Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEPOLISIAN Daerah Sulawesi Tengah, dinilai tidak profesional dalam menangani kasus dugaan penyerobotan tanah di Desa Tamainusi, Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali Utara.
Kepala Desa Tamainusi, Ahlis mengaku, sangat kecewa dan menyesalkan langkah hukum yang dilakukan Polda Sulteng kepada dirinya.
Pasalnya, Polda Sulteng sudah tendensius dan tidak profesional dalam menangani kasus dugaan penyerobotan tanah yang dituduhkan kepadanya.
Menurut Ahlis, ia dilaporkan ke Polda Sulteng oleh perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan di Morowali Utara yakni PT Latanindo Mining.
Di mana, laporan itu Desember 2022. Dan pada Januari 2023, Ahlis diperiksa dan langsung ditetapkan sebagai tersangka serta dilakukan penahanan (kurungan badan) sekitar satu bulan lamanya.
Dalam kasus ini, Ahlis bahkan menerima beberapa perlakuan tidak wajar dan sangat tidak profesional dari penyidik Polda Sulteng.
Seperti halnya pemanggilan kepada Ahlis, yang hanya disampaikan penyidik melalui pesan di Whatsapp.
“Bunyi pesan WA-nya kurang lebih seperti ini. Beri tahu kades, segera datang ke Kolonadale, Morowali Utara untuk dimintai keterangan. Kalau tidak datang, jangan kami sampai panggil ke Palu. Pemanggilan seperti ini kan tidak profesional,” terang Ahlis saat dihubungi dari Palu, Jumat (17/2).
Tidak hanya itu, setelah Ahlis menjalani pemeriksaan di Polda Sulteng, statusnya sebagai saksi langsung dinaikkan menjadi tersangka. Parahnya lagi langsung dilakukan penahanan hanya dalam rentang waktu kurang dari 1x24 jam.
“Perlakuan yang saya alam itu sangat tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” ujarnya.
Bahkan, ketika menjalani pemeriksaan secara maraton sejak pagi hingga petang hari menjelang dilakukan penahanan, Ahlis diperlakukan tidak manusiawi. Hak Asasi Manusianya dirampas. Sebab, tidak diperkenankan penyidik untuk melakukan istrahat dan makan. Padahal Ahlis sudah meminta izin kepada penyidik.
Dan yang lebih mencengangkan lagi, masa penahanan Ahlis di Polda Sulteng melebihi dua hari (2x24 jam). Padahal, putusan Praperadilan dari Pengadilan Negeri (PN) Poso sudah terbit.
Ahlis menang Praperadilan dan diperintahkan dikeluarkan dari tahanan. Tapi penyidik Polda Sulteng, tak kunjung mengeluarkan dari dalam tahanan selama 2x24 jam.
“Nanti di hari ketiga pascaputusan Praperadilan baru saya dikeluarkan, itu pun prosesnya alot,” ungkapnya.
Putusan Praperadilan yang dimenangkan Ahlis selaku pemohon dan Polda Sulteng sebagai termohon, dengan nomor: 2/Pid.Pra/2023/PN Poso tanggal 3 Februari 2023.
Dalam putusannya, PN Poso menyatakan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan termohon (Polda Sulteng) dinyatakan tidak sah.
Bahkan, PN Poso dalam putusan Praperadilan nomor : 2/Pid.Pra/2023/PN Poso dalam poin empat menyebutkan: “memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon”.
Bukan itu saja, Polda Sulteng malah sudah mengeluarkan SP3 atau surat penghentian penyidikan kepada Ahlis dalam kasus ini.
Tapi sungguh aneh, setelah memenanangkan Praperadilan di PN Poso tanggal 3 Februari 2023, hanya berselang lima hari kemudian, Polda Sulteng kembali menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 8 Februari 2023 dengan TKP yang sama dan menjerat dengan pasal yang sama kepada Ahlis.
Apa yang dilakukan Polda Sulteng, menurut Ahlis, sangat mencederai rasa keadilan.
Betapa tidak, Ahlis yang hanya seorang kepala desa, tapi justru diperlakukan laiknya seorang pelaku tindak pidana kejahatan "kelas kakap".
“Polda Sulteng masih terus melanjutkan kasus saya. Ini ada apa?. Jangan-jangan kasus ini by order?,” tanya Ahlis.
Ahlis menjelaskan, justru laporan PT Latanindo Mining ke Polda Sulteng atas penyerobotan tanah, sebenarnya tidak berdasar. Karena Ahlis mengelola tanah miliknya sendiri.
Kepemilikan tanah tersebut dibuktikan dengan alas hak yang dikuasai berupa Surat Pernyataan Tanah (SPT) yang terbit Tahun 1994 dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terbit tahun 2021.
Ahlis memiliki SPT dan SHM atas tanah yang dituduhkan penyerobotan dan dilaporkan PT Latanindo Mining.
“Sebaliknya, saya mempertanyakan keabsahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Latanindo Mining yang lokasinya berada di atas tanah milik saya dan beberapa warga Desa Tamainusi lainnya,” imbuh Ahlis.
Menanggapi pengakuan Ahlis, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto mengatakan, gugatan Praperadilan sebagai termohon Polda Sulteng yang dilakukan pemohon Ahlis melalui kuasa hukumnya terkait SPDP yang mencantumkan nama Ahlis sebagai tersangka dan dikirimkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng.
“Tembusannya tidak diterima saudara Ahlis dan gugatan tersebut dikabulkan oleh PN Poso pada 1 Februari 2023,” katanya saat dikonfirmasi Media Indonesia.
Menurut Didik, dengan tidak telitinya penyidik (kekurangan administrasi) bukan berarti menggugurkan seluruh perbuatan pidana yang dilakukan Ahlis.
“Sehingga mulai tanggal 6 Februari 2023, penyidik Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulteng, melakukan penyidikan ulang dalam perkara dugaan menguasai atau menduduki lahan/tanah yang masuk dalam kawasan hutan,” ujarnya.
Sementara terkait kepemilikan tanah oleh Ahlis, lanjut Didik, dengan menunjukan tiga bidang lokasi bersertifikat (SHM), ternyata setelah dilakukan pengecekan oleh petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Morowali Utara, ke tiga SHM itu di luar lahan yang dibuka atau dikerjakan Ahlis dan masih dalam lokasi kawasan hutan.
“Jadi, lahan yang diklaim sebagai milik Ahlis dan sejumlah warga itu tidak benar. Karena ini berdasarkan hasil pengecekan BPN langsung,” ungkapnya.
Berdasarkan itu, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan ulang kepadaseluruh saksi dan ahli, termasuk memanggil dan akan memeriksa tersangka Ahlis, walaupun dalam panggilan pertama Ahlis tidak hadir.
“Sehingga akan dipanggil untuk kedua kalinya dan bila tidak kooperatif maka akan dilakukan langkah upaya penyidikan yang lebih tegas,” paparnya.
Didik membantah, jika penyidik Polda Sulteng dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Ia menegaskan, tidak ada perlakuan kriminalisasi yang dilakukan Polda Sulteng kepada Ahlis.
“Penyidik Polda Sulteng bertindak tentu sesuai dengan aturan dan keputusan pengadilan. Tidak mungkin penyidik mau sewenang-wenang bertindak, itu pasti salah. Jadi, saya tegaskan bahwa semua yang penyidik lakukan sudah sesuai prosedur,” tandasnya. (OL-7)
Kedua surat tersebut masing-masing bernomor DPO/171/VI/2020 atas nama tersangka Benny Simon Tabalujan dan DPO/172/VI/2020 atas nama Achmad Djufri.
Haris menyebut kasus mafia ini tidak boleh berhenti pada oknum BPN saja
Benny Simon Tabalujan atau Benny Tabalujan ditetapkan sebagai tersangka kasus penyerobotan tanah Abdul Halim di Cakung, Jakarta Timur oleh Polda Metro Jaya.
Hendra menegaskan, lahan yang dimiliki Abdul Halim sudah jelas tercantum dalam surat-surat, yakni seluas 7,7 hektare.
Kedua tersangka, yakni AH dan JY yang merupakan mantan Kakanwil ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta.
Para sindikat mafia tanah itu diduga mengubah sertifikat rumah Ibu Dino Patti Djalal, Zurni Hasyim Djalal, yang beralih menjadi nama orang lain.
Diketahui, 30 ton beras itu masih berada di gudang Bulog Toili, Kabupaten Banggai, dan segera didistribusikan ke Bungku Utara.
Asrar yang kini telah berstatus tersangka ditahan penyidik di Polres Morut selama 20 hari terhitung sejak 7 Desember 2021 sampai dengan 26 Desember 2021.
Fasilitas pengolahan nikel atau smelter di Morowali, Sulawesi Tengah, ditargetkan selesai pembangunannya pada 2024.
Polda Sulteng berharap, kejadian ini tidak terulang lagi. Dan diakui, bahwa saat kejadian kekuatan pengamanan sangat minim ditambah bentrokan terjadi pada malam hari. .
KSPI menilai kerusuhan di Morowali Utara sudah dapat diduga karena kebijakan pemerintah tentang pembiaran derasnya TKA khususnya dari Tiongkok/China memang sudah sangat keterlaluan.
Dalam insiden tersebut, tiga orang yang merupakan karyawan PT GNI dikabarkan tewas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved