Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
ANGGOTA DPR Papua memilih fokus membahas revisi Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dibanding mempermasalahkan penunjukan Pelaksana Harian (PlH) Gubernur Papua yang diserahkan kepada Sekretaris Daerah Papua. Dance Julian Falssy.
Anggota DPR Papua Boy Markus Dawir mengatakan, revisi UU Otsus itu sangat penting dan berdampak terhadap Orang Asli Papua (OAP) di Tanah Papua.
Menurutnya, revisi UU Otsus yang tengah berjalan di DPR RI itu sangat krusial sehingga perlu dikawal oleh seluruh elit politik dan rakyat Papua terutama DPR, MRP, bupati dan wali kota, pimpinan DPR provinsi, kabupaten dan kota serta masyarakat adat.
"“Maka saya dorong agar kita jangan terlalu banyak berpikir atau waktu kita terkuras habis membahas masalah Plh Gubernur itu. Kita harus tetap konsentrasi dengan revisi UU Otsus di DPR RI. Ini adalah momen kita Orang Asli Papua yang harus kita manfaatkan. Jika tidak maka kita akan rugi untuk 20 tahun ke depan," kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Papua itu.
Boy meyakini bahwa penunjukan Plh Gubernur Papua merupakan bagian dari pengalihan isu terhadap jalannya revisi UU Otsus di DPR RI.
“Ya, itu pengalihan isu. Karena dalam hitungan-hitungan strategi politik, itu sangat mempan untuk mengalihkan perhatian rakyat Papua, terutama para elit untuk bisa melakukan hal-hal yang kemudian akan berdampak hukum. Sedangkan, tuntutan masyarakat asli Papua hari ini, terkait misalnya terkait perubahan pasal 1 huruf t UU Otsus terkait definisi keaslian orang asli Papua yakni yang diangkat dan diakui itu, diminta untuk dihapus,” katanya.
Selain itu, juga ada tuntutan agar bukan hanya gubernur dan wakil gubernur saja yang orang asli Papua, tetapi juga ada tuntutan agar bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota harus orang asli Papua, termasuk pimpinan DPR di provinsi, kabupaten/kota harus orang asli Papua.
Baca juga : Jelang Pileg dan Pilpres 2024, Partai NasDem Kuatkan Kaderisasi dan Pendidikan Politik
Tidak hanya itu, juga ada tuntutan agar Otsus bukan hanya berlaku di provinsi saja, tetapi juga berlaku di kabupaten/kota, sehingga revisi kedua UU Otsus itu harus betul-betul berlaku di provinsi dan kabupaten/kota yang selama ini diminta oleh para bupati dan wali kota.
“Itu juga tuntutan selama ini oleh bupati dan wali kota di Papua bahwa Otsus juga berlaku di kabupaten/kota juga. Karena selama ini, UU Otsus berlaku di provinsi, sedangkan kabupaten/kota pakai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, akhirnya UU Otsus tidak bisa berjalan baik di kabupaten/kota di Papua,” paparnya.
Dikatakan dia, pokok revisi juga terkait kursi pengangkatan, mestinya bukan hanya berlaku di DPR Papua, tetapi juga harus berlaku di DPRD kabupaten/kota di Papua.
“Dengan berlakunya UU Otsus di kabupaten/kota, maka penyebutan DPRD kabupaten/kota akan berubah menjadi DPR Kabupaten/Kota,” ujarnya.
“Kita harus cari jalan dan segera untuk membuka komunikasi dengan DPR RI, sehingga saya sangat mengharapkan semua elit politik Papua yang menjabat dipercaya rakyat seperti para bupati dan wali kota, pimpinan dan anggota DPRD yang orang asli Papua agar bersama-sama membangun kekuatan untuk mengawal revisi UU Otsus di DPR RI saat ini,” katanya.
Apalagi, kata Boy, jika pada 5 Juli 2021, revisi UU Otsus itu sudah masuk dalam ranah panja di DPR RI,sehingga perlu segera membuka komunikasi-komunikasi untuk mendorong keinginan dan aspirasi dan kepentingan rakyat Papua untuk masuk dalam revisi UU Otsus itu, bukan hanya dua pasal saja agar ke depan tidak ribut lagi.
“Mari kita satukan kekuatan untuk minta itu. Kita kan minta dalam bingkai NKRI, bukan minta merdeka. Tapi kita minta sesuai aspirasi itu untuk disiapkan dan dimasukkan dalam revisi UU Otsus itu, sehingga kepentingan rakyat Papua itu, dalam bingkai NKRI masuk dalam UU Otsus, sehingga ketika masuk ke event politik dan keberpihakan kepada masyarakat adat dan lainnya, nah itu sudah bisa masuk terakomodir dalam UU Otsus nantinya dan tinggal dilaksanakan atau diimplementasikan,” pungkasnya. (OL-7)
Nason meminta majelis hakim PTUN Jakarta untuk membatalkan keputusan Mendagri tersebut.
MAJELIS Rakyat Papua (MRP) menjaring aspirasi masyarakat (asmara) terkait pelaksanaa Otonomi khusus (Otsus) di Papua dan Papua Barat yang akan berakhir tahun depan (2021)
MRP dianggap sebagai lembaga yang tepat untuk menampung aspirasi orang asli Papua terkait kebijakan Otonomi Khusus Papua yang akan berakhir pada 2021 yang akan datang.
Selama 20 tahun terakhir, KPPOD menilai pemberian dana otsus kepada Papua dan Papua Barat tidak berdampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
Gobay mengatakan terdapat lima mahasiswa yang luka-luka akibat tindakan represif yang dilakukan oleh kepolisian.
OTONOMI Khusus Papua dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakat Papua.
Sekretaris Dewan Adat Suku (DAS) Moy, Benhur Yaboisembut, S.Th, mengatakan Otsus harus tetap dilanjutkan, tetapi berlanjutnya Otsus harus benar-benar tepat sasaran kepada masyarakat Papua.
Ketua MRP (Majelis Rakyat Provinsi) Papua Barat Maxi Ahoren, menyatakan meski belum sepenuhnya sesuai dengan harapan, namun sebagian besar aspirasi mereka sudah masuk dalam revisi UU Otsus.
Masyarakat Papua khususnya yang tinggal di kabupaten Waimena mendukung kelanjutan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II.
Dalam rencana yang dibahas pemerintah dan DPR RI, akan ada tiga provinsi baru di Papua yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved