Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SETIAP orang pasti mengalami pubertas atau kerap disebut masa puber. Pada periode tersebut, tubuh manusia mengalami berbagai perubahan signifikan, baik secara hormon maupun bentuk tubuh.
Secara medis, pubertas merupakan periode pertumbuhan signifikan seseorang dalam berbagai aspek, termasuk pertumbuhan tulang belakang. Orangtua perlu memperhatikan kondisi dan perubahan pada tubuh anak mereka. Salah satu yang harus diwaspadai ialah kelainan pertumbuhan pada tulang belakang atau dikenal skoliosis.
Dokter spesialis orthopedi tulang belakang Dr. dr. Phedy, Sp. OT (K) Spine menjelaskan skoliosis merupakan kelainan pada bentuk tulang belakang. Tulang belakang yang normal bentuknya lurus ke bawah jika dilihat dari depan maupun belakang. Akan tetapi, dalam kondisi skoliosis, tulang punggung tumbuh melengkung ke samping membentuk huruf C atau S.
Baca juga : Ini Gejala Skoliosis yang Wajib Bunda Tahu
Skoliosis dapat didefinisikan sebagai kelainan tulang belakang dalam tiga dimensi. Artinya, dapat miring ke kanan atau ke kiri, berkurangnya kelengkungan tulang belakang, hingga gangguan perputaran tulang belakang.
“Jenis umumnya dibagi berdasarkan usia, yakni bawaan lahir (skoliosis kongenital), skoliosis degeneratif (de novo), serta pada remaja ialah skoliosis idiopatik adolesen (AIS),” ungkap dokter Phedy.
Menurutnya, untuk kasus skoliosis pada kelompok remaja, paling banyak terjadi pada usia 10-13 tahun. Pada periode pubertas ini, anak mengalami pertumbuhan tulang yang sangat signifikan dibandingkan saat berada di tingkat SD kelas 1-4.
Baca juga : Bunda, Yuk Waspadai Skoliosis pada Anak!
Meski mengetahui periodenya, namun penyebab kelainan pertumbuhan tulang belakang ini belum teridentifikasi. Apakah faktor genetik, lingkungan, atau kelainan bawaan. Dokter Phedy menilai kasus skoliosis tipe AIS cukup sering terjadi di Indonesia. Setidaknya, 6 dari 100 orang berpotensi mengalami kelainan AIS.
“Meski jumlah kasusnya lumayan tinggi, namun tingkat keparahannya berbeda-beda. Mulai dari yang ringan, hingga yang berat, bergantung pada besaran sudut lengkungan,” jelasnya.
“Bila sudutnya masih kecil antara 30-60 derajat, penanganannya akan lebih mudah. Sedangkan yang sudah besar tingkat sudutnya, semakin sulit. Besar juga risiko penanganannya,” imbuh dokter Phedy.
Baca juga : Banyak Remaja tidak Sadar Mengidap Skoliosis
Mengingat penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, upaya pencegahan pun belum dapat ditentukan. Dokter Phedy mengatakan salah satu faktor penting dalam penanganan kelainan skoliosis AIS ialah deteksi dini.
Dengan deteksi dini, dokter memiliki sejumlah cara untuk menghambat pembengkokan tulang agar tidak semakin parah. Langkah ini penting, karena rasa sakit yang ditimbulkan skoliosis, dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.
“Untuk anak perempuan kita anjurkan untuk screening sebanyak dua kali, yakni pada usia 10 tahun dan 13 tahun. Sedangkan untuk anak laki-laki, screening cukup dilakukan satu kali saat usia 13 tahun,” ujar dokter Phedy. (B-3)
Kalau kamu sering merasa punggung pegal sebelah, bahu nggak sejajar, atau postur tubuhmu makin hari makin miring tanpa sadar, bisa jadi itu bukan cuma kelelahan biasa
ISC mengundang sekolah-sekolah untuk menyaksikan demo screening dan mendorong pihak sekolah dapat melanjutkan program screening skoliosis di sekolah masing-masing.
Skrining perlu dilakukan dua kali. Pertama, pada usia 10 tahun. Kedua, saat anak berusia 12 tahun.
Skoliosis lebih sering terjadi 85% pada usia muda, terutama kepada perempuan menjelang menstruasi pertama atau sekitar usia 10 tahun ke atas.
Studi dari SGH dan NNI mengungkap perkembangan skoliosis idiopatik remaja (AIS) lebih dipengaruhi faktor otak daripada tas berat atau postur buruk.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved