Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Ribuan Anak Berhadapan dengan Hukum, Menteri PPPA Tegaskan Perlunya Kolaborasi Multisektoral

Lilik Darmawan
16/4/2023 22:25
Ribuan Anak Berhadapan dengan Hukum, Menteri PPPA Tegaskan Perlunya Kolaborasi Multisektoral
Seorang polisi mengenakan helm pelindung pada seorang anak di Banyumas, Jawa Tengah.( ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)

Ribuan anak di Indonesia berhadapan dengan hukum di antaranya berkonflik dengan hukum atau anak yang menjadi pelaku. Kondisi ini tentu memprihatinkan, sehingga perlu kolaborasi multisektoral untuk
menanganinya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang
Puspayoga mengaku  prihatin dan menjadi peringatan bahwa masih banyak
pekerjaan yang harus diselesaikan terkait anak. Untuk itu, perlu
kolaborasi multisektoral, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media massa hingga masyarakat.

"Kasus anak yang berkonflik dengan hukum tentunya tidak terjadi secara
instan, namun ada bermacam proses yang melatarbelakanginya. Mulai dari
faktor internal hingga eksternal. Sedikit banyak, kita sebagai orang
dewasa turut andil dari menciptakan lingkungan yang mungkin saja tidak
kondusif bagi tumbuh kembang anak," katanya pada diskusi kelompok terarah mengenai Upaya Perlindungan Khusus Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum yang dipandu Andy F Noya di White House De Noyas, Banyumas, Jawa Tengah pada Sabtu (15/4).

Menurutnya, sekarang ini anak-anak mendapat tantangan yang berbeda
dengan generasi terdahulu, yaitu derasnya arus informasi dan globalisasi yang diterima. Anak-anak mudah meniru norma dan nilai yang
hadir melalui dunia maya tanpa diimbangi oleh kecakapan untuk menyaring
informasi.

Beban psikologis


Dampak negatif dari perkembangan pembangunan, katanya, membuat
terjadinya kesenjangan antar kelas sehingga memaksa anak untuk mengikuti gaya hidup yang menjadi tren namun tidak diimbangi dengan kemampuan untuk memenuhinya sehingga tak jarang anak menempuhnya dengan cara yang melanggar hukum.

"Anak yang masih berada dalam fase perkembangan fisik, psikis, sosial,
dan emosional umumnya masih belum dapat menimbang konsekuensi dari apa
yang mereka lakukan. Hal ini juga ditambah dengan banyaknya beban
psikologis yang berasal dari tuntutan lingkungan yang dapat
mengakibatkan anak kesulitan menunjukkan empati pada orang
lain," ujarnya.

Apalagi jika mereka tidak menemukan role model yang ideal dan
pengetahuan serta bimbingan yang memadai. "Hal itu menyebabkan Kekerasan sulit dicegah. Ditambah lagi dengan terbatasnya kegiatan positif atau kreatif yang dapat diakses anak khususnya remaja di daerah," jelasnya.

Menteri PPPA mengatakan, tak dapat dipungkiri jika dalam kasus anak yang berkonflik dengan hukum, sering ditemukan adanya perlakuan diskriminatif pada anak, khususnya di media sosial.

"Oleh karena itu, salah satu bentuk perlindungan anak oleh negara
diwujudkan melalui sistem peradilan pidana anak. Sistem peradilan pidana khusus bagi anak, tentu memiliki tujuan khusus bagi kepentingan masa depan anak dan masyarakat. Di dalamnya terkandung prinsip-prinsip keadilan restoratif yang mengedepankan aspek pemulihan, bukan
pembalasan, pada anak yang berkonflik dengan hukum," paparnya. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya