Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Ombudsman Periksa 3 Kepala SMKN di Depok Terkait Zonasi PPDB

Kisar Rajaguguk
21/7/2020 18:41
 Ombudsman Periksa 3 Kepala SMKN di Depok Terkait Zonasi PPDB
Gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di kawasan Rasuna Said, Jakarta, Minggu (19/7).(MI/SUSANTO)

OMBUDSMAN Jakarta Raya memanggil dan memeriksa 3 Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Kota Depok, Selasa (21/7).

Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho, mengatakan pemanggilan dilakukan untuk meminta penjelasan dari 3 Kepala SMKN tersebut terkait zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021, beberapa waktu lalu.

Tiga Kepala SMKN yang dipanggil itu ialah Kepala SMKN 1 Lusi Triana, Kepala SMKN 2 Holil dan Kepala SMKN 3 Tatang. SMKN 1, beralamat di Jalan Tapos, Kecamatan Tapos.

Adapun SMKN 2, beralamat di Jalan Sawangan, Kecamatan Sawangan dan SMKN 3 beralamat di Jalan Merdeka, Kecamatan. Sukmajaya.

"Kami meminta Kepala SMKN 1, 2, 3 untuk menjelaskan permasalahan sistem saat PPDB lalu kebijakan apa yang diambil untuk penyelesaiannya," kata Teguh kepada Media Indonesia, Selasa (21/7).

Kata Teguh, 3 Kepala SMKN hadir di Kantor Ombudsman Jakarta Raya untuk memenuhi pemanggilan tersebut. Sesuai jadwal, klarifikasi berlangsung pada pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB.

Baca juga: Anies Berencana Satukan PPDB Negeri dan Swasta

Teguh mengatakan 3 Kepala SMKN memberikan penjelasan sekaligus klarifikasi terkait laporan orang tua siswa yang masuk ke Ombudsman Jakarta Raya.

"Permasalahannyakarena masalah zonasi, bukan pungutan liar atau jual beli bangku," kata Teguh.

Teguh mengingatkan sekolah-sekolah baik SMKN maupun SMA negeri di Kota Depok tidak melakukan praktik jual beli kursi atau bangku kepada siswa.

Seorang guru SMA 2 Kota Depok melaporkan di SMA 2 Kota Depok masih kosong 1 ruang kelas. 

"Hanya 9 dari 10 ruang kelas yang di pakai. (Ada) 1 ruang kelas untuk 36 peserta didik dikosongkan, " katanya, Senin (20/7).

Ia menduga 1 ruang kelas kosong tersebut akan dijual belikan atau diberikan kepada siswa titipan, yang hingga saat ini belum diterima sebagai peserta didik.

Sama dengan SMA 2, SMA negeri lainnya seperti SMA 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 kata guru tersebut juga mengosongkan masing-masing 1 dari 10 ruang kelas.

"Oleh karena itu, lembaga terkait segera menginvestigasi dan mengusut kasus tersebut untuk menghindari praktek jual beli kursi, mengingat masih ada ribuan calon siswa diluar sana yang belum terdaftar sebagai peserta didik di Kota Depok, " pungkasnya. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya