Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
PRESIDEN Donald Trump kembali menggeser tenggat penting dalam kebijakan dagangnya. Setelah sebelumnya menyatakan telah menuntaskan kesepakatan tarif dengan 200 negara dalam 100 hari pertama masa jabatannya, kenyataannya hingga awal Juli ini, hanya tiga negara—Tiongkok, Inggris, dan Vietnam—yang benar-benar menandatangani kesepakatan.
Trump sebelumnya menetapkan 9 Juli sebagai “Hari Pembebasan Tarif,” di mana negara-negara yang belum menyepakati perjanjian dagang dengan AS akan dikenai tarif balasan (reciprocal tariffs) yang lebih tinggi. Namun, karena waktu negosiasi yang terbatas, terutama setelah kebijakan tarif itu sempat ditangguhkan, tenggat tersebut kini diperpanjang hingga 1 Agustus 2025.
Salah satu alasan utama perpanjangan tenggat adalah kemajuan signifikan dalam pembicaraan dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Menurut sejumlah pejabat, kedua pihak hampir menyepakati kerangka kerja dagang yang mencakup tarif 10% dan menjadi fondasi pembicaraan jangka panjang berikutnya.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, disebut aktif mendorong perpanjangan ini karena melihat pembicaraan dengan UE dan beberapa negara lain sudah memasuki tahap akhir. Sementara itu, Juru Bicara Perdagangan Uni Eropa, Olof Gill, mengonfirmasi negosiasi intensif terus berlangsung dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer.
Perubahan sikap Trump terhadap Uni Eropa, bermula dari ancaman tarif 50% terhadap Eropa yang ia lontarkan lewat media sosial pada Mei lalu. Ancaman itu memicu reaksi cepat dari Brussel, yang mempercepat negosiasi demi menghindari eskalasi tarif pada awal Agustus.
Meski begitu, AS tetap bersikeras untuk mempertahankan tarif tinggi pada beberapa sektor, termasuk otomotif dan baja. Beberapa sektor strategis Eropa seperti pesawat terbang, produk pertanian, dan minuman alkohol disebut-sebut bisa mendapat pengurangan tarif jika kesepakatan tercapai dan disetujui langsung oleh Trump.
Sebagai timbal balik, Uni Eropa siap meningkatkan pembelian produk energi dan pertahanan asal AS. Namun, jika kesepakatan gagal dicapai, blok Eropa itu telah menyiapkan langkah balasan yang akan diterapkan mulai 14 Juli.
"Jika tidak ada kesepakatan sebelum tenggat, Uni Eropa siap menerapkan langkah balasan yang proporsional dan terarah," tegas Menteri Urusan Eropa Denmark, Marie Bjerre, di hadapan Parlemen Eropa.
Sementara Eropa menunjukkan kemajuan, pembicaraan dengan negara-negara lain berjalan lebih lambat. Presiden Trump, dalam rapat kabinet terbaru, menyatakan banyak tawaran dari mitra dagang belum memenuhi ekspektasi AS.
“Mereka bilang: ‘Kami kasih akses penuh ke pasar kami, tapi jangan kenakan tarif pada kami.’ Itu bukan kesepakatan yang kami mau,” ujar Trump. “Sudah saatnya AS berhenti jadi korban yang terus dimanfaatkan.”
Beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan justru mendapat surat dari Trump pekan ini yang menetapkan tarif baru sebesar 25%, termasuk pada sektor otomotif—salah satu isu paling sensitif dalam negosiasi.
India yang sebelumnya diprediksi menjadi mitra strategis berikutnya, kini justru mengambil sikap lebih keras. Belum jelas pula bagaimana ancaman tarif 10% terhadap negara-negara BRICS, termasuk India, akan berdampak pada proses tersebut.
Negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Kamboja, dan Thailand disebut telah memberikan tawaran substansial dalam dua minggu terakhir dan berpeluang menandatangani kesepakatan dalam waktu dekat. Brasil juga meningkatkan intensitas pembicaraan bilateral dengan AS terkait penurunan tarif produk tertentu.
Kendala terbesar dalam negosiasi, menurut beberapa pejabat dagang AS, adalah ketidakjelasan visi akhir dari pihak AS. Banyak mitra merasa tidak mendapatkan kepastian arah kesepakatan.
Selain itu, tarif sektor-sektor kunci seperti otomotif, baja, dan farmasi yang masih berlaku atau akan diterapkan jadi batu sandungan utama dalam menyusun perjanjian yang seimbang. (CNN/Z-2)
INDUSTRI alat kesehatan (alkes) dalam negeri menghadapi tantangan baru seiring dengan tarif impor yang ditetapkan sebesar 19% ke Amerika Serikat.
Sejumlah produk komoditas strategis Indonesia tengah diupayakan agar dikenai tarif lebih rendah dari 19%, atau bahkan diharapkan bisa mendekati 0%, alias bebas pungutan.
PEMERINTAH memastikan tak akan melakukan transfer data pribadi dengan Amerika Serikat dalam skema perjanjian maupun pertukaran data secara resmi antarkedua negara.
Presiden Prabowo Subianto mengaku heran terhadap masyarakat yang nyinyir atas hasil negosiasi kebijakan tarif impor AS-Indonesia.
Kebijakan tarif impor tembaga 50% yang diberlakukan Amerika Serikat diperkirakan tidak akan mengguncang kinerja smelter nasional.
MENTERI Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan bahwa tarif impor yang dikenakan kepada Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) akan tetap sebesar 19%.
NEGOSIASI dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat masih terus berlanjut meskipun Indonesia telah ditetapkan bahwa Indonesia dikenai tarif impor sebesar 19 persen
KESEPAKATAN antara Indonesia dan Amerika Serikat yang baru saja diumumkan berpotensi menekan penerimaan negara. Itu terjadi lantaran Indonesia akan kehilangan potensi penerimaan.
Sambil berkelakar, Presiden Prabowo menceritakan dirinya sedikit takut jika Presiden Trump mengajaknya bermain golf.
INDONESIA harus berkorban untuk mencapai kesepakatan negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat yang berujung pada penurunan persentase dari 32% menjadi 19%.
PRESIDEN Prabowo Subianto menanggapi hasil negosiasi dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai tarif impor yang tidak resiprokal.
PRESIDEN Prabowo Subianto berseloroh saat ditanya soal puas atau tidak dengan hasil negosiasi bersama Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait tarif impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved