Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya tetap melanjutkan reklamasi empat pulau dari yang direncanakan 17 pulau di Teluk Jakarta. Kelanjutan itu dilakukan karena empat pulau itu sudah berbentuk dan sudah hampir selesai.
Keempat pulau itu adalah Pulau C dan D. Lalu, ada pulau G yang dinamakan Pulau Kita, Maju, Bersama dan Pulau N yang merupakan bagian dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Namun, ada satu hal yang ditemukan oleh peneliti dari Populi Center Hartanto Rosojati, yakni tidak adanya porsi bagi nelayan dan warga berpenghasilan rendah di pulau yang sudah jadi tersebut.
"Pulau reklamasi, yakni Kita, Maju, dan Bersama diserahkan pengelolaannya kepada PT Jakarta Propertindo yang juga BUMD DKI. Nah, tugas Jakpro selain mengelola harusnya juga membangun rusun untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), pasar khusus ikan, serta restoran hasil laut bagi warga nelayan agar bisa berusaha di sana, dan juga berbagai fasilitas publik," kata Hartanto dalam webinar bertajuk 'Menyikapi Proyek Reklamasi Ancol' yang digelar oleh Populi Center, Kamis (23/7).
Namun, hal itu kata Hartanto, sama sekali tidak terwujud. Dia mendatangi langsung salah satu pulau yang kini sudah memiliki fasilitas publik cukup lengkap, yakni Pulau Maju. Menurutnya, di sana bertebaran spanduk-spanduk penjualan properti bernilai miliaran rupiah.
"Jadi, justru itu (rusun untuk MBR atau pasar ikan) tidak saya temukan. Malah banyak spanduk-spanduk yang menawarkan rumah bernilai miliaran yang logisnya tidak bisa dicapai oleh warga pesisir dan nelayan yang mengandalkan tangkapan ikan," paparnya.
Baca juga: Anies Sebut Reklamasi Ancol Bisa Atasi Banjir, Pakar: Salah Besar
"Bagaimana untuk kepentingan rakyat kalau masuk Ancol saja kita harus bayar," tukasnya.
Hal ini menegaskan bahwa hasil dari reklamasi di mana pun tidak ada yang gratis yang bisa dinikmati oleh warga.
Hartanto juga berpendapat bahwa Anies memanfaatkan persoalan pengerukkan sungai dan waduk yang lumpurnya ditimbun menjadi daratan untuk memberikan kesempatan pada pengembang, yakni PT Pembangunan Jaya Ancol untuk meraup untung.
"Dasar argumennya lemah. Mana ada reklamasi hanya dari lumpur-lumpur kerukan sungai? Pasti dibutuhkan material lain seperti pasir untuk mereklamasi. Jadi, alasan pengerukan lumpur yang ditimbun menjadi daratan dan kemudian ingin diperluas itu ya argumen tak berdasar," tegas Hartanto. (OL-14)