Ragam Hasil Hutan Penopang Hidup Masyarakat Kaki Meratus

Denny Susanto
26/10/2020 08:20
Ragam Hasil Hutan Penopang Hidup Masyarakat Kaki Meratus
Petani lebah sedang membudidayakan madu kelulut (meliponini) di Desa Haruyan Dayak, Pegunungan Meratus, Kalsel.(MI/Denny Susanto)

SUASANA desa-desa di kaki Pegunungan Meratus yang dilalui rombongan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai mendadak sepi. Tidak tampak aktivitas warga bertani (ladang) atau pun hilir mudik warga masyarakat adat di sepanjang jalan desa. Usut punya usut ternyata warga ketakutan melihat iring-iringan petugas KPH berseragam Polisi Hutan yang menggunakan kendaraan trail dan mobil rimba ini.

Warga sempat ketakutan. Mereka mengira ada razia covid -19 atau karhutla," tutur Kepala Desa Haruyan Dayak, Suhadi Anang, Minggu (26/10).

Anang meminta maklum atas kekhawatiran warga desa, pasalnya banyak warga tidak mengerti soal protokol kesehatan dan takut akan disuntik covid -19. Selain itu saat ini adalah musim berladang atau tanam padi gunung bagi warga kaki Pegunungan Meratus dimana proses pembukaan lahannya dengan cara dibakar.

Dari namanya Desa Haruyan Dayak, merupakan  desa terpencil dihuni masyarakat adat Suku Dayak Bukit (Meratus). Desa yang masuk program Komonitas Adat Terpencil (KAT) ini berada di wilayah Kecamatan Hantakan dan dapat berjarak sekitar 20 kilometer dari ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah atau dapat ditempuh satu jam melalui jalur darat akibat kondisi jalan pegunungan sebagian masih rusak.

Masyarakat Desa Haruyan Dayak maupun desa-desa yang ada disepanjang kaki Pegunungan Meratus di wilayah Kalimantan Selatan kehidupannya mengandal alam sekitar. Selain berladang sumber utama penghasilan masyarakat desa adalah sebagai pencari kayu, berburu juga memanen hasil hutan seperti kemiri, kayu manis dan karet.  Meski bermukim di daerah terpencil namun masyarakat pegunungan Meratus ini tidak bisa dibilang miskin, karena hasil hutan yang mereka panen cukup menjanjikan. Rata-rata tiap keluarga memiliki kendaraan roda dua dan beberapa diantaranya mobil untuk mengangkut dan menjual hasil panen. 

Mereka juga memiliki hand phone bermerek tak kalah dengan orang kota, meski signal hampir tidak ada dan hanya muncul di beberapa lokasi tertentu. Masuknya jaringan listrik setahun lalu membuat warga bisa melengkapi kebutuhan sekunder mereka seperti kulkas, televisi dan kipas angin.

"Guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan upaya menjaga kelestarian kawasan hutan, pemerintah melalui Dinas Kehutanan menggulirkan program perhutanan sosial. Di Desa Haruyan Dayak ini yang dikembangkan adalah tanaman sengon dan madu kelulut," tutur Kepala KPH Hulu Sungai, Rudiono Herlambang. 

Madu Kelulut yang banyak diminati

Sejauh ini ada belasan ragam jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) baik yang sudah digeluti masyarakat lokal secara turun temurun maupun baru dikembangkan pemerintah daerah. Irvan, Kepala Seksi Pemasaran dan Pengolahan Hasil Hutan dan PNBP Dinas Kehutanan Kalsel, menyebut produk HHBK antara lain madu alam, kopi lokal, gula merah, beras merah, minyak kemiri. Ada juga olahan jamur, minyak sereh, minyak buah ulin, kayu manis, jamu-jamuan, tikar lampit, kursi rotan serta juga obyek wisata alam.

baca juga: Genjot Produksi, Aceh Barat Usulkan Cetak Sawah 10.000 Ha

Salah satu produk HHBK yang banyak diminati adalah madu kelulut (meliponini). Lebah kelulut adalah lebah tidak bersengat yang menghasilkan madu dengan rasa sedikit asam. Lebih jenis ini juga memakan sari bunga, namun sering bersarang di dalam batang pohon atau kayu berlobang.

"Madu kelulut lebih banyak kasiatnya dan lebih sulit dikumpulkan sehingga harganya lebih mahal hingga dua kali lipat dibanding madu alam umumnya," tutur Irvan. 

Jika dulu masyarakat memanen madu kelulut dengan cara menebang pohon sarang madu, kini madu kelulut sudah banyak dibudidayakan melalui teknik sarang buatan (stup). Kini Dinas Kehutanan Kalsel mengembangkan madu kelulut sebagai salah satu HHBK dengan melibatkan kelompok tani hutan (KTH) di sembilan KPH yang tersebar di wilayah Kalsel. (OL-3)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya