Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Serobot Tanah 26 Pensiunan KLHK, Surya Dumai Group Digugat

Rudi Kurniawansyah
04/2/2021 03:40
Serobot Tanah 26 Pensiunan KLHK, Surya Dumai Group Digugat
Pensiunan KLHK.(MI/Rudi Kurniawansyah.)

SEBANYAK 26 pensiunan Departemen Kehutanan atau kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Riau menggugat PT Panca Surya Garden atau Surya Dumai Group ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru. Hal itu terkait kasus penyerobotan tanah seluas 8 hektare milik mereka di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Para pensiunan dan janda-janda yang merupakan mantan polisi kehutanan itu menuntut keadilan dan hak sebagai rakyat Indonesia karena perbuatan sewenang-wenang dari perusahaan sawit kapitalis besar itu. "Karena kejahatan selalu tidak sempurna. Dalam kasus ini ada dua surat yang diterbitkan, satu milik pensiunan dan satu lagi PT Panca Surya Garden atau Surya Dumai. Tidak mungkin ada dua surat dalam satu tanah. Karena itu kami akan membuktikannya ada surat yang tidak benar," kata kuasa hukum 26 pensiunan KLHK Marojan Panjaitan kepada Media Indonesia di PTUN Pekanbaru, Rabu (3/2).

Ia menjelaskan, saat ini perkara gugatan pensiunan kehutanan sudah melalui dua pertemuan untuk melengkapi berkas perkara. Perkara itu terdaftar di PTUN dengan nomor: 2/g/2021/ptun_pku tanggal 14 Januari 2020 dan majelis hakim yaitu ketua Selvie Ruthyorudh serta hakim anggota Misbah Hilmi dan anggota Enri. "Kami menuntut Hak Guna Bangunan (HGB) No 04 tahun 1996 yang dipegang Surya Dumai untuk dibatalkan," tegasnya.

Koordinator Pensiunan KLHK Sahnan Siregar mengatakan pihaknya sudah selama 7 tahun berjuang mengadukan persoalan penyerobotan tanah itu kepada semua pihak berwenang. Itu mulai dari aparat desa, kecamatan, pihak Surya Dumai, Kantor Agraria/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, sampai Kanwil BPN Riau.

Mereka pun mengadu kepada Bupati, DPRD, Gubernur, Komnas HAM, sampai hearing ke DPR, dan mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo. "Tapi tak ada respons sampai sekarang. Karena ini perusahaan besar dan kaya jadi mereka mengulur-ulur supaya kami putus asa dan menyerah," tutur Sahnan.

Sahnan mengungkapkan, tanah seluas 8 hektare milik pensiunan KLHK dimiliki berdasarkan surat keterangan tanah (SKT) tahun 1985 dan surat akta jual beli (AJB) tahun 1986 ditandatangani dan stempel langsung oleh Camat Siak Hulu Raja Thamsir Rahman.

Tanah kaveling para pensiunan itu dari 1990 hingga 1996 telah diakui kepemilikannya oleh PT Surya Dumai dengan mengirimkan perwakilannya untuk menawar tanah dengan harga Rp5.000-Rp20 ribu per meter. Lantaran penawaran terlalu rendah akhirnya batal.

"Pada saat itu mereka tidak berani menguasai lahan kaveling kami karena mereka tahu pemilik tanah anggota polisi kehutanan yang memiliki senjata. Ketika itu mereka berpikir untuk berbuat sewenang-wenang menguasai lahan kami," jelas Sahnan.

Ia melanjutkan, pada 1994 pihak PT Surya Dumai secara diam-diam meratakan tanah di atas tanah kaveling untuk menimbun daerah rawa-rawa di sekitar lapangan golf perusahaan. Kemudian pada 2007, para pensiunan mendapatkan informasi bahwa secara diam-diam pihak perusahaan telah membuat galian parit gajah selebar 6 meter yang membelah tanah kaveling menjadi 2 bagian yakni seluas 2 hektare di luar galian parit, dan satu bagian lagi seluas 8 hektare di dalam lokasi PT Surya Dumai.

"Kemudian pada April 2014 baru kami memperoleh bukti fotokopi surat yang menyatakan bahwa di atas tanah kami diterbitkan sertifikat tanah HGB No.04 tahun 1996. Selain itu ada bukti fotokopi yang menyatakan di atas tanah kami ada surat baru SKGR tahun 1990 yang ditandatangani Camat Siak Hulu Kurnia Zein. Padahal dalam surat AJB yang kami miliki Kurnia Zein juga ikut menandatangani sebagai saksi dari Kepala Kantor Kecamatan Siak Hulu," terang Sahnan.

Mengetahui hal itu, lanjut Sahnan, pihaknya langsung melakukan langkah mediasi dengan BPN mempertanyakan dasar menerbitkan sertifikat HGB. Selama 3 kali mediasi tak pernah hadir pejabat berwenang BPN dan perwakilan PT Surya Dumai.

Jawaban dari BPN hanya dasar izin lokasi tanpa bukti autentik hasil ganti rugi dari Kepala Desa Teratak Buluh dan SKGR yang tidak ditandatangani saksi sempadan yaitu pemilik tanah pensiunan KLHK. Padahal dasar AJB dan SKT para pensiunan KLHK lebih kuat untuk menjadi sertifikat hak milik tanah yang harus diterbitkan BPN.

"Selanjutnya selama bertahun-tahun kami menunggu jawaban dan respons dari pejabat berwenang tapi tak pernah ada. Tanah kaveling ini kami beli dari dipotong gaji setiap bulan dan PT Surya Dumai tahu bahwa tanah kaveling itu milik pegawai pensiunan kehutanan lengkap dengan surat kepemilikannya. Tetapi Surya Dumai dengan sewenang-wenang menguasainya tanpa mempedulikan hak-hak orang lain," tutur Sahnan. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik