Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SLOGAN pick me mulai menjadi tren di media sosial, khususnya pada anak remaja perempuan. Apa sebenarnya pick me itu? Mengapa hal itu dapat menjadi suatu masalah?
Di era media sosial yang semakin mendominasi, berbagai fenomena dan tren mucul dengan cepat. Salah satu fenomena yang sering menjadi pembicaraan ialah pick me.
Slogan pick me mengarah kepada perilaku atau sikap seseorang yang berusaha mendapatkan perhatian dan penerimaan dengan cara menonjolkan diri sebagai pribadi yang berbeda atau lebih baik dari kelompok sejenisnya. Perilaku ini ditunjukan untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari lawan jenis.
Baca juga : Apa yang Dimaksud dengan Sadfishing dan Mengapa Remaja Melakukannya?
Istilah pick me, awalnya, populer di kalangan pengguna media sosial, khususnya di platform seperti Twitter, TikTok, dan Instagram.
Ungkapan ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang melakukan upaya berlebihan untuk menarik perhatian dan dianggap lebih unggul atau lebih disukai.
Contoh umum dari perilaku pick me adalah seseorang yang secara berlebihan menunjukkan bahwa mereka tidak seperti kebanyakan orang dalam kelompok mereka, misalnya, seorang remaja perempuan yang mengatakan, "Aku tidak suka belanja, aku lebih suka camping di gunung," untuk menarik perhatian pria.
Baca juga : Polda Bali Tangkap Geng Gaza yang Ancam Warga Keluar Malam
Banyak orang yang bertanya-tanya mengapa seseorang dapat merasa perlu untuk menjadi pick me padahal perilaku tersebut dipandang rendah oleh teman-temannya dan dapat mengundang perundungan dan pengucilan.
Scott Roth, PsyD , pendiri dan direktur klinis Applied Psychological Services di New Jersey, mengatakan, “Ini adalah masa yang sangat penting dalam perkembangan anak di mana remaja mulai menguji kemandirian dan perkembangan identitas.”
Dia menambahkan remaja memiliki egosentrisme perkembangan yang alami sesuatu yang dapat dibuktikan oleh setiap orangtua yang memiliki anak di sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas.
Baca juga : Meta Berlindung dengan Terobosan Baru: Mengamankan Masa Depan Remaja di Instagram dan Messenger
“Hal ini sering kali disertai dengan ketidakamanan sosial dan kompensasi yang berlebihan atas ketidakamanan ini, yang menurut saya mendorong remaja untuk bertindak seperti pick me," kata Roth.
“Mungkin juga anak-anak menerima penguatan positif atas perilaku serupa di awal kehidupannya dan tindakan mereka tidak pernah berubah,” lan jutnya.
Dicap negatif sebagai seorang pick me di sekolah atau dimana saja pasti menjadi hal yang tidak menyenangkan. Namun, melakukan dialog kepada terbuka dengan orang yang kita sayangi missal orangtua, kakak, atau sahabat bisa sangat bermanfaat.
Baca juga : Prihatin! Tawuran Remaja Marak di Tangerang, 4 Tewas dan 19 Terluka
“Memastikan anak-anak kita memiliki seperangkat keterampilan untuk menghadapi ejekan atau intimidasi sangatlah penting,” kata Roth.
“Ketika seorang anak dapat belajar bahwa membela diri sendiri tidak berarti mereka kasar atau tidak sopan dan mereka diperbolehkan mengomunikasikan kebutuhannya, Anda sering dapat melihat perubahan dalam cara mereka mendekati dunia sosialnya,” imbuhnya.
Penting bagi individu untuk membangun rasa percaya diri dan harga diri yang sehat tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain. Dukungan dari orang sekitar tidak kalah pentingnya untuk membangun rasa percaya diri.
Laukan kegiatan yang membangun percaya diri semisal mengikuti komunitas yang positif atau menjadi sukarelawan, itu adalah salah satu cara yang bagus untuk mengembangkan keterampilan hidup.
Fenomena pick me adalah cerminan dari dinamika sosial dan psikologis di era digital saat ini. Meskipun mencari pengakuan dan penerimaan adalah kebutuhan manusia yang alami, penting untuk melakukannya dengan cara yang sehat dan otentik.
Dengan memahami dan mengatasi perilaku ini, individu dapat membangun hubungan yang lebih baik dan memiliki rasa percaya diri yang lebih kuat tanpa bergantung pada validasi dari orang lain. (Z-1)
Grooming adalah tindakan sistematis yang dilakukan pelaku (groomer) untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan kendali atas korban dengan tujuan eksploitasi, sering kali seksual.
Menurutnya, penggerebekan pesta gay itu dilakukan pada Minggu (22/6) sekira pukul 00:30 WIB atas laporan warga setempat yang curiga dengan kegitan tersebut.
DEPARTEMEN Luar Negeri Amerika Serikat meminta kepada para pemohon visa pelajar dan peserta pertukaran dalam kategori visa nonimigran F, M, dan J membuka akses media sosial.
SEORANG model dan talent asal Jakarta, Rafika Aulia Putri, menjadi korban pencemaran nama baik dan fitnah yang diduga dilakukan oleh Eha Adistia Suri.
Status laporannya sudah naik ke tahap penyidikan. Minggu lalu, ia pun hadir di Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan sebagai pelapor.
Pemerintah AS mewajibkan calon mahasiswa asing untuk membuka akun media sosial mereka secara publik.
Japandi mengadopsi kesederhanaan khas Jepang yang menekankan ketenangan dan keseimbangan, berpadu dengan fungsionalitas dan kehangatan gaya Skandinavia.
Google Year in Search 2024 telah mengungkapkan tren pencarian yang mencerminkan rasa ingin tahu masyarakat Indonesia terhadap isu-isu terkini.
Tren pencarian olahraga di Indonesia semakin menggambarkan tingginya minat masyarakat terhadap berbagai cabang olahraga, dari yang telah lama populer hingga yang sedang naik daun.
Masa-masa ketika orang-orang mendorong diri terlalu keras, bahkan hingga ke titik ekstrem, telah digantikan oleh pandangan yang lebih berkelanjutan dalam berolahraga.
Konsumen menginginkan ruang yang mencerminkan identitas mereka, baik melalui penggunaan warna berani, elemen natural, maupun perpaduan keduanya.
PENGAMAT politik dari Charta Politika, Winarto Wijaya, mengatakan terkait dengan larangan terhadap anggota dewan untuk punya pekerjaan lain
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved