BERDASARKAN Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016, kriteria kerusakan lahan gambut ditandai dengan turunnya tinggi muka air tanah dibawah 0,4 m.
Adapun, berdasarkan data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Riau yang memiliki 25 unit TMAT, diketahui 20 unit telah mengindikasikan kategori bahaya. Lalu, sebanyak 4 unit mendekati 0,4 m dan 1 unit dalam kategori aman.
"Hal ini yang mendorong TMC untuk segera dilaksanakan. Kegiatan pembasahan lahan gambut di Riau merupakan langkah awal untuk TMC pembasahan lahan gambut di provinsi lainnya," ujar Kepala Pojka Teknik Restorasi BRGM Agus Yasin dalam keterangannya, Kamis (21/7).
Baca juga: Operasi TMC di Riau Masih Tunggu Kesiapan Pesawat TNI
Selain itu, berdasarkan hasil pemantauan Sistem Monitoring Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian LHK, dari 317 posko pengendalian karhutla di Riau, sejak awal Juli 2022 telah terjadi peningkatan eskalasi titik panas di wilayah tersebut.
Menurut prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), potensi bencana karhutla di Riau juga akan meningkat pada Juli-September 2022. Hal ini didasari sifat hujan pada Juli-Oktober di Riau, yang diprediksi normal hingga di bawah normal.
Baca juga: Monitoring Wilayah Rawan Karhutla Terus Dilakukan
Kemudian, juga berdasarkan pola tahunan jumlah kejadian hotspot di wilayah Sumatera, khususnya Riau, yang mencapai puncak pada Juli-Oktober 2022. Kondisi itu berpotensi memunculkan titik panas di lahan gambut. Sebab, terjadi penurunan kelembaban lahan gambut yang membuat semakin mudah terbakar.
"Atas dasar tersebut, BRGM meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melaksanakan teknologi modifikasi cuaca (TMC). Tujuannya pembasahan lahan gambut di wilayah Riau, guna mencegah karhutla," jelas Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Basar Manullang.(OL-11)