Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Kenaikan Tarif Air Bersih Rusun Jakarta Memicu Protes, Warga Tuntut Penundaan

 Gana Buana
07/2/2025 17:27
Kenaikan Tarif Air Bersih Rusun Jakarta Memicu Protes, Warga Tuntut Penundaan
Tarif air bersih Jakarta naik(Freepik)

KENAIKAN tarif air bersih di rumah susun (rusun) Jakarta memicu gelombang protes dari para penghuni. Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menunda pemberlakuan tarif baru yang dinilai tidak adil dan membebani masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta, mengungkapkan bahwa tarif air bersih melonjak hingga 71%, dari Rp12.550 menjadi Rp21.500 per meter kubik. Kenaikan ini dianggap memberatkan penghuni rusun yang mayoritas berasal dari kalangan MBR.

“Tarif baru PAM Jaya sangat tidak berpihak kepada rakyat kecil. Rusun disamakan dengan apartemen komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan, padahal fungsinya berbeda. Ini jelas tidak adil,” tegas Adjit di Jakarta, Jumat (7/2).

Adjit menyoroti ketidakadilan dalam klasifikasi tarif tersebut, yang menempatkan rusun sejajar dengan properti komersial. Ia menyebut bahwa penghuni rusun kini harus membayar lebih mahal dibandingkan dengan penghuni rumah besar di kawasan elit seperti Pondok Indah.

“Sangat ironis jika Pemprov DKI mendorong MBR tinggal di rusun, tetapi setelahnya justru dikenakan tarif air bersih tertinggi. Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat,” tambahnya.

P3RSI telah melakukan berbagai langkah untuk menolak kebijakan ini, termasuk audiensi dengan PAM Jaya, pengajuan laporan ke Balai Kota DKI Jakarta, dan surat resmi kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta.

“Kami meminta kebijakan ini ditunda dan didiskusikan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan. Jika suara kami tetap diabaikan, puluhan ribu penghuni rusun siap menggelar unjuk rasa hingga tuntutan kami dipenuhi,” ujar Adjit.

Di sisi lain, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, juga menuntut penundaan tarif baru.

Menurutnya, tidak ada urgensi menaikkan tarif air di 2025, mengingat PAM Jaya mencatat keuntungan signifikan sejak 2017, dengan laba tertinggi Rp1,2 triliun pada 2023 dan dividen Rp62 miliar pada 2024. Namun, tingkat kebocoran air (Non-Revenue Water) tetap tinggi, berkisar 42-46%.

“Dasar hukum kenaikan tarif ini pun masih bisa diperdebatkan. Air minum didefinisikan sebagai air yang siap diminum dan memenuhi syarat kesehatan, sedangkan yang dinikmati warga selama ini adalah air bersih, bukan air minum,” jelas Francine.

Ia menegaskan bahwa sesuai Keputusan Gubernur 730 tahun 2024, kenaikan tarif seharusnya diterapkan untuk air minum, bukan air bersih. Oleh karena itu, PAM Jaya diminta membedakan tarif antara air minum dan air bersih serta menunda penerapan tarif baru ini.

“Dengan banyaknya pro dan kontra serta dasar hukum yang belum jelas, PAM Jaya sebaiknya menunda kenaikan tarif air bersih di 2025 ini,” tutup Francine.

Protes dari berbagai pihak ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif air bersih masih membutuhkan kajian mendalam agar tidak merugikan masyarakat, terutama kalangan MBR yang bergantung pada hunian rusun. (Z-10)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik