DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) selama tahapan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 ini, sudah menerima laporan terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu sebanyak 98 kasus. Hal itu diungkapkan Komisioner DKPPU, Teguh Prasetyo pada kegiatan 'Ngetren Media: Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media, di Makassar Sulawesi Selatan, Kamis (17/9) malam.
Ia pun menyebutkan, modus-modus pelanggaran kode etik paling banyak, yaitu perlakukan tidak adil pada proses pemilihan, dan tidak adanya upaya hukum yang efektif. Dari 98 kasus memenuhi syarat pelanggaran untuk ditindaklanjuti. Pelanggaran besar adalah kasus kasus penyalahgunaan kewenangan, amoral atau asusila, keberpihakan, dan
penyuapan.
"Kalau yang terbaru ini, ada kasus penyalahgunaan kewenangan pada pembentukan PPK, PPS, pembentukan TPS dan pemenuhan syarat bagi calon perseorangan. Dan pelanggaran terbanyak itu di Papua, Medan, Kendari. Sementara Makassar, Sulsel masih pada level normal," ungkap Teguh.
baca juga: Partai Koalisi Pendukung Edi-Weng Rapat Pemantapan Pemenangan
Pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu di Sulsel itu, belum ada yang sampai pada level pemecatan. Saat ini masih tahap peringatan keras.
Teguh juga menyebutkan, jika kontestasi Pilkada 2020 ini sangat berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Lantaran ini paling berat karena kondisi pandemi virus korona.
"Hanya saat ini ada pandemi dalam sejarah panjang pemilu di Indonesia," sebutnya.
Terkait aturan konser di tengah pandemi, Teguh menegaskan bahwa peraturan KPU bisa digugat. Namun DKPP tidak bisa intervensi dalam konsep.
"Kita hanya menilai Peraturan KPU apakah akan menimbulkan banyak orang berkumpul dan menyalahi protokol kesehatan," pungkasnya. (OL-3)