Pemerintah Berupaya Genjot Perekonomian Bali

M. Ilham Ramadhan Avisena
08/4/2021 16:28
Pemerintah Berupaya Genjot Perekonomian Bali
Petugas mengingatkan protokol kesehatan di kawasan Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Bali.(Antara)

PEMBATASAN mobilitas masyarakat untuk mencegah penyebaran virus covid-19 berdampak pada sektor pariwisata. Jumlah kunjungan wisatawan turun tajam, sehingga memengaruhi wilayah yang mengandalkan pariwisata sebagai denyut perekonomian.

Bali menjadi salah satu destinasi wisata yang kerap menjadi andalan untuk menarik wisatawan domestik maupun asing. Melemahnya geliat pariwisata di Bali juga berdampak pada pendapatan masyarakat, yang menggantungkan hidupnya dari sektor tersebut.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat okupansi hotel di Bali menurun tajam pada 2020, dengan terendah terjadi pada Mei dan Juni di angka 2,07%. Hal itu dikonfirmasi dengan turunnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali, yakni hanya 1,1 juta pada 2020. Padahal, sepanjang 2017-2019 jumlah wisatawan mancanegara selalu tembus 5 juta kunjungan.

Baca juga: Ini Problemnya jika Bali Terima Wisatawan Mancanegara saat Pandemi

Demikian juga dengan kunjungan wisatawan domestik ke Bali, yang tercatat hanya 4,6 juta pada 2020. Angka itu turun tajam dari periode 2019 yang mencapai 10,5 juta kunjungan. Padahal, kontribusi sektor pariwisata mencapai 30,3% terhadap perekonomian Bali. Alhasil, anjloknya sektor pariwisata berdampak negatif pada ekonomi Pulau Dewata.

“Masyarakat miskin, rentan miskin dan yang bekerja di sektor informal merupakan yang paling terdampak dari pandemi covid-19,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar Bali Economic and Investment Forum 2021, Kamis (8/4).

Pemerintah dikatakannya berupaya mengungkit perekonomian Bali melalui bantuan kepada dunia usaha. Namun, kebijakan itu dinilai belum berdampak signifikan. Pasalnya, dari relaksasi penundaan pembayaran pinjaman, baik cicilan maupun bunga, baru diterima oleh 17,89% pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Sedangkan, yang dibutuhkan mencapai 59,09% dari total UMK.

Lalu, bantuan modal usaha dibutuhkan oleh 82,96% pelaku UMK Bali. Namun, dukungan itu baru diterima oleh 10,73% pelaku UMK. Sama halnya dengan penundaan pembayaran pajak, tercatat baru 11,58% pelaku UMK Bali yang menerima insentif tersebut. Padahal, yang membutuhkan sekitar 54,34% dari total pelaku UMK Bali.

Menyoroti kemudahan pengajuan pinjaman, baru dirasakan 10,73% pelaku UMK dari yang membutuhkan sebanyak 62,52% pelaku UMK Bali. Kemudian, keringanan tagihan listrik baru diterima oleh 12,95% pelaku UMK. Padahal, yang membutuhkan sebanyak 74,11% dari total pelaku UMK Bali.

Baca juga: 2023, Defisit Anggaran Masih Sulit Kembali pada Level 3%

Pelaku UMK Bali yang mendapatkan bantuan pemasaran juga baru tercatat 8,86%, sedangkan yang membutuhkan dukungan mencapai 68,82% dari total pelaku UMK Bali. “Dari beberagai langkah yang sudah diberikan, kemampuan eksekusi program pemerintah masih belum bisa dirasakan,” pungkas Ani, sapaan akrabnya.

Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Fadjar Hutomo menyebut pihaknya terus mendorong sektor pariwisata Bali agar kembali menggeliat. Penerapan protokol kesehatan dan prorgam vaksinasi dinilai menjadi kunci utama untuk mengakselerasi pemulihan pariwisata dan ekonomi di Pulau Dewata.

“Ini semua bergantung pada kondisi penangnan kesehatan, sehingga vaksinasi (covid-19) menjadi faktor penting. Saya kira data progres vaksinasi di Bali cukup impresif,” tutur Fadjar.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya