OTONOMI Khusus (Otsus) Papua jilid satu banyak dikeluhkan masyarakat lantaran mereka kurang merasakan dampak positifnya. Ini mengindikasikan kegagalan para pemimpin di Papua mengimplementasikan kebijakan otsus.
Tokoh masyarakat dari Distrik Waibu Kabupaten Jayapura, Lazarus Dike, mengatakan itu dalam keterangan tertulis, Senin (5/12). Kepala Suku Dike Kampung Sosiri ini menilai para pemimpin Papua yang mengelola dana otsus kurang memiliki empati terhadap kesulitan hidup masyarakat kecil. Penyelewengan anggaran atsus yang terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari pejabat provinsi, kabupaten, hingga pengelola dana Kampung ialah cermin dari ketiadaan empati para pejabat daerah tersebut.
"Dalam diskusi-diskusi dengan masyarakat, kami melihat seperti itu. Dulu kami berteriak supaya ada otsus, supaya ada orang asli Papua yang jadi pemimpin. Namun setelah anak-anak Papua sendiri jadi pemimpin, malah banyak penyalahgunaan wewenang. Jadi yang terjadi ini sebenarnya karena penyelewengan, penyalahgunaan (anggaran) oleh para pemimpin-pemimpin ini, orang asli Papua sendiri, di tingkat gubernur, bupati, dan lain-lain," Kata Lazarus di Jayapura.
Lazarus yang semasa muda pernah bekerja pada NGO bernama Oikonomos Foundation Papua menyebut bahwa para pengelola bekerja penuh dedikasi, dana otsus yang begitu besar mengalir ke tanah Papua selama 20 tahun ini tentu sudah berhasil mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat Papua. "Kalau seandainya mereka jujur bekerja, dananya digunakan dengan baik, diatur dengan baik, pasti akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat Papua karena uang itu besar sekali. Kalau kami dengar nilainya triliunan itu. Masak untuk menyejahterakan orang Papua yang sedikit jumlahnya ini, susahnya setengah mati? Sampai sekarang Papua masih di bawah garis kemiskinan. Seharusnya tidak seperti itu kalau uang itu digunakan dengan baik," kata Lazarus.
Lazarus membandingkan yang pernah dilakukan NGO tempat ia bekerja, yaitu Oikonomos Foundation Papua di Wamena, sebelum ada otsus. Masyarakat lokal (Wamena), sebut Lazarus, dengan modal bergulir tanpa bunga yang dikucurkan NGO tersebut serta pendampingan intensif dari para volunteer NGO, mereka bisa mengembangkan potensi UMKM yang mereka kelola, seperti membuka kios, kerajinan, usaha tanaman sayuran, buah, dan peternakan. Hasilnya bisa dijual ke Jayapura dan Sentani menggunakan transportasi pesawat terbang.
Karena itu, Lazarus meminta, pada era otsus jilid dua, pengembangan potensi masyarakat lokal harus menjadi prioritas. Dengan demikian, kalau suatu saat otsus dihentikan, masyarakat Papua sudah bisa mandiri dalam berbagai aspek. "Sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur ekonomi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Otsus hanyalah prasyarat menuju kemandirian masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua. Ini karena Papua tidak bisa terus-menerus bergantung pada dana otsus," tegas Lazarus.
Lazarus berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa semua pejabat daerah dan pihak-pihak yang telah menyalahgunakan dana Otsus untuk memperkaya diri. Keberhasilan KPK mengungkap dan menghukum para pelaku korupsi, termasuk terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe, lanjut Lazarus, akan menjadi pendidikan moral yang berharga bagi seluruh orang Papua dan menjadi modal untuk menata Papua memasuki era otsus jilid dua.
"Kalau mau lihat Papua lebih baik ke depan, ini (para pelaku korupsi) harus dibersihkan sampai ke akar-akarnya, sampai yang terkecil, periksa semua. Itu harapan kami, sehingga ke depan perhatian yang diberikan oleh pemerintah pusat lewat otonomi khusus, bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Papua, bukan hanya segelintir orang saja yang menikmati," imbuhnya. (OL-14)