Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Mantan Marinir TNI yang Gabung Militer Rusia Ingin Pulang, DPR: Perlu Diselidiki Serius

Ferdian Ananda Majni
23/7/2025 10:28
Mantan Marinir TNI yang Gabung Militer Rusia Ingin Pulang, DPR: Perlu Diselidiki Serius
Satria Arta Kumbara.(Youtube)

MANTAN anggota Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Satria Arta Kumbara, kembali menjadi sorotan setelah menyatakan keinginannya untuk pulang ke Indonesia. 

Sebelumnya, pada Mei 2025, nama Satria sempat viral setelah diketahui bergabung sebagai tentara bayaran di Rusia yang terlibat dalam konflik bersenjata di Ukraina.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Andreas Hugo Pareira mengaku heran dan meminta agar kasus ini diselidiki lebih lanjut oleh instansi terkait.

"Ini jarang terjadi. Kok bisa ada marinir yang bergabung dengan pasukan negara lain dan berperang untuk negara lain?" kata Andreas kepada wartawan, Selasa (22/7).

Andreas menilai tindakan Satria melanggar sumpah prajurit dan aturan militer Indonesia. Dia juga menyinggung bahwa status kewarganegaraan Satria otomatis gugur.

"Ini pasti melanggar sumpah Sapta Marga prajurit. Kemudian sistem keprajuritan kita tidak mengenal tentara bayaran," jelasnya.

Dia mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, khususnya Bab IV Pasal 23 Poin d dan e. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR lain, Dave Laksono, mengingatkan agar permintaan Satria diproses secara hati-hati dengan mengedepankan prinsip hukum dan kedaulatan negara.

"Saya memandang isu ini perlu disikapi secara cermat dan berlandaskan prinsip hukum, nasionalisme, serta komitmen terhadap integritas kewarganegaraan Indonesia," kata Dave.

Dia menegaskan bahwa jika benar Satria bergabung dengan militer asing tanpa izin, status WNI-nya bisa dicabut sesuai hukum.

"Karena itu, perlu dipastikan secara administratif apakah yang bersangkutan sudah kehilangan atau melepaskan kewarganegaraannya sesuai aturan hukum," ujarnya.

Menurut Dave, kesetiaan terhadap NKRI menjadi aspek utama dalam proses pengembalian status kewarganegaraan. Mengingat latar belakang militer Satria, loyalitas menjadi faktor penting dalam penilaian.

"Kami mendukung koordinasi antara Kemenkumham, Kemenlu, dan Mabes TNI untuk menetapkan langkah hukum dan administrasi yang sesuai. Prinsip kehati-hatian perlu diterapkan agar keputusan yang diambil tidak mencederai rasa keadilan masyarakat dan prinsip kedaulatan negara," tambahnya.

Sebaliknya Anggota Komisi I DPR, Farah Puteri Nahlia, menyatakan keberatan atas permohonan Satria untuk kembali ke tanah air. Dia menekankan bahwa kepentingan nasional harus menjadi prioritas utama.

"Dalam menyikapi permohonan yang bersangkutan, sudah sepatutnya kita mengedepankan perspektif kepentingan nasional di atas pertimbangan lainnya. Penegakan supremasi hukum harus menjadi landasan utama," tegas Farah.

Farah juga menyoroti bahwa Satria telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan dipecat secara tidak hormat oleh Pengadilan Militer II-08 Jakarta karena desersi sejak 13 Juni 2022. Vonis tersebut berkekuatan hukum tetap sejak 17 April 2023.

"Hukum kewarganegaraan kita tidak mengenal dalih ketidaktahuan, terutama bagi mereka yang pernah bersumpah menjaga kedaulatan negara. Ini soal penegakan aturan dan martabat bangsa," ujarnya.

Sebagai mantan prajurit yang sudah menjalani pendidikan militer, menurut Farah, seharusnya memahami dengan baik makna loyalitas terhadap negara.

"Alasan tidak tahu sulit diterima dari seseorang yang pernah berikrar untuk setia kepada NKRI. Sumpah Prajurit dan Sapta Marga merupakan ikrar tertinggi seorang abdi negara," pungkasnya. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya