Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Organisasi Lingkungan Kalsel Kecewa Pulau Laut Ditambang

Denny Susanto
27/8/2019 12:30
Organisasi Lingkungan Kalsel Kecewa Pulau Laut Ditambang
Aktivitas Penambangan di Pulau Laut Kabupaten Kotabaru.(ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

SEJUMLAH organisasi lingkungan di Kalimantan Selatan kecewa dengan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan perusahaan tambang PT SILO Grup di tingkat kasasi terhadap Gubernur Kalimantan Selatan atas pencabutan tiga Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Laut Kabupaten Kotabaru.

Hingga kini, Pemprov Kalsel telah mencabut 619 IUP mineral dan batu bara di wilayah tersebut.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, menegaskan pihaknya akan tetap memperjuangkan penolakan aktivitas pertambangan di kawasan Pulau Laut dan pulau-pulau kecil lain di wilayah Kalsel.

"Kita kecewa dengan keputusan MA ini yang secara otomatis melegalkan izin penambangan batu bara di Pulau Laut," kata Kisworo, Selasa (27/8).

Selain Pulau Laut, aktivitas tambang batu bara dan bijih besi sudah lebih dulu beroperasi di pulau kecil lainnya di Kabupaten Kotabaru yaitu Pulau Sebuku.

Sejumlah organisasi lingkungan dan mayoritas masyarakat termasuk Dewan Adat Dayak (DAD) Kotabaru menolak adanya aktivitas pertambangan di wilayah Pulau Laut, Kotabaru, karena ancaman kerusakan lingkungan.

Baca juga:  Masyarakat Kalsel Serukan Penyelamatan Pegunungan Meratus

Sebelumnya Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, telah mencabut IUP operasional tiga perusahaan PT Silo Grup masing-masing PT Sebuku Sejaka Coal, PT Sebuku Tanjung Coal, dan PT Sebuku Batubai Coal. Dasar pencabutan IUP ini adalah ancaman kerusakan lingkungan dan tuntutan warga yang menolak tambang di Pulau Laut. Selain itu adanya kajian daya dukung lingkungan Pulau Laut yang tidak memungkinkan ditambang.

Terkait putusan MA ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalsel, Nurul Fajar Desira, mengatakan Pemprov Kalsel tetap akan membela kepentingan masyarakat dengan memperketat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan serta menuntut janji perusahaan yang menyatakan komitmen membangun Pulau Laut.

"Keputusan MA itu bersifat final, meski kecewa tetapi kita harus menghormati keputusan tersebut. Yang bisa Pemprov Kalsel lakukan adalah melakukan pengawasan aktivitas perusahaan sesuai ketentuan serta menagih janji atau komitmen perusahaan terhadap daerah," tegas Nurul Fajar.

Ada beberapa janji perusahaan yang ditandatangani melalui akta notaris untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah dan masyarakat sekitar. Di antaranya, pembangunan jembatan Pulau Laut dan penyediaan air bersih bagi warga Pulau Laut yang memang sering dilanda krisis air.

Dalam desain awal, jembatan yang akan menghubungkan Pulau Laut ibu kota Kabupaten Kotabaru dengan pulau Kalimantan di Kabupaten Tanah Bumbu ini sepanjang 6,475 kilometer dengan perkiraan biaya hingga Rp3,6 triliun. Jembatan ini akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.

Sejauh ini, Pemprov Kalsel telah mengambil alih pembangunan jembatan melalui sharing dana APBN dan APBD provinsi serta Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru untuk pembebasan lahan dan jembatan pendekat (oprit).

"Kita menawarkan PT Silo untuk membangun jembatan utama sepanjang 700 meter sehingga proses pembangunan jembatan dapat selesai sesuai target 2023 mendatang," ujar Kepala Dinas PUPR Kalsel, Roy Rizali Anwar.

Jembatan Kotabaru diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan mengatasi kendala konektivitas masyarakat di wilayah Pulau Laut, ibu kota Kabupaten Kotabaru.

Kepala Biro Hukum Pemprov Kalsel, Fidayen, mengatakan beberapa waktu lalu MA telah memutuskan memenangkan gugatan PT SILO Grup melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra terhadap Gubernur Kalsel.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya