Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
BADAN PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan bahwa kelaparan massal yang terjadi di Jalur Gaza bukanlah akibat kondisi alamiah, melainkan hasil dari tindakan yang disengaja dan terstruktur.
Dalam pernyataan resminya, Jumat (25/7) UNRWA menyebut bahwa sistem distribusi bantuan yang saat ini berlaku melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF) justru memperburuk situasi kemanusiaan.
“Kelaparan massal yang disengaja dan terencana. Hari ini, lebih banyak anak meninggal, tubuh mereka kurus kering karena kelaparan,” tulis UNRWA seperti dikutip Anadolu, Sabtu (26/7).
Mereka menyatakan bahwa sistem distribusi bantuan yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat ini lebih melayani kepentingan militer dan politik dibandingkan kebutuhan rakyat sipil.
UNRWA menilai bahwa GHF memiliki struktur yang cacat dan tidak mampu mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
Di bawah sistem ini, Israel mengendalikan seluruh akses bantuan, baik yang masuk ke Gaza maupun yang didistribusikan di dalam wilayah tersebut.
Sejak 27 Mei, Israel mulai mengimplementasikan distribusi bantuan lewat GHF, meskipun sistem ini mendapat penolakan dari PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional.
UNRWA mengingatkan bahwa selama gencatan senjata yang berlaku antara Januari hingga Maret 2025, pihaknya sempat berhasil menahan laju kelaparan. Namun sejak gencatan senjata dihentikan oleh Israel, krisis kembali memburuk.
“Saat ini, UNRWA sendiri memiliki 6.000 truk bantuan makanan dan medis yang tertahan di Mesir dan Yordania,” ungkap badan tersebut, menyoroti betapa terhambatnya bantuan akibat kebijakan blokade dan kontrol akses oleh Israel.
UNRWA juga terus menyerukan agar sistem distribusi bantuan yang diawasi langsung oleh PBB diaktifkan kembali, guna mengatasi krisis kelaparan yang semakin dalam di Gaza.
Israel telah menarik diri dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan sejak 2 Maret, serta menutup jalur penyeberangan ke Gaza. Akibatnya, ratusan truk bantuan tak dapat memasuki wilayah tersebut.
Sejak akhir 2023, Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, menewaskan lebih dari 59.600 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak. Kematian akibat kelaparan juga meningkat tajam karena blokade berkepanjangan dan distribusi bantuan yang tidak efektif.
Pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait operasi militernya di Gaza. (Fer)
UNRWA menyoroti sistem distribusi bantuan yang dikenal sebagai “Yayasan Kemanusiaan Gaza” (GHF), yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat.
WFP PBB mengatakan hampir sepertiga penduduk Gaza harus menahan lapas.
Donald Trump mengisyaratkan dukungan untuk eskalasi militer Israel di Gaza.
PERDANA Menteri Kanada Mark Carney mengumumkan bahwa negaranya berencana untuk mengakui Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Prancis jadi negara berkekuatan besar pertama di Eropa yang menyatakan secara terbuka niatnya mengakui Palestina.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved