Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KENAIKAN tarif air bersih di rumah susun (rusun) Jakarta memicu gelombang protes dari para penghuni. Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menunda pemberlakuan tarif baru yang dinilai tidak adil dan membebani masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta, mengungkapkan bahwa tarif air bersih melonjak hingga 71%, dari Rp12.550 menjadi Rp21.500 per meter kubik. Kenaikan ini dianggap memberatkan penghuni rusun yang mayoritas berasal dari kalangan MBR.
“Tarif baru PAM Jaya sangat tidak berpihak kepada rakyat kecil. Rusun disamakan dengan apartemen komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan, padahal fungsinya berbeda. Ini jelas tidak adil,” tegas Adjit di Jakarta, Jumat (7/2).
Adjit menyoroti ketidakadilan dalam klasifikasi tarif tersebut, yang menempatkan rusun sejajar dengan properti komersial. Ia menyebut bahwa penghuni rusun kini harus membayar lebih mahal dibandingkan dengan penghuni rumah besar di kawasan elit seperti Pondok Indah.
“Sangat ironis jika Pemprov DKI mendorong MBR tinggal di rusun, tetapi setelahnya justru dikenakan tarif air bersih tertinggi. Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat,” tambahnya.
P3RSI telah melakukan berbagai langkah untuk menolak kebijakan ini, termasuk audiensi dengan PAM Jaya, pengajuan laporan ke Balai Kota DKI Jakarta, dan surat resmi kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta.
“Kami meminta kebijakan ini ditunda dan didiskusikan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan. Jika suara kami tetap diabaikan, puluhan ribu penghuni rusun siap menggelar unjuk rasa hingga tuntutan kami dipenuhi,” ujar Adjit.
Di sisi lain, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, juga menuntut penundaan tarif baru.
Menurutnya, tidak ada urgensi menaikkan tarif air di 2025, mengingat PAM Jaya mencatat keuntungan signifikan sejak 2017, dengan laba tertinggi Rp1,2 triliun pada 2023 dan dividen Rp62 miliar pada 2024. Namun, tingkat kebocoran air (Non-Revenue Water) tetap tinggi, berkisar 42-46%.
“Dasar hukum kenaikan tarif ini pun masih bisa diperdebatkan. Air minum didefinisikan sebagai air yang siap diminum dan memenuhi syarat kesehatan, sedangkan yang dinikmati warga selama ini adalah air bersih, bukan air minum,” jelas Francine.
Ia menegaskan bahwa sesuai Keputusan Gubernur 730 tahun 2024, kenaikan tarif seharusnya diterapkan untuk air minum, bukan air bersih. Oleh karena itu, PAM Jaya diminta membedakan tarif antara air minum dan air bersih serta menunda penerapan tarif baru ini.
“Dengan banyaknya pro dan kontra serta dasar hukum yang belum jelas, PAM Jaya sebaiknya menunda kenaikan tarif air bersih di 2025 ini,” tutup Francine.
Protes dari berbagai pihak ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif air bersih masih membutuhkan kajian mendalam agar tidak merugikan masyarakat, terutama kalangan MBR yang bergantung pada hunian rusun. (Z-10)
Film Keluarga Besar mengangkat ide cerita tentang sebuah keluarga berbadan besar yang tinggal di rumah susun (rusun).
Masyarakat diminta untuk terus bersabar dan tidak mengeluh jika masih tidak mau direlokasi ke rusun Jagakarsa.
WAKIL Gubernur DKI Jakarta Rano Karno tengah mempertimbangkan untuk membangun rumah susun (rusun) di kawasan Kali Krukut segmen Jalan NIS, Cilandak Timur, Pasar Minggu,
Korban kebakaran Kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran yang rumahnya ludes terbakar tidak bersedia direlokasi ke rumah susun (rusun).
Akibat kenaikan tarif air bersih ini yang mencapai 71%, beban yang ditanggung pemilik dan penghuni rumah susun makin berat
Ketimpangan perlakuan tarif air bersih bagi penghuni rumah susun dan minimnya keterlibatan warga dalam pengelolaan hunian vertikal kembali menjadi sorotan.
Upaya yang dilakukan oleh komunitas penghuni rumah susun di Jakarta dalam memperjuangkan keadilan tarif air bersih akhirnya membuahkan hasil.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved