Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Studi: Badai Nor’easter di Pantai Timur AS Makin Kuat Akibat Perubahan Iklim

Thalatie K Yani
15/7/2025 08:45
Studi: Badai Nor’easter di Pantai Timur AS Makin Kuat Akibat Perubahan Iklim
Badai nor’easter semakin kuat akibat dampak polusi iklim. (NOAA)

BADAI nor’easter—badai musim dingin yang sering melumpuhkan Pantai Timur Amerika Serikat dengan hujan lebat, salju, dan banjir—ternyata semakin kuat akibat dampak polusi iklim. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Senin (15/7).

Nor’easter biasanya terbentuk antara September hingga April, dipicu pertemuan udara dingin dari Kutub Utara dengan udara hangat dan lembap dari Samudra Atlantik. Badai ini kerap menjadi ancaman serius bagi kota-kota padat penduduk di Pantai Timur.

Beberapa badai nor’easter paling parah bahkan dikenang dengan nama bak film bencana, seperti “Storm of the Century” pada Maret 1993. Peristiwa itu menewaskan lebih dari 200 orang dan menjatuhkan salju setinggi hampir 1,5 meter, atau “Snowmageddon” pada 2010 yang mematikan listrik ratusan ribu warga dan menewaskan 41 orang.

Badai Mungkin Lebih Jarang, Tapi Lebih Mematikan

Michael Mann, ilmuwan iklim dari Universitas Pennsylvania yang terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan badai nor’easter di masa depan mungkin akan lebih jarang terjadi. Pasalnya pemanasan Kutub Utara mengurangi perbedaan suhu yang menjadi “bahan bakar” badai. Namun, yang menjadi perhatian adalah intensitasnya meningkat.

Tim peneliti menganalisis 900 badai nor’easter yang terjadi antara 1940 dan 2025 menggunakan data historis dan algoritma pelacak siklon. Hasilnya menunjukkan:

  • Kecepatan angin maksimum badai terkuat meningkat sekitar 6% sejak 1940.
  • Peningkatan kecil ini justru meningkatkan potensi kerusakan badai hingga 20%.
  • Curah hujan dan salju yang dihasilkan badai juga naik sekitar 10%.

“Ini logika fisika sederhana,” kata Mann. “Lautan dan udara yang lebih hangat meningkatkan penguapan dan menambah kelembapan atmosfer, sehingga badai membawa hujan dan salju yang jauh lebih intens.”

Risiko Banjir Kota Pantai Timur Makin Besar

Peneliti menekankan badai nor’easter bisa menimbulkan kerusakan setara dengan badai tropis besar. Contohnya, badai “Ash Wednesday” tahun 1962 menyebabkan kerugian ekonomi setara puluhan miliar dolar AS saat ini.

Temuan ini juga mengindikasikan risiko banjir di banyak kota Pantai Timur mungkin selama ini diremehkan. “Nor’easter sering diabaikan, padahal dampaknya menambah risiko pesisir yang belum cukup diperhitungkan,” kata Mann.

Jennifer Francis, ilmuwan senior di Woodwell Climate Research Center, menambahkan temuan ini seharusnya menjadi peringatan keras. “Komunitas pesisir di Timur Laut AS harus lebih siap. Persiapan sebelum badai selalu lebih murah dibanding pemulihan setelah bencana,” ujarnya.

Perubahan Iklim Tidak Selalu Berarti Musim Dingin Lebih Ringan

Judah Cohen, klimatolog dari MIT, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan bahwa hasil studi ini menunjukkan efek perubahan iklim bisa bersifat “kontra-intuitif.”

“Pemanasan global tidak berarti musim dingin akan selalu lebih ringan. Justru bisa ada periode cuaca ekstrem dengan salju lebih tebal dan suhu lebih dingin,” jelasnya.

Mann menambahkan meski musim salju mungkin lebih pendek di masa depan, badai yang muncul bisa lebih dahsyat dan mematikan. “Setiap badai mungkin membawa dampak yang lebih besar,” katanya. (CNN/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya