Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PEMBENTUKAN Daerah Otonomi Baru (DOB) dengan pemekaran Provinsi Induk Papua menjadi Provinsi Papua Pesisir Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah.
Sejauh ini pembentukan DOB telah menuai pro dan kontra kendati DOB telah menjadi pembahasan oleh DPR RI.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Adriana Elisabeth, M. Soc, Sc, mengatakan bahwa hal itu turunan perdebatan otonomi khusus (Otsus) sebelumnya. Pasalnya pemekaran telah dibahas dan merevisi Otsus.
“Kalau saya sendiri tidak mau terlibat dalam perdebatan itu. Terkait perdebatan Otsus semua pihak yang menolak dan menerima mereka semua mempunyai alasan. Ada kepentingan politik, karena elite-elite politik Papua juga bermain terkait jatah politik dan ekonomi. Dan juga elite politik Jakarta juga sama,” kata Adriana dalam keterengan pers, Selasa (10/5).
"Kalau bicara menerima, daerah relatif menerima, seperti Papua Pesisir Selatan, kalau dihitung dari berbagai aspek sudah siap dimekarkan," jelasnya.
Selain, selama ini alasan mereka merasa cenderung didiskriminasi Gubernur Papua, karena merasa perhatian pembangunan lebih ke wilayah utara sebaliknya minim ke wilayah selatan.
Menurut Adrianan, kalau memang siap harus dikaji lebih dalam, sejauh mana persiapan dan sebagainya. Termasuk persiapan penetapan ibu kota Provinsi Papua Tengah yang saat ini masih tarik menarik.
Baca juga: Ini Alasan Ketua Adat Anim Ha Papua Dukung Daerah Otonomi Baru
“Kalau menetapkan Timika sebagai ibu kota, memang akses ekonomi dan infrastruktur sudah siap, namun kalau berpikir pemekaran dalam pemerataan ekonomi, sebaiknya ditetapkan di Nabire. Timika itu dekat Jaya Wijaya," katanya.
"Sedangkan Provinsi Pegunungan Tengah yang ibukota Wamena dan Provinsi Papua Pesisir Selatan ibukota Merauke relatif tidak ada tarik menarik. Kenapa penduduk Jaya Wijaya mendukung Timika karena faktor lebih dekat dari ke Nabire,” ujar lulusan S3 University of Wollongong, Australia.
Lebih jauh, kata Adriana, kalau dilihat dari suara yang menolak usulan pemekaran itu, disebabkan karena pengusulan dilakukan oleh bupati (elite) terkait alasan ekonomi dan politik.
Kalau mereka menolak harus diselidiki kenapa berbeda dan lihat alasan-alasannya. Demikian juga yang menerima, misalnya bagaimana pertimbangan kesiapan. Kalau ada pemekaran DOB yang baru kan ada percepatan akses.
“Ada saya dengar mewacanakan pemekaran, karena ada birokasi pusat boleh dipindah ke sana. Selalu ada wacana-wacana itu. Jadi tidak mau terjebak hanya dalam pro dan kontranya,” kata Adriana mengingatkan.
MRP Menolak
Majelis Rakyat Papua (MRP) juga menolak paling tidak seperti disampaikan Ketuanya. MRP harus dipandang sebagai representasi kultrual masyarakat meski suara MRP juga tidak bulat.
"Sebetulnya yang menolak secara totalitas tidak ada. Catatan, pemekaran misalnya terkait kesiapan SDM yang akan duduk dibirokrasi seperti apa? Apakah pemekaran ini bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal? Sebab daerah baru itu biasa kesempatan buat migran (pendatang). Itu pemahaman umum yang terjadi," papar Adriana.
Perlu juga diperhitungkan terkait konflik, pegunungan tengah yang menjadi daerah hot spot (konflik) selama ini. Jadi kalau ada menolak itu masuk akal, harus didijelaskan alasan pemekaran lebih detail sehingga bisa diterima dengan baik.
“Menurut saya tidak harus dimekarkan secara serentak. Yang paling siap Papua Pesisir Selatan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah bilang sudah ada uangnya. Memang pemekaran harus memperhatikan infrastruktur dan akses,” paparnya.
Terkait Provinsi Papua Pegunungan Tengah karena ini daerah konflik besenjata, pemekaran sering diasumsikan bahwa nanti akan ada penambahan Kodam dan Polda baru sehingga dianggap ancaman, jadi kurang didukung.
Sekarang saja penambahan aparat juga belum tuntas. Ini perlu diperhatikan dan dijelaskan dulu, apa saja keuntungan bagi daerah yang dimekarkan. Jadi bukan totali menolak konsiderationnya harus diperhatikan.
Keuntungan pemekaran sudah pasti besar. Karena itu, secara umum ini terkait pertarungan elit politik saja. Kalau masyarakat itu sederhana bagaimana baiknya saja. Tidak bermaksud underestimate, mostly bagi masyarakat kalau pemekaran akan menguntungkan, kenapa tidak.
“Saya kira ini konflik elite terkait dua hal yaitu bicara jatah politik dan jatah ekonomi. Sesimpel itu saya lihat. Adakah elite memikiran kepentingan masyarakat?” Adriana bertanya balik.
Menolak pemekaran itu sama dengan menolak UU Otsus No 2 Tahun 2021 yang sekarang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Adraiana, ada tiga hal yang disampaikan dalam memutuskan persoalan Otsus dan pemekaran.
Pertama proses itu penting, apalagi di daerah konflik. Proses yang tidak terbuka dan melibatkan masyarakat bisa dicurigai dan tidak represntatif. Kedua, soal representasi sendiri, siapa yang dilibatkan, Papua beragam, keberagaman Indonesia paling tinggi dan paling heterogen ada di Papua.
Yang menolak itu kebanyakan di pegunungan tengah dengan alasan mereka sudah terbiasa dan daerah konflik.
Mereka khawatir bahwa pemekaran akan semakin membuat tidak kondusif daerahnya karena akan ada penambahan Kodam dan Polda.
Ketiga, substansi harus diaphami. Kenapa harus sekarang, urgensinya apa? Itu tidak pernah dijelaskan dan disosialisasikan secara luas sehingga orang bertanya-tanya.
“Proses politik penting bicara substansi dan representasi. Saya memakai pendekatan konsep negara kesejahteraan (state walfare),” pungkasnya. (RO/OL-09)
PENGAMAT Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth, berpendapat kunjungan dan pertemuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak mewakili seluruh Papua.
Baru-baru ini, pakar ilmu politik Ikrar Nusa Bhakti dalam sebuah dialog di TV mengatakan, politik di negeri ini sudah masuk kategori disgusting, bukan lagi interesting, bukan pula amusing.
PBB memperingatkan bahwa 40% hewan penyerbuk invertebrata (terutama lebah dan kupu-kupu), berisiko mengalami kepunahan global.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, (LIPI) mengungkapkan bahwa teknologi O3 dipercaya sebagai zat desinfektan yang efektif membunuh kuman dan bakteri.
Masalah di Indonesia, perubahan neraca air yang cenderung semakin defisit akibat perubahan iklim dan penggunaan air baku yang makin tinggi
Di antara seluruh negara-negara di dunia ada 17 negara yang dikategorikan dalam negara yang mempunyai megabiodiversity, termasuk Indonesia.
WACANA Kota Tangerang untuk memisahkan diri dari Provinsi Banten dan bergabung membentuk calon provinsi baru lewat pemekaran wilayah menyeruak.
Solo diwacanakan untuk diusulkan menjadi daerah istimewa. Menanggapi itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan istana membutuhkan waktu mempelajarinya
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengatakan tidak mempermasalahkan pemekaran Jawa Tengah menjadi empat provinsi selama pemekaran itu memberikan dampak positif.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur Lepi Ali Firmansyah bersama pimpinan DPRD lainnya, Susilawati, bertemu dengan Aanya Rina Casmayati, anggota DPD RI Perwakilan Jawa Barat
Rancangan besar tersebut, kata Bima Arya, untuk melihat kebutuhan ideal jumlah daerah di Indonesia baik itu provinsi, kota, ataupun kabupaten.
Subang Utara memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap optimal. Pemekaran wilayah diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved