Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Bertahan di Saat Krisis Dengan Olahan Kelinci

Tosiani
17/8/2020 12:06
Bertahan di Saat Krisis Dengan Olahan Kelinci
Olahan sate kelinci yang dibuat Abdul Kholim,26 warga Maron, Temanggung, Jawa Tengah menjadi jalan keluar untuk bangkit dari krisis ekonomi(MI/Tosiani)

UNTUK menyiasati di masa sulit seperti sekarang ini, warga Kabupaten Temanggung yakni Abdul Kholim dan kakaknya Hanif Sepiyanto tetap bertahan dengan beternak kelinci. Kholim sudah merintis budi daya kelinci selama dua tahun terakhir. Sedangkan kakaknya Hanif sudah menjadi peternak kelinci sejak delapan tahun lalu.

Awal mula ternak kelinci ini cukup kairs. Namun sejak terjadi pandemi, Hanif yang biasanya memasok kelinci ke sejumlah tempat wisata lokal seperti Bandungan, Kopeng dan Kedung Songo jadi terhambat karena lokasi wisata tersebut ditutup.

"Saya sangat bingung. Pasaran kelinci hidup turun. Kelinci numpuk di kandang dan tidak bisa menjualnya. Penghasilan tidak ada selama beberapa bulan. Padahal harus tetap menafkahi keluarga," tutur Kholim.

Pada saat kondisi sulit tersebut malah terpikir ide menjual olahan kelinci. Secara autodidak Kholim belajar membuat masakan dari kelinci. Di antaranya sate, rica, dan bakso kejam (kelinci-jamur). Ia berupaya memasarkannya secara online dengan harga jual kisaran Rp10 ribu hingga Rp30 ribu per porsi.

Tak dinyana, respons masyarakat cukup positif. Dalam dua bulan terakhir ia telah mendirikan kedai olahan kelinci di daerah Maron. Omzet yang didapat dari menjual olahan kelinci itu rata-rata mencapai Rp1 juta per minggu.

"Hanya saja kendalanya jual olahan, kalau tidak habis sehari jadi kurang fresh, resikonya dibuang. Tapi tidak sampai rugi karena masih tertutup keuntungan dari daging olahan yang terjual. Mau coba jual yang frozen tapi masih harus belajar,"ungkap Kholim.

Sedangkan kakaknya, Hanif masih bertahan menjual kelinci hidup karena belakangan sudah mulai ada pesanan. Dalam kondisi normal sebelum pandemik, omzet penjualan kelinci hidup yang didapat Hanif bisa mencapai rata-rata Rp7 juta sampai Rp10 juta per bulan. Area penjualannya selain tempat wisata lokal juga dikirim ke Kalimantan, Purbalingga, Sumatera dan Pasuruan.

baca juga: Memperkenalkan Borobudur dan Prambanan Lewat Twin World Heritage

Kelinci indukannya masih didapat melalui import dari Eropa. Adapun harga jualnya, untuk bibit umur 5-7 bulan dijual Rp500 ribu per ekor indukan grade B siap produk. Harga indukan kelinci grade A bisa mencapai Rp2 juta per ekor, dan grade C Rp350 ribu per ekor. Kelinci siap potong umur 3-4 bulan dipasarkan dengan harga Rp80 ribu-Rp100 ribu per ekor.

"Bagi saya, sewaktu krisis saat pandemik malah bisa melihat peluang bisnis yang cukup bagus dari kelinci olahan. Jadi tidak lagi fokus menjual kelinci hidup," pungkas Kholim. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya