Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Teknologi Dipadu Budidaya Magot untuk Solusi Sampah

Lilik Darmawan
29/11/2020 09:36
Teknologi Dipadu Budidaya Magot untuk Solusi Sampah
Budidaya magot di di Desa Kebocoran, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah(MI/Lilik Darmawan)

SEJUMLAH pemuda terlihat sibuk di sebuah ruangan di salah satu tanah lapang di Desa Kebocoran, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Mereka mencermati satu per satu kandang magot yang ditata sedemikian rupa, sehingga tetap bersih dan tak berbau. Sebagian besar telur telah mulai menjadi magot kecil. Magot atau belatung itulah yang nantinya dapat dibudidayakan menjadi magot dewasa untuk pakan ternak atau dilanjutkan jadi lalat hitam atau black soldier fly (BSF).

"Magot ini pakannya adalah sampah-sampah organik. Dengan demikian, budidaya magot sebetulnya juga menjadi alternatif untuk mengatasi persoalan sampah khususnya organik. Sehingga di sini ada tiga ruangan yang digunakan sebagai tempat budidaya. Ruangan pertama adalah peralatan pencacah sampah organik yang digunakan untuk pakan magot. Ruangan kedua adalah rumah magot dan ketiga rumah lalat," jelas salah satu petani muda sebagai pengelola budidaya magot, Agung Pamuji pada Sabtu (28/11)

Agung mengungkapkan bahwa Kelompok Budidaya Magot Makmur Lestari, kini tengah membudidayakan magot dan lalat hitam sekaligus. Hal itu dilakukan untuk menjaga siklus hidup BSF. 

"Memang, yang dibutuhkan adalah magot. Karena magot yang paling dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sendiri atau dapat langsung dijual. Tetapi, untuk menjaga siklus produksi magot, 
maka diperlukan budidaya lalat BSF. Kalau tidak, maka siklusnya tak akan terjaga dan mandek," jelasnya.

Saat sekarang, kelompoknya mengembangkan 100 gram telur BSF dan 10 kg pre pupa. Nantinya, 100 gram telur BSF akan dapat menghasilkan 2 kuintal magot. Saat sekarang, katanya, harga magot mencapai Rp5 ribu hingga 7 ribu per kg. Budidaya dari telur manjadi magot tidak terlalu lama hanya 12-14 hari saja. 

"Namun demikian, kami tidak akan menjual magot terlebih dahulu, karena harus mengejar lalat. Sehingga nantinya tidak akan dijual dan dilanjutkan ke pupa serta menjadi BSF. Hal ini penting, untuk menjaga siklus supaya terus berkelanjutan budidayanya," ujar dia.

Ia mengatakan, budidaya magot memang sangat bermanfaat, tidak saja mampu mengurangi sampah organik, namun juga dapat menekan konsumsi pakan pabrikan. Sebab, magot dapat menggantikan pakan untuk ternak maupun ikan. Di sisi lain, limbah atau bahan organik yang telah diurai oleh magot dapat dimanfaatkan untuk pupuk. 

"Bahan organik yang telah diurai disebut sebagai kasgot. Untuk yang kering langsung dapat pupuk dan air limbahnya difermentasi menjadi pupuk cair. Kalau di sini dipakai untuk 
pupuk tanaman hortikultura. Di tanah desa yang telah disewa ini, memang dikembangkan untuk pertanian terpadu," ungkapnya.

Pendamping kelompok dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Andi Ali Said Akbar, mengatakan bahwa budidaya magot berawal dari pemikiran mengenai pengelolaan sampah.

"Sekitar setengah tahun yang lalu, ada masalah sampah di Banyumas. Sampah banyak yang tak tertampung di tempat pembuangan akhir (TPA). Karena itulah, kami mengajukan bantuan teknologi tepat guna untuk pengolahan sampah yang dipadu dengan budidaya magot ke Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dan kami menggandeng  para pemuda di Desa Kebocoran," jelas Ali.

Ia mengatakan pengolahan sampah dengan teknologi terapan serta dipadukan budidaya magot, maka memiliki nilai tambah yang luar biasa.

"Mesin pencacah sampah organik bantuan Kemenristek ini memiliki kemampuan mencacah hingga 1 ton. Sampah organik yang telah diproses menjadi pakan dari magot. Setelah menjadi magot dewasa dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan. Jelas, hal itu akan mengurangi biaya pembelian pakan yang cukup besar. Bahkan, limbah atau hasil penguraian bahan organik oleh magot dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik," Ali.

baca juga: Barito Kuala Bagian Pengembangan Food Estate

Menurutnya, pengembangan selanjutnya adalah memberdayakan di tingkat rumah tangga. Sebab, pada awal sosialiasi, ada 25 yang ikut serta. 

"Sebagai motornya ada tiga orang, tetapi nantinya akan ditularkan ke masyarakat agar dapat membudidayakan di tingkat rumah tangga. Di sini, bisa diolah sampah organiknya dan dapat didistribusikan ke masing-masing rumah tangga menjadi pakan magot. Kalau sudah berjalan, tentu hal ini akan menambah pendapatan warga. Di sisi lain, warga juga diedukasi untuk memilah sampah. Sampah organik tidak dibuang begitu saja, melainkan dapat dimanfaatkan sebagai pakan magot," paparnya. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya