Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Freeport Bangun Smelter Raksasa, Pemerintah Diminta Siapkan Desain Industri Domestik

Basuki Eka Purnama
19/9/2024 15:47
Freeport Bangun Smelter Raksasa, Pemerintah Diminta Siapkan Desain Industri Domestik
Sejumlah haul truck beroperasi di area Grasberg open pit PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua.(ANTARA/Puspa Perwitasari)

OPERASI tambang tembaga dan emas milik PT Freeport Indonesia di Grasberg, Papua perlu diperpanjang jika ada wacana perpanjangan kontrak sampai 2041. Hal itu mestinya dilakukan karena Freeport sudah melaksanakan semua kawajibannya dengan mengonversi Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

Syarat menjadi IUPK, antara lain menaikan penerimaan negara, penciutan lahan, penggunaan jasa domestic, divestasi 51% saham, pembangunan pabrik smelter tembaga dan perpanjangan kontrak. 

Pernyataan dukungan perpanjangan kontrak Freeport ini tertuang dalam Focus Group Discussion yang dihadiri Pengamat Tambang pada Alpha Research Database Ferdy Hasiman, Direktur Eksekutif Anatomi Pertambangan Indonesia (API) Ryanda Barma, dan Dosen Program Doktoral Universitas Borobudur Prof Faizal Caniago, 24 Agustus 2024 lalu. 

Baca juga : Freeport Kirim Perdana Konsentrat Tembaga ke Smelter Gresik

Ferdy Hasiman, sekaligus penulis buku Freeport, Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara mengatakan Freeport adalah salah salah perusahaan tambang yang mengoperasikan tambang dari hulu sampai hilir. 

“Di hulu, Freeport mengoperasikan tambang open-pit di Grasberg dengan kapasitas produksi 160.000 biji (emas, tembaga dan perak) per hari. Selain itu, Freeport juga menambang di daerah operasi yang sangat sulit dan tidak mungkin bisa dilakukan perusahaan local, yaitu, tambang underground (bawah tanah). Tambang underground  ini sangat sulit dan membutuhkan investasi yang sangat besar. Investasinya juga harus jauh-jauh hari. Setelah open-pit selesai, Freeport bertumpu pada underground dan mereka sudah investasi sejak 2002 dan  baru berproduksi komersial pada  2021. Butuh waktu hampir 20 tahun investasi untuk mulai produksi,” kata Ferdy melalui keterangannya kepada wartawan, Kamis (19/9).

Ferdy mengatakan, selain investasi di underground, Freeport juga sudah membangun pabrik smelter berkapasitas 1,7 juta ton untuk menghasilkan konsentrat tembaga di Manyar, Gresik, Jawa Timur. 

Baca juga : ESDM Pastikan Izin Freeport Diperpanjang Sampai Cadangan Habis

Dana investasinya juga  besar hamper mencapai Rp30 triliun. Atas dasar itu, tambang Freeport itu disebut tambang terintegrasi hulu sampai hilir.

“Kalau tambang lain kan hanya di hulu, punya konsensi tambang, lalu dijual  ke pemilik smelter, selain itu juga tambang lain tidak sanggup mengoperasikan tambang underground dengan investasi sangat besar. Butuh manajemen seperti Freeport Indonesia untuk mengolah itu dan membutuhkan kepercayaan perbankan untuk memulai investasi. Kepercayaan bank itu butuh manajemen yang  bersih,” kata Ferdy

Ferdy mengatakan, sangatlah beralasan jika manajemen Freeport sekarang berencana meminta perpanjangan kontrak lagi sampai dengan 2061, tetapi izinnya harus diberikan sekarang, karena menimbang risiko investasi dan kepastian hukum. 

Baca juga : Permintaan Bahlil agar Freeport Bangun Smelter di Papua Disebut Terlalu Muluk

Menurut Ferdy, data cadangan di bawah tambang underground sekarang mencapai 1,6 miliar ton biji (emas, tembaga dan perak). Cadangan sebesar itu hanya bisa ditambang sampai 2041. 

Menurut Ferdy, potensi cadangan di bawah underground jika digali terus lebih dalam masih sangat besar mencapai 2 miliar ton  biji. Dan itu butuh perpanjangan kontrak lagi dari tahun 2041 sampai tahun 2061. 

Namun, perpanjangan sampai dengan 2061 harus diberikan sekarang karena faktor investasi tambang underground yang sangat sulit dan membutuhkan waktu panjang. 

Baca juga : Integrasi Investasi Pembangunan Smelter Freeport dengan Smelter Tambang Lain Diapresiasi

Sementara, Faizal Chaniago mengatakan, secara hukum, perpanjangan kontrak Freeport hanya akan dilakukan 2 tahun sebelum masa berakhir kontrak. Artinya, jika mau memperpanjang kontrak sampai 2061, Freeport harus bernegosiasi dengan pemerintah pada 2039. 

Namun, mengingat risiko investasi di tambang underground yang besar dan sekarang Freeport sudah membangun pabrik smelter besar di Gresik, Jawa Timur dan sudah memberikan sahamnya ke pemerintah Indonesia sebesar 51%, permintaan perpanjangan kontrak sangat masuk akal. 

“Pembangunan smelter, kalau saya tidak salah, sangat besar dan multiplier effect bagi pembangunan nasional sangat besar. Selain itu, pemerintah melalui BUMN dan pemerintah daerah di Papua sudah menguasai 51 persen saham Freeport. Hanya saja, Freeport harus tetap mengutamakan kesejahteraan rakyat. Perpanjangan kontrak harus sesuai dengan amanat UUD’45, tambang kita harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat,” kata Faisal. 

Faisal berpesan agar Freeport memberikan perhatian khusus kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. 

“Memberikan beasiswa sebanyak mungkin kepada Papua agar kelak mereka bisa mendiri mengolah tambang,” ungkapnya

Direktur Eksekutif Anatomi Pertambangan Indonesia (API) Ryanda Barma mengatakan pemerintah Indonesia memegang teguh amanat konstitusi UUD’45. Setiap kewajiban melakukan perpanjangan kontrak, termasuk perpanjangan kontrak Freeport Indonesia wajib mengacu pada konstitusi. 

“Artinya, kesejateraan rakyat nomor satu. Jika itu sudah terpenuhi, silahakan," tegasnya. 

Ryan berharap, Freeport tetap memberikan kontribusi besar bagi peningkatan penerimaan negara dan  penerimaan daerah. 

“Saya melihat daerah-daerah di Papua banyak yang miskin, tolong dikerjasamakan dengan pemerintah agar tambang kaya sekelas Grasberg di Papua benar-benar memberikan kesejahteraan bagi rakyat Papua," kata Ryan.

Ryan juga mengatakan, pemerintah yang sangat gencar dengan kebijakan hilirisasi harus siap juga dengan desain industry yang  tepat. 

“Jangan sampai pabrik smelternya sudah banyak dibangun, Freeport sudah bangun smelter mahal-mahal dengan investasi besar, pembeli dalam negeri tak ada karena pemerintah tak memiliki desain kebijakan industri yang jelas," paparnya. 

Dalam FGD itu, semua narasumber sepakat bahwa tambang terintegrasi dari hulu sampai hilir seperti Freeport harus dilakukan. Pembangunan smelter wajib dibangun oleh perusahaan tambang, namun pemerintah  harus menyiapkan desain industry untuk masa depan, agar hasil pembangunan pabrik smelter tidak dikirim ke luar lagi. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya