MENGUAK tentang sejarah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tentang keberadaan salah satu bangunan kuno yang diberi nama Langgar Bubrah menarik untuk disambangi. Lokasi cagar budaya ini terletak tidak jauh dari Menara Kudus, yakni kurang dari 1 kilometer, yakni di Desa Demangan RT 2 RW 4 Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.
Langgar Bubrah merupakan satu diantara bukti peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus. Diketahui dari cerita rakyat masyarakat beredar, usia langgar bubrah lebih tua dari pada menara Kudus yang saat ini menjadi icon Kota Kudus.
Keberadaannya berada di tengah kota Kudus, bangunan yang terdapat tulisan penanda bangunan cagar budaya yang keberadaanya harus dijaga. Arsitektur bangunannya pun berupa tumpukan batubata berwarna merah yang mengelilingi kompleks bangunan.
Bangunan yang berbentuk joglo berwarna kecoklatan, selain batubata juga dilengkapi dengan ukiran kuno yang masih melekat. Serta dibagian luarnya terdapat menhir dan yoni.
Langgar, di jaman dahulu dikenal sebagai tempat ibadah umat muslim. Sementara bubrah yang berarti dalam bahasa jawa yakni hancur. Langgar Bubrah atau orang kuno menyebutnya Sigit Bubar ini dahulunya bekas masjid yang sudah tidak terpakai, bangunan tersebut simbol akulturasi budaya antara Hindu dengan Islam.
Juru Kunci Langgar Bubrah, Fahmi Parijoto mengatakan, keberadaan bangunan cagar budaya langgar bubrah sendiri berasal dari era zaman Raden Pengeran Poncowati atau sebelum Sunan Kudus.
"Hindunya berasal dari zaman Raden Pangeran Poncowati, dahulu Sunan Kudus adalah senopatinya kerajaan Bintoro Demak yang diberikan tugas oleh Raden Patah untuk mengislamkan Kudus," kata Fahmi Parijoto, Jumat (10/2/2023).
Bangunan Langgar Bubrah, jelas Fahmi, merupakan salah satu sisa bangunan peradaban penyebaran agama Islam di Kabupaten Kudus dan sekitarnya. Dimana Raden Pangaran Poncowati yang terlebih dulu menempati bangunan langgar bubrah, kemudian memberikan hadiah kepada Sunan Kudus atau Syehk Ja'far Shodiq karena berhasil membuat Raden Poncowati dan pengikutnya memeluk agama Islam.
"Jadi waktu itu semua asetnya Poncowati diberikan Sunan Kudus, yakni Langgar Bubrah, keratonnya atau yang saat ini adalah Menara Kudus termasuk Komplek Gapura Padureksan itu milik Poncowati," ujarnya.
Termasuk bangunan Hindu waktu itu, berupa Menara Kudus, Langgar Dalem, Masjid Padureksan Kemudian Langgar Bubrah adalah murni bangunan berarsitektur Hindu yang menggunakan bata merah terakota.
Semua aset bangunan tersebut, jelas Fahmi, dihadiahkan kepada Sunan Kudus, namun karena Sunan Kudus tidak memperdulikan tahta dan harta. Semua aset yang digunakan Poncowati berserta pengikutnya dimanfaatkan untuk syiar Islam waktu itu.
Sementara usia Langgar Bubrah sendiri dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dari teori karbon dan alat pengukurnya, usia batubata diperkirakan sudah ada sejak tahun 1456 masehi. Dimana, usia tersebut sebelum terbangunnya Demak Bintoro yakni diperkirakan 1511 Masehi
yang artinya Langgar Bubrah sudah berdiri terlebih dahulu.
Alih fungsi bangunan yang dulu digunakan ibadah umat Hindu, sewaktu dipegang oleh Sunan Kudus menjadi tempat ibadah umat Islam.
Terpisah, menurut pemerhati sejarah di Kudus Edy Supranto mengatakan, keberadaan Langgar Bubrah banyak beredar informasi disebutkan sebagai bangunan yang terjadi pada era Islam. Namun, faktualnya ditemukan artefak-artefak kebudayaan pra-Islam.
Menurut dia, dalam terminologi, langgar atau juga bisa disebut musala pada umumnya digunakan untuk beribadah umat muslim, namun tempatnya yang kurang luas menjadikan pertanyaan tersendiri. "Apalagi ukuran perimamannya yang sempit. Agak janggal jika itu perimaman untuk shalat," jelasnya. (OL-13)
Baca Juga: GGN Jatim Kuatkan Silaturahmi dengan Pesantren di Kediri