Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Akademisi Unpam Desak Polres Tangsel Tuntaskan Kasus Pelecehan Seksual Santri

Syarief Oebaidillah
16/12/2023 19:05
Akademisi Unpam Desak Polres Tangsel Tuntaskan Kasus Pelecehan Seksual Santri
Ilustrasi pelecehan seksual(Freepik)

KASUS kekekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren terus terjadi. Kali ini pada sebuah ponpes di Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Sebagaimana diberitakan Media Indonesia, Kepala UPT PPA Kota Tangsel Tri Purwanto kepada wartawan mengungkapkan, tiga santriwati berinisial Q, 15, F, 14, dan L, 12, menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan pimpinan ponpes tersebut.

Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Tangsel tertera dengan nomor: LP/B/2112/IX/2023/SPKT/Res Tangsel tanggal 29 September 2023.

"Saya turut prihatin atas peristiwa tersebut. Kepolisian khususnya Polres Tangsel harus segera menyelesaikan penyidikan dan terbuka sebagai bentuk transparansi kepada publik," tegas Halimah Humayrah Tuanaya, dosen Pidana dan Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam) kepada Media Indonesia di Pamulang, Tangsel, Sabtu (16/12),

Ia juga menyarankan agar kepolisian tidak hanya menerapkan Undang-Undang Perlindungan Anak saja dalam menjerat pelaku. 


Baca juga: Polisi Tangkap Pria Hendak Tusuk Imam Musala Jakarta Timur


"Tetapi juga menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Jadi di-juncto-kan dengan UU TPKS," ujar Halimah. 

Hal ini, lanjut dia, bertujuan untuk memudahkan pembuktian, karena UU TPKS menyederhanakan pembuktian dan mengatur hak-hak yang harus didapat korban, seperti hak pemulihan, restitusi, kompensasi, rehabilitasi, serta hak-hak lainnya.

Hemat dia, terus terjadinya kekerasan seksual salah satunya disebabkan masalah relasi sosial dan budaya patriarki yang terus mengakar pada masyarakat Indonesia. Kekerasan seksual menjadi berlangsung lama dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang. 

"Masalah ketimpangan relasi sosial antara korban dan pelaku, seperti hubungan antara guru, ustaz atau kiai dengan murid atau santri membuat korban enggan, sungkan, tidak berani dan tidak berdaya melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya," katanya.

Halimah, yang juga aktivis hukum dan perempuan ini, mengingatkan kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih sungguh-sungguh. "Mengingat pelaku adalah pimpinan pesantren yang memiliki kekuasaan hingga saat ini, maka besar kemungkinan masih ada korban lain," cetus Halimah.

Sehingga, lanjut dia, penyidikan dan penyelidikan jangan hanya berfokus pada korban yang telah melapor. "Polisi harus terus menggali kemungkinan adanya korban-korban lainnya," pungkasnya. (I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya