Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Klaster Perkantoran Melonjak, Ombudsman: Akibat Dasar Hukum Lemah

Putri Anisa Yuliani
29/7/2020 18:57
Klaster Perkantoran Melonjak, Ombudsman: Akibat Dasar Hukum Lemah
Antara/Rivan Awal(Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di salah satu ruangan kantor wilayah Jakarta. )

OMBUDSMAN Perwakilan Jakarta Raya tidak kaget dengan fakta perkantoran menjadi klaster baru penyebaran covid-19. Hal ini bahkan sudah diprediksi sebelumnya.

Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, berpendapat munculnya klaster perkantoran disebabkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjatuhkan sanksi administrasi dan denda. Dalam hal ini, terhadap perusahaan swasta maupun instansi pemerintah.

Sanksi dalam PSBB transisi, lanjut dia, hanya ditopang aturan tingkat gubernur. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, peraturan daerah (perda) merupakan aturan yang bisa mengikat dan memaksa kepatuhan warga atau badan hukum.

Baca juga: Jakarta Catat Rekor, Anies: Kami Terus Lacak Penyebaran Covid-19

"Di wilayah tempat kerja, peraturan selain pergub adalah SK Kadisnaker. Itu sangat lemah. Adanya pergub bisa dianggap tidak ada keseetujuan rakyat dalam peraturan, karena tidak ada peran DPRD,” pungkas Teguh saat dihubungi, Rabu (29/7).

“Kalau perda kan dibentuk bersama DPRD. Artinya, ada persetujuan dari masyarakat. Jadi sangat mudah digugat sebagai perkara perdata, bila perusahaan tidak terima dengan sanksi berdasarkan pergub," imbuh Teguh.

Selama dasar hukum tidak kuat, kata dia, pelanggaran akan terus terjadi. Ketidakpatuhan di lingkungan perkantoran seharusnya sudah bisa dideteksi melalui penggunaan transportasi.

Baca juga: Cegah Klaster Perkantoran, Karyawan Jangan Berkerumun di Kantin

"PT KCI selalu mengatakan antrean panjang dan jumlah penumpang setiap pekan naik 4-7%. Bahkan, 420 ribu penumpang per hari, yang mendekati batas psikologis 50% dari total penumpang. Belum lagi dilihat dari kendaraan pribadi sudah 98%. Polda Metro Jaya sudah mulai kepayahan menghadapi lalu lintas," paparnya.

Tegus menilai sudah waktunya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan DPRD DKI Jakarta membentuk perda terkait PSBB transisi. Materinya bisa bersumber dari pergub dan surat keputusan.

"Kalau eksekutif tidak mau mengajukan, DPRD bisa kok. Itu sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011. Karena ini keadaan yang mendesak," tandas Teguh.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya