerbau, emas, parang, seperti layaknya meminang seorang perempuan," katanya.
Festival One Be ini akan dilanjutkan dengan menyusuri pantai utara Flores menuju Pulau Kinde selanjutnya akan dilanjutkan dengan camping di sabana moghu jara Kampung Ngeghedhawe serta menyusuri kampung adat Kawa.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Nagekeo Silvester Teda Sada, tema tahun ini soal kebangkitan kampung karena di kampung adalah api peradaban. Festival One Be menjadi target agar bisa masuk Kharisma Event Nusantara.
"Tahun ini festival dibebani agar masuk Kharisma Event Nusantara jadi ini baik buat Nagekeo ke depan dengan kekayaan budaya dan alam yang luar biasa," pungkas Silvester. (Z-1)
Cafe Dapur Inches berlokasi di Pantai Harnus kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Empat perempuan muda tersebut yakni Yola, asal Kota Kupang, Karmelita asal Kabupaten Nagekeo, Ina, asal Kabupaten Lembata dan Helda asal Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Yuk dukung film Women from Rote Island, film karya sineas Jeremias Nyangoen.
Ada versi untuk anak-anak dengan gerakan lebih mudah, sedangkan untuk lansia meminimalisir risiko cedera
Insan Bumi Mandiri dan ASEAN Foundation memberdayakan masyarakat di wilayah pedalaman, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Untuk mendorong daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Bentoel Group meluncurkan program Bangun Karya.
Untuk pemenang lomba makan otak-otak, bakal diambil tiga tercepat total hadiah pemenang hingga Rp3,7 juta.
Tema festival tahun ini menggambarkan kerukuran dan toleransi di Bangka Belitung yakni "Thong Ngin Fam Ngin jit Jong yang artinya Cina Melayu Sama Saja.
Dunia streetwear dan budaya urban kembali menjadi sorotan di Indonesia dengan hadirnya DRP Jakarta
Sebanyak 400 peserta ambil bagian lomba makan otak-otak ini. Uniknya para peserta mengenakan beragam kostum unik untuk menarik perhatian para juri.
Makan Bajamba digelar sebagai bentuk penghormatan kepada para raja dan sultan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved