Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SEORANG warga Jakarta Selatan (Jaksel) Suhendri Ardiansyah diduga menjadi korban penyekapan di Myanmar. Keluarganya telah mengadukan kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini ke Bareskrim Polri.
"Saat ini fokus kami adalah meminta pergerakan pemerintah dan kepolisian Indonesia untuk memulangkan Hendri," kata sepupu Suhendri, Yohanna, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (12/8).
Yohanna mengungkapkan bahwa ini adalah kunjungannya yang ketiga kali ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pada kunjungan kedua, dia disarankan berkonsultasi dengan tim Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan TPPO. Kali ini, ia membuat pengaduan masyarakat (dumas) disertai penyerahan bukti-bukti.
Baca juga : 26 WNI Korban TPPO Myanmar Tiba di Tanah Air Hari Ini
"Salah satu buktinya adalah percakapan chat antara Hendri dan temannya yang mengajak. Selain itu, ada juga laporan dari Kemenlu dan BP2MI serta rekaman suara yang kami serahkan dalam bentuk flash disk," ujar Yohanna.
Yohanna mengaku juga sudah melapor ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pihak Kemenlu meminta keluarganya untuk menunggu perkembangan dan memastikan akan memberikan informasi terbaru kepada keluarga.
"Terkait Kemenlu, kemarin kami mendapat kabar bahwa mereka baru berhasil memulangkan satu WNI pada tanggal 30 Juli. Prosesnya bertahap, seperti kloter. Entah sepupu saya ini termasuk dalam kloter ke berapa, kami tidak tahu," ungkap Yohanna.
Baca juga : Polri: Bandar Judi Tersebar di Mekong Region Countries
Yohanna menceritakan awal mula saudaranya menjadi korban penyekapan di Myanmar. Dia menjelaskan Suhendri awalnya diajak bekerja di Thailand oleh temannya, Risky. Suhendri yang sedang menganggur tergiur dengan ajakan tersebut, terutama karena Risky sudah berada di Negeri Gajah Putih itu.
"Risky mengabarkan bahwa bosnya sedang mencari tenaga kerja dan dia disuruh mencari 10 orang untuk membentuk satu tim," tutur Yohanna.
Suhendri yang sudah akrab dengan Risky tidak ragu berangkat ke Thailand pada 11 Juli 2024. Di hari yang sama ketika tiba di Thailand, Suhendri langsung bertemu dengan Risky dan diajak ke penginapan.
Baca juga : 7 Polwan Dikirim Jadi Petugas Pelayanan Ibadah Haji
Selama empat hari di Thailand, Suhendri masih bersama Risky dan komunikasi dengan keluarga berjalan lancar. Namun, setelah empat hari, Risky mengaku mendapat arahan dari bosnya untuk memberangkatkan Suhendri lebih dulu ke perusahaan yang berada di Mae Sot, sebuah kota di Thailand.
"Risky disuruh mencari 10 orang lagi, tapi kenapa tidak menunggu sampai timnya lengkap? Katanya, 'Tidak apa-apa, kita berangkatkan saja dulu Hendri. Kami juga sudah menyiapkan tempat di perusahaan di sana'," ucap Yohanna.
Suhendri kemudian berangkat bersama Risky ke sebuah terminal dengan mobil yang sama. Setibanya di terminal, Risky dan Suhendri berpisah karena Risky disuruh tetap tinggal di Thailand untuk menunggu kloter kedua yang masih kurang sembilan orang.
Baca juga : Seorang WNI Dievakuasi dari Wilayah Konflik di Myanmar
Suhendri kemudian berangkat bersama beberapa orang India ke Mae Sot. Namun, setelah delapan jam perjalanan, Suhendri mulai curiga karena belum sampai di Mae Sot. Dia pun bertanya kepada Risky melalui pesan singkat. Risky meminta Suhendri untuk tetap berpikir positif dan mengikuti arahan bos.
"Setelah empat jam berlalu, jadi total perjalanan sekitar 12 jam, Hendri tiba-tiba sampai di Myanmar. Begitu turun, dia langsung chat Risky, 'Ky, ternyata gue nyampenya di Myanmar, bukan di Mae Sot'. Perusahaan yang disebutkan bos ternyata jauh dari ekspektasi, tempatnya jorok, kotor, kumuh, sama sekali tidak seperti kantor, lebih mirip rumah susun yang sangat kumuh," jelas Yohanna.
Risky yang telah pulang ke Indonesia pada 30 Juli 2024 mengaku sudah tidak berkomunikasi lagi dengan Suhendri. Hal ini, menurut Yohanna, menjadi tanda tanya besar bagi keluarga. Sebab, Risky yang mengajak Suhendri justru bisa kembali ke Tanah Air dengan selamat.
"Sedangkan kami mendapat telepon dari Hendri yang mengatakan bahwa dia di sana disekap dan disiksa karena orang-orang di sana meminta tebusan sebesar 30 ribu USD. Selama uang itu belum dikirim, Hendri selalu disiksa setiap kali dia menelepon kami. Dia juga tidak diberi makan, bahkan untuk minum pun dia harus menunggu hujan," ungkap Yohanna.
Komunikasi terakhir dengan Suhendri, para pelaku penyekapan meminta 30 persen dari 30 ribu USD jika keluarganya tidak sanggup membayar penuh. Yohanna menyebut jika dihitung-hitung nilainya masih di atas Rp100 juta. Sedangkan, Suhendri berasal dari keluarga yang tidak mampu.
"Dia pun mau berangkat ke sana untuk mendapatkan gaji yang besar, untuk membahagiakan keluarganya. Tapi, kenyataannya dia malah ditawan dan dimintai tebusan," katanya.
Bahkan, pelaku penyekapan disebut meminta 30 persen uang tebusan itu disertai ancaman. Pelaku mengancam akan mengamputasi kaki dan tangan Suhendri jika uang tidak segera dikirim dalam waktu empat hari.
"Saya hanya bisa berdoa semoga itu hanya gertakan saja. Kami benar-benar tidak mampu secara finansial. Oleh karena itu, pihak keluarga hanya bisa meminta bantuan dari pemerintah dan kepolisian," pungkasnya. (P-5)
KEDUTAAN Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok, Thailand, mengimbau WNI menghubungi hotline Konsuler KBRI Bangkok jika ada yang terdampak konflik Thailand-Kamboja.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, telah kehilangan status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) secara otomatis.
Pemerintah untuk berhati-hati dalam memutuskan permohonan kewarganegaraan kembali dari Satria Kumbara, eks Marinir TNI AL yang menjadi tentara relawan Rusia.
PRESIDEN Presiden Prabowo Subianto menanggapi kabar yang menyebut Amerika Serikat (AS) bisa mengelola data pribadi warga negara Indonesia (WNI).
MANTAN anggota Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Satria Arta Kumbara, kembali menjadi sorotan setelah menyatakan keinginannya untuk pulang ke Indonesia.
Usai amnesti terhadap AP diberikan, WNI tersebut dideportasi ke luar Myanmar pada 19 Juli 2025 melalui Thailand sebelum tiba di tanah air.
LEBIH dari 500 orang terdiri dari warga sipil dan tentara Myanmar melarikan diri ke wilayah Thailand pada Sabtu (13/7) setelah terjadi serangan oleh kelompok etnis bersenjata.
ANGGOTA Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyatakan pemerintah tak perlu menggunakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk membebaskan WNI selebgram yang ditahan di Myanmar.
Kemenlu tengah menangani kasus hukum yang menimpa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial AP, yang ditangkap oleh otoritas Myanmar pada 20 Desember 2024.
KETUA DPR RI Puan Maharani mendesak pemerintah untuk segera memberikan bantuan dan perlindungan kepada seorang selebgram asal Indonesia yang ditahan oleh otoritas Myanmar.
Abraham Sridjaja mendorong Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk membebaskan selebgran asal Indonesia yang ditahan oleh pemerintah Myanmar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved