Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pengolahan Sampah Jadi RDF, Hasilkan Energi, Kurangi Emisi

Lilik Darmawan
30/8/2020 07:54
Pengolahan Sampah Jadi RDF, Hasilkan Energi, Kurangi Emisi
Pekerja beraktivitas di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) refuse-derived fuel (RDF) di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Cilacap.(MI/LILIK DARMAWAN)

SEJUMLAH truk pembawa sampah masuk ke kompleks tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (28/8) lalu.

Truk warna kuning itu kemudian menumpahkan sampah yang dibawanya. Belasan warga sudah berada di posisi untuk memilah. Sampah yang telah dipilah, kemudian memasuki proses  pengeringan. Setelah itu dilakukan pencacahan dan pengayakan. Selesai sudah prosesnya dan sampah menjadi refuse-derived fuel (RDF). Bentuknya masih seperti sampah, tetapi begitu kering, RDF merupakan sampah yang mudah terbakar dan telah mengalami pemilahan serta diproses melalui pencacahan, pengayakan dan klasifikasi udara.

Sudah sebulan lebih, pemrosesan sampah menjadi RDF berlangsung. Ada tiga produk yang dihasilkan dalam proses ini, yakni RDF, kemudian pupuk serta residu. Namun, residu tersebut dapat diproses kembali dari awal.

Baca juga: KostraTani Disambut Optimisme Penyuluh Purwakarta

"Setiap harinya, sampah yang diolah mencapai 120 ton. Sampah itu sebagian besar dari kawasan Kota Cilacap dan kecamatan sekitarnya. Sehingga dalam sebulan terakhir, sampah yang diolah mencapai 3.600 ton," jelas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cilacap Awaluddin Muuri kepada Media Indonesia.

Dari pemrosesan sebanyak 120 ton sampah, produksi RDF mencapai 40-50 ton setiap harinya.

"Pemkab Cilacap, selaku pengelola RDF, telah menjalin kerja sama dengan perusahaan yang bergerak di sektor semen yakni Solusi Bangun Indonesia (SBI). Jadi, RDF yang dihasilkan langsung diangkut ke pabrik SBI untuk dijadikan bahan bakar pengganti batu bara. Memang belum sepenuhnya mampu mengganti batu bara, tetapi setidaknya telah menjadi alternatif. PT SBI membeli RDF senilai Rp300 ribu setiap ton," ujarnya.

Ketika peresmian TPST RDF, akhir Juli lalu, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin mengatakan pengelolaan sampah di Jateng masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Sebab, pengelolaannya tidaklah mudah. Namun, hadirnya TPST RDF di Cilacap membuka mata bahwa ternyata dengan pengolahan yang baik dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar industri semen. Tentu ini sesuatu yang dapat ditiru di tempat lainnya.

"Pengolahan sampah menjadi RDF sebagai pengganti batu bara memiliki nilai ekonomis. Pengolahan dengan sistem semacam ini lebih efisien, karena dapat menggunakan lahan sempit dan fleksibel. Juga mengurangi pencemaran baik air, tanah maupun udara. Pengolahan sampah menjadi RDF ini, mampu menurunkan emisi 19 ribu ton CO2 emisi serta gas metana. Selain itu, dapat mengurangi konsumsi batu bara, karena sampah RDF bisa sebagai pengganti," kata Wagub.

Pembangunan infrastruktur dan instalasi RDF di Cilacap tersebut dimulai sejak 2017 dan melibatkan berbagai kementerian serta Kedutaan Besar Denmark serta Pemprov Jateng, Pemkab Cilacap, dan PT SBI.

RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil. Fasilitas RDF tersebut berada di atas lahan seluas 3 hektare (ha) dan pembangunannya menelan dana Rp90 miliar.

"Investasi awal memang cukup besar, tetapi setara dengan manfaatnya," ujarnya.

Tonggak Baru

Pada saat diresmikan akhir Juli lalu, Direktur Jenderal Pengeloalaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Rahmawati menyebut pengolahan sampah dengan sistem RDF merupakan tonggak baru.

"Pengolahan sampah menjadi RDF merupakan salah satu tonggak baru penanganan sampah di Indonesia. Bahkan, RDF kemudian dimanfaatkan menjadi energi sebagai alternatif pengganti batu bara," jelasnya.

Ia menambahkan sebagai bahan energi pengganti batu bara, potensinya cukup besar karena dapat dimanfaatkan pada industri semen atau pembangkit listrik.

"RDF sebagai bahan bakar dapat dimanfaatkan industri semen dan PLTU. Apalagi di Indonesia, memiliki 34 titik pabrik semen dan 50 lebih PLTU. Potensi sampahnya besar, ada 28 ribu ton yang dapat diolah setiap harinya," katanya.

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan produk sampah RDF memang dapat mengurangi konsumsi batu bara, sebab dapat digunakan sebagai bahan bakar di PLTU atau industri semen.

"Dari studi yang ada, hasil olahan ini dapat memberikan substitusi 3% dari kebutuhan batu bara. Sehingga sangat membantu dan biaya produksi lebih murah jika dibandingkan dengan harga batu bara," katanya.

Ia menjelaskan perusahaan yang menggunakan bahan bakar sampah RDF mengeluarkan ongkos Rp300 ribu per ton atau US$20. Sedangkan harga batu bara dalam satu ton mencapai US$40-50. Padahal, nilai kalorinya sama 3 ribu kalori per ton. Sehingga, sebetulnya dengan memanfaatkan sampah RDF sebagai bahan bakar, lebih hemat jika dibandingkan dengan batu bara.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan ketika meresmikan RDF di Cilacap mengatakan RDF merupakan sistem pengelolaan sampah yang dapat diterapkan di tempat lain di seluruh Indonesia. Pengelolaan sampah dengan teknologi RDF dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya.

"Teknologi ini menjadi terobosan pengelolaan sampah, sehingga mampu mengurangi sampah yang masuk TPA. Selama ini, keberadaan TPA selalu menjadi menjadi masalah lingkungan dan sosial," kata Luhut.

Ia mengatakan pemerintah tengah memetakan potensi pemanfaatan RDF, karena sistem ini dapat diterapkan di berbagai daerah.

Pemerintah sepakat melakukan pembangunan RDF di sejumlah daerah. Sebab, potensi sampah di Indonesia mencapai 28 ribu ton setiap hari. Dengan adanya RDF, akan menjadi alternatif penyelesaian.

Luhut juga akan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) agar ikut serta dalam membangun teknologi dan sistem pengolahan sampah RDF.

"Sehingga teknologinya merupakan buatan anak bangsa. Biaya  pembuatan teknologinya diperkirakan mencapai Rp70 miliar hingga Rp80 miliar setiap unit. Jika pembuatannya banyak, maka cost juga dapat dikurangi. Jika rata-rata daerah menghasilkan sampah 200 ton per hari, akan dapat dilaksanakan. Saat sekarang sudah ada 34 kabupaten dan kota yang siap sebagai tempat dibangunnya RDF," tegasnya.

Contoh telah ada, solusi penanganan sampah dengan memproses sampah menjadi RDF merupakan alternatif yang baik. Karena hasil olahannya menjadi bahan bakar yang bernilai ekonomis. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya