Warga 10 Desa di Lembata masih Tersandera Konflik Kawasan Hutan

Alex P Taum
09/7/2020 10:15
 Warga 10 Desa di Lembata masih Tersandera Konflik Kawasan Hutan
Warga dari 10 desa yang tinggal di kawasan hutan lindung Hadakewa-Labalekang dan Natu menyampaikan aspirasi.(MI/Alex P Taum)

WARGA yang kini bermukim di 10 desa di kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, masih tersandra konflik kawasan hutan. Meski bermukim di atas tanah ulayatnya sendiri, namun warga tidak bisa bebas memanfaatkan lahan di dalam kawasan hutan. Sepuluh desa itu berada di dalam kawasan hutan lindung Hadakewa-Labalekang (RTK.130), sedangkan satu desa berada di dalam  kawasan hutan lindung Natu.

"Desa-desa yang masuk dalam kawasan hutan Hadakewa-Labalekang adalah Desa Liwulagang di Kecamatan Nagawutung, di Kecamatan Nubatukan ada di Desa Paubokol dan Belobatang. Wilayah Leragere dan Leralodo, Kecamatan Lebatukan itu seluruhnya. Mulai dari Desa Lewoeleng, Lamadale,  Balurebong, Seranggorang, Lodotodokowa, Atakowa, Banitobo, Lamalela dan  Wade masuk dalam kawasan hutan lindung. Wilayah tersebut di tetapkan dengan SK 3911 Tahun 2014 dan saat ini dalam proses penyesuaian. Sedangkan pada kawasan hutan Natu di Desa Mahal, sebanyak 25 ha dikeluarkan dari kawasan hutantan," ujar Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Lembata, Linus Lawe, Kamis (9/7).

Kesulitan memanfaatkan lahan di dalam Kawasan hutan lindung tersebut dikeluhkan oleh Kepala Desa Paubokol, Kecamatan Nubatukan, Thomas Igo Udak dalam forum rapat pembahasan hasil pemancangan sementara kawasan hutan lindung.

Rapat yang digelar Balai Pemantapan Kawasan hutan (BPKH) wilayah IV, Kupang, bersama KPH Kabupaten Lembata di aula Hotel Palm Lewoleba, Kamis (9/7) menghadirkan  menghadirkan kepala desa dan Ketua BPD 10 Desa yang kini  bermukim di dalam kawasan hutan Hadakewa-Labalekang dan kawasan hutan Natu. 

Kepala Desa Paubokol, Thomas Igo Udak mengatakan, pemanfaatan lahan di desanya telah mengantarkan seorang warganya dipenjara karena memotong kayu jati di kebun miliknya sendiri. Warga itu tidak tahu kalau wilayah administratif Desa Paubokol berada di dalam kawasan hutan lindung Hadakewa-Labalekang 

Menurut Thomas Igo Udak, peristiwa yang terjadi pada 2015 silam itu higga saat ini masih menghantui warga desa. Mereka juga tidak bisa memanfaatkan lahan di dalam hutan untuk kehidupan sehari-hari. Adapun wilayah administrasi Desa Paubokol seluas 8.000 ha dan seluruhnya masuk di dalam kawasan hutan Hadakewa-Labalekang (RTK.130).

Karena desakan pemanfaatan ruang, Pemkab Lembata mengusulkan 592,40 ha lahan di wilayah administratif Desa Paubokol dialih fungsikan dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Namun usulan itu hanya disetujui seluas 154,96 ha oleh Kementerian Kehutanan RI.

"Kami minta Panitia, Balai Pemantapan Kawasan hutan (BPKH) wilayah IV, Kupang, bersama KPH Kabupaten Lembata, supaya sisa kawasan hutan yang belum dikeluarkan dari kawasan hutan itu supaya bisa diproses. Kalau hanya 154,96 Ha saja yang dikeluarkan berarti ysisanya itu lahan masyarakat yang sedang kerjakan. Lahan kebun warga itu sudah ditanami dengan pohon-pohon. Hal ini menjadi konflik, karena ada tanah masyarakat keluar dari Kawasan hutan, ada yang tidak. Maka saya sangat mengharapkan Pemerintah memproses alih fungsi lahan di dalam Kawasan hutan itu," ujar Thomas. Udak.

baca juga: Kalsel Siaga Karhutla

Menanggapi hal itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Lembata, Linus Lawe mengatakan, piaknya menyiapkan mekanisme pemanfaatan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada lahan yang sudah dikeluarkan darikKawasan hutan. Mekanisme ini bertujuan memberi sertifikasi lahan warga. (OL-3)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya