Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
OMBUDSMAN Perwakilan Jakarta Raya tidak kaget dengan fakta perkantoran menjadi klaster baru penyebaran covid-19. Hal ini bahkan sudah diprediksi sebelumnya.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, berpendapat munculnya klaster perkantoran disebabkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjatuhkan sanksi administrasi dan denda. Dalam hal ini, terhadap perusahaan swasta maupun instansi pemerintah.
Sanksi dalam PSBB transisi, lanjut dia, hanya ditopang aturan tingkat gubernur. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, peraturan daerah (perda) merupakan aturan yang bisa mengikat dan memaksa kepatuhan warga atau badan hukum.
Baca juga: Jakarta Catat Rekor, Anies: Kami Terus Lacak Penyebaran Covid-19
"Di wilayah tempat kerja, peraturan selain pergub adalah SK Kadisnaker. Itu sangat lemah. Adanya pergub bisa dianggap tidak ada keseetujuan rakyat dalam peraturan, karena tidak ada peran DPRD,” pungkas Teguh saat dihubungi, Rabu (29/7).
“Kalau perda kan dibentuk bersama DPRD. Artinya, ada persetujuan dari masyarakat. Jadi sangat mudah digugat sebagai perkara perdata, bila perusahaan tidak terima dengan sanksi berdasarkan pergub," imbuh Teguh.
Selama dasar hukum tidak kuat, kata dia, pelanggaran akan terus terjadi. Ketidakpatuhan di lingkungan perkantoran seharusnya sudah bisa dideteksi melalui penggunaan transportasi.
Baca juga: Cegah Klaster Perkantoran, Karyawan Jangan Berkerumun di Kantin
"PT KCI selalu mengatakan antrean panjang dan jumlah penumpang setiap pekan naik 4-7%. Bahkan, 420 ribu penumpang per hari, yang mendekati batas psikologis 50% dari total penumpang. Belum lagi dilihat dari kendaraan pribadi sudah 98%. Polda Metro Jaya sudah mulai kepayahan menghadapi lalu lintas," paparnya.
Tegus menilai sudah waktunya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan DPRD DKI Jakarta membentuk perda terkait PSBB transisi. Materinya bisa bersumber dari pergub dan surat keputusan.
"Kalau eksekutif tidak mau mengajukan, DPRD bisa kok. Itu sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011. Karena ini keadaan yang mendesak," tandas Teguh.(OL-11)
"Sejauh ini belum pernah ada modeling atau simulasi yang dilakukan untuk mitigasi pelayanan di pasar. Saya lihat tidak ada pergerakan kebijakan serius dari Pemprov DKI khususnya Pasar Jaya."
"Setiap pasar sebaiknya tidak perlu memiliki banyak pintu. Hanya beberapa, dan orang yang masuk bisa di cek di pintu masuk dan keluar. Perlu diawasi dan dibatasi warga yang masuk ke pasar."
"Kami menilai secara regulatif SK sudah berkesesuaian dengan permendikbud tersebut dan lebih baik persesuaiannya jika dibandingkan dengan juknis PPDB tahun sebelumnya," kata Teguh.
"Dari penjelasan Dinas Pendidikan DKI tadi ditemukan bahwa kesesuaian antara juknis SK Kadisdik No 501 itu sangat tinggi dengan Permendikbud No 44/2019."
"Kami meminta Kepala SMKN 1, 2, 3 untuk menjelaskan permasalahan sistem saat PPDB lalu kebijakan apa yang diambil untuk penyelesaiannya."
Pemerintah DKI ancam cabut izin operasi perusahaan yang lalai dalam penerapan protokol selama beroperasi. Diketahui, klaster dari perkantoran menyumbang kasus covid-19 di Jakarta.
Pengawasan ASN yang diterjukan untuk mengawasi perkantoran harus ditambah karena kantor kini menjadi potensi penyebaran covid-19.
Selama masa transisi, pelonggaran aktivitas dibuka oleh Pemprov DKI. Untuk perkantoran sejak 8 Juni lalu perusahaan diizinkan beroperasi dengan menerapkan pembatasan jumlah karyawan.
Petugas atau aparat keamanan harus dikerahkan lebih banyak lagi untuk mengawasi daerah-daerah perkantoran.
Selama masa PSBB masa transisi sejak 5 Juni hingga kemarin (27/7), ada empat perusahaan swasta di DKI Jakarta yang ditutup sebab ada karyawannya yang positif covid-19
Kepala Satpol PP Jakarta Timur Budhy Novian menuturkan telah melakukan sidak ke Kantor tvOne semalam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved