Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Polri Tambah Sangkaan pada Eks Ketum FPI Terkait Penghasutan

Yakub Pryatama
11/2/2021 09:56
Polri Tambah Sangkaan pada Eks Ketum FPI Terkait Penghasutan
Kerumunan menunggu kedatangan Rizieq Shihab di Petamburan(ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

BARESKRIM Polri menambahkan pasal jeratan terhadap tersangka eks Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Shabri Lubis terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan covid-19 dalam kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Shabri ditetapkan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya dengan jeratan undang-undang Kekarantinaan Kesehatan dan melawan petugas (216 KUHP).

Namun, Shabri juga dikenakan pasal 160 KUHP terkait penghasutan. Tambahan pasal terhadap Shabri terjadi pelanggaran usai kasus prokes di Petamburan dilimpahkan ke Kejagung, 

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi menyebut penambahan pasal tersebut berdasarkan petunjuk dari jaksa penuntut umum (JPU).

"Berdasarkan fakta materiil dan petunjuk JPU dalam P19," terang Andi, Kamis (11/2).

Baca juga: Bareskrim Jerat Eks Ketum FPI dengan Pasal Berlapis

Adapun arti dari fakta materiil adalah fakta yang menunjukan sikap batin jahat pelaku, yaitu fakta-fakta yang mendorong dilakukannya perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang.

Adapun dalam perkara pelanggaran prokes di Petamburan, ada lima tersangka lain selain Rizieq dan Shabri Lubis yang dijerat. Mereka ialah eks Panglima FPI Maman Suryadi, Kepala Seksi Acara Habib Idrus. Ketua Panitia Acara Haris Ubaidilah, Sekretaris Panitia Acara Ali bin Alwi Alatas.

“Tidak semua (tersangka dijerat 160 KUHP), saya gak lihat berkasnya. Tapi yang jelas (pasal) 160 itu ada,” ungkap Karo Penmas Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono.

Adapun isi Pasal 160 KUHP yakni Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya