Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Trauma Agresi Brutal Gaza, Tentara Israel Bunuh Diri

Wisnu Arto Subari
21/10/2024 18:14
Trauma Agresi Brutal Gaza, Tentara Israel Bunuh Diri
Tentara Israel.(Al Jazeera)

SEORANG ayah empat anak berusia 40 tahun, Eliran Mizrahi, dikerahkan ke Jalur Gaza, Palestina, setelah serangan mematikan yang dipimpin Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023. Anggota cadangan militer Israel itu kembali sebagai orang yang berbeda, trauma dengan yang disaksikannya dalam perang melawan Hamas di daerah itu. 

Itu dikatakan keluarganya kepada CNN. Enam bulan setelah ia pertama kali dikirim untuk berperang, ia berjuang melawan gangguan stres pascatrauma (PTSD) di rumah. Sebelum ia dijadwalkan untuk dikerahkan kembali, ia bunuh diri. "Ia keluar dari Gaza, tetapi Gaza tidak membebaskannya. Dan ia meninggal setelah itu, karena trauma pascaperang," kata ibunya, Jenny Mizrahi.

Militer Israel mengatakan bahwa mereka menyediakan perawatan bagi ribuan tentara yang menderita PTSD atau penyakit mental yang disebabkan oleh trauma selama perang. Tidak jelas jumlah yang bunuh diri, karena Pasukan Pertahanan Israel (IDF) belum memberikan angka resmi.

Setahun kemudian, perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 42.000 orang, menurut kementerian kesehatan di Gaza. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa sebagian besar korban tewas ialah perempuan dan anak-anak.

Perang yang dilancarkan setelah Hamas menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang itu sudah menjadi perang terlama Israel sejak negara Yahudi itu berdiri. Kini perang itu sekarang meluas ke Libanon. Beberapa tentara mengatakan mereka takut direkrut untuk terlibat dalam konflik lain.

"Banyak dari kami sangat takut direkrut lagi untuk berperang di Lebanon," kata seorang petugas medis IDF yang bertugas selama empat bulan di Gaza kepada CNN. Ia berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas masalah tersebut. "Banyak dari kami tidak mempercayai pemerintah saat ini."

Pemerintah Israel--dengan pengecualian yang jarang terjadi--telah menutup Gaza untuk jurnalis asing kecuali di bawah pengawalan IDF, sehingga sulit menangkap sepenuhnya penderitaan Palestina atau pengalaman tentara di sana. Tentara Israel yang bertempur di daerah kantong itu mengatakan kepada CNN bahwa mereka menyaksikan kengerian yang tidak akan pernah bisa dipahami oleh dunia luar. Kisah mereka memberikan pandangan langka mengenai kebrutalan yang oleh para kritikus disebut sebagai perang abadi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan dampak tak kasat mata yang ditimbulkannya pada para prajurit yang terlibat.

Bagi banyak prajurit, perang di Gaza merupakan perjuangan untuk kelangsungan hidup Israel dan harus dimenangkan dengan cara apa pun. Namun, pertempuran itu juga menelan korban mental yang, karena stigma, sebagian besar tidak terlihat. Wawancara dengan prajurit Israel, seorang petugas medis, dan keluarga Mizrahi, prajurit cadangan yang bunuh diri, memberikan gambaran mengenai beban psikologis yang ditimbulkan perang itu pada masyarakat Israel.

Buldoser

Mizrahi dikerahkan ke Gaza pada 8 Oktober tahun lalu dan ditugaskan untuk mengemudikan buldoser D-9, kendaraan lapis baja seberat 62 ton yang dapat menahan peluru dan bahan peledak. Dia warga sipil selama sebagian besar hidupnya, bekerja sebagai manajer di perusahaan konstruksi Israel. Setelah menyaksikan pembantaian yang dilakukan oleh Hamas, dia merasa perlu untuk berperang, kata Jenny kepada CNN.

Prajurit cadangan itu menghabiskan 186 hari di daerah kantong itu hingga ia mengalami cedera di lututnya diikuti oleh kerusakan pendengaran pada Februari ketika granat berpeluncur roket (RPG) menghantam kendaraannya. Ia ditarik keluar dari Gaza untuk menjalani perawatan dan pada April didiagnosis menderita PTSD dan menerima terapi bicara mingguan.

Perawatannya tidak membantu. "Mereka tidak tahu bagaimana memperlakukan mereka (tentara)," kata Jenny, yang tinggal di pemukiman Ma'ale Adumim Israel, Tepi Barat yang diduduki. "Mereka (tentara) mengatakan perang itu sangat berbeda. Mereka melihat hal-hal yang tidak pernah terlihat di Israel."

Ketika Mizrahi sedang cuti, ia menderita serangan amarah, berkeringat, insomnia, dan menarik diri dari kehidupan sosial. Ia memberi tahu keluarganya bahwa hanya mereka yang bersamanya di Gaza yang dapat memahami pengalamannya. "Ia selalu berkata, tidak seorang pun akan mengerti apa yang saya lihat," kata saudara perempuannya, Shir, kepada CNN.

Jenny bertanya-tanya terkait putranya telah membunuh seseorang dan tidak dapat mengatasinya. "Dia melihat banyak orang tewas. Mungkin dia bahkan membunuh seseorang. (Namun) kami tidak mengajarkan anak-anak kami untuk melakukan hal-hal seperti ini," katanya. "Jadi, ketika dia melakukan ini, sesuatu seperti ini, mungkin itu merupakan kejutan baginya."

Guy Zaken, teman Mizrahi dan rekan pengemudi buldoser, memberikan wawasan lebih jauh tentang pengalaman mereka di Gaza. "Kami melihat hal-hal yang sangat, sangat, sangat sulit," kata Zaken kepada CNN. "Hal-hal yang sulit diterima."

Mantan tentara tersebut telah berbicara di depan umum tentang trauma psikologis yang dialami oleh pasukan Israel di Gaza. Dalam kesaksian di Knesset, parlemen Israel, pada Juni, Zaken mengatakan bahwa dalam banyak kesempatan, tentara harus, "Menabrak teroris, hidup dan mati, dalam jumlah ratusan. Semuanya menyembur keluar."

Zaken mengatakan dia tidak bisa lagi makan daging, karena itu mengingatkannya pada pemandangan mengerikan yang disaksikan dari buldosernya di Gaza. Ia berjuang untuk tidur di malam hari, suara ledakan terngiang di kepalanya. "Ketika Anda melihat banyak daging di luar dan darah, baik darah kami maupun darah mereka (Hamas atau warga sipil), itu benar-benar memengaruhi Anda saat Anda makan," katanya kepada CNN, merujuk pada tubuh sebagai daging.

Ia berpendapat bahwa mayoritas dari mereka yang ditemuinya ialah, "Teroris." 

"Warga sipil yang kami lihat, kami hentikan dan bawakan mereka air minum, dan kami biarkan mereka makan dari makanan kami," kenangnya. Ia menambahkan bahwa bahkan dalam situasi seperti itu, pejuang Hamas akan menembaki mereka.

"Jadi, tidak ada yang namanya warga negara," katanya mengacu pada kemampuan pejuang Hamas untuk berbaur dengan warga sipil. "Ini terorisme."

Namun, ketika tentara benar-benar bertemu warga sipil, banyak yang menghadapi dilema moral, menurut petugas medis IDF yang berbicara kepada CNN secara anonim. Ada sikap kolektif yang sangat kuat berupa ketidakpercayaan di antara tentara Israel terhadap warga Palestina di Gaza, terutama pada awal perang, kata petugas medis tersebut.

Ada anggapan bahwa warga Gaza, termasuk warga sipil, "Jahat, bahwa mereka mendukung Hamas, bahwa mereka membantu Hamas, bahwa mereka menyembunyikan amunisi," kata petugas medis tersebut.

Namun, di lapangan, beberapa dari sikap ini berubah, "Ketika Anda benar-benar melihat warga sipil Gaza di depan mata Anda," kata mereka.

IDF mengatakan bahwa mereka melakukan segala cara untuk meminimalkan jatuhnya korban sipil di Gaza, termasuk dengan mengirim pesan teks, menelepon, dan menyebarkan selebaran evakuasi untuk memperingatkan warga sipil sebelum terjadi serangan. Meskipun demikian, warga sipil di Gaza telah berulang kali terbunuh dalam jumlah besar, termasuk saat berlindung di daerah yang oleh militer sendiri telah ditetapkan sebagai zona aman.

Dampak kesehatan mental di Gaza kemungkinan besar akan sangat besar. Kelompok-kelompok bantuan dan PBB telah berulang kali menyoroti konsekuensi kesehatan mental yang sangat buruk dari perang terhadap warga sipil di Gaza. Banyak di antara mereka terluka oleh blokade selama 17 tahun dan beberapa perang dengan Israel. 

Setelah Mizrahi bunuh diri, video dan foto muncul di media sosial tentang prajurit cadangan yang menghancurkan rumah dan bangunan di Gaza dan berpose di depan bangunan yang dirusak. Beberapa gambar, yang konon diunggah di akun media sosialnya yang sekarang sudah dihapus, muncul dalam dokumenter yang mewawancarainya di Channel 13 Israel.

Kakaknya, Shir, mengatakan dia melihat banyak komentar di media sosial yang menuduh Mizrahi sebagai, "Seorang pembunuh," mengumpatnya, dan membalas dengan emoji yang tidak menyenangkan. "Itu sulit," katanya seraya menambahkan bahwa dia berusaha sebaik mungkin untuk mengabaikannya. "Saya tahu dia baik hati."

Tidak seperti perang lain

Ahron Bregman, seorang ilmuwan politik di King's College London yang bertugas di tentara Israel selama enam tahun, termasuk selama Perang Libanon 1982, mengatakan perang Gaza tidak seperti perang lain yang pernah dilakukan Israel. "Perang itu sangat panjang," katanya. Dan ini bersifat perkotaan yang berarti tentara bertempur di antara banyak orang. Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.

Operator buldoser termasuk di antara mereka yang paling terpapar langsung pada kebrutalan perang, kata Bregman. "Yang mereka lihat ialah orang-orang yang sudah meninggal dan mereka membersihkannya (bersama) dengan puing-puing," katanya kepada CNN. "Mereka memeriksanya."

Bagi banyak orang, transisi dari medan perang kembali ke kehidupan sipil bisa sangat membebani, terutama setelah perang kota yang melibatkan kematian perempuan dan anak-anak, kata Bregman. "Bagaimana Anda bisa menidurkan anak-anak Anda ketika, Anda tahu, Anda melihat anak-anak terbunuh di Gaza?"

Meskipun Mizrahi mengalami PTSD, keluarganya mengatakan bahwa ia setuju untuk kembali ke Gaza ketika ia dipanggil lagi. Dua hari sebelum ia ditugaskan kembali, ia bunuh diri.

Di rumahnya, Jenny telah mendedikasikan ruangan untuk mengenang mendiang putranya dengan foto-foto dari masa kecilnya dan bekerja di konstruksi. Di antara benda-benda yang disimpan ibunya ialah topi yang dikenakan Mizrahi ketika ia menembak kepalanya sendiri, lubang-lubang peluru terlihat jelas.

Keluarga Mizrahi mulai berbicara tentang kematiannya setelah IDF tidak memberinya pemakaman militer dengan mengatakan bahwa ia tidak bertugas sebagai cadangan aktif. Mereka kemudian membatalkan keputusan mereka.

Surat kabar Israel Haaretz melaporkan bahwa 10 tentara bunuh diri antara 7 Oktober dan 11 Mei, menurut data militer yang diperoleh surat kabar tersebut. Ketika ditanya oleh CNN tentang jumlah bunuh diri di IDF sejak perang, Uzi Bechor, seorang psikolog dan komandan Unit Respons Tempur IDF, mengatakan korps medis tidak diizinkan untuk memberikan angka dan militer melihat tingkat bunuh diri sebagian besar tidak berubah.

"Tingkat bunuh diri di tentara kurang lebih stabil dalam lima atau enam tahun terakhir," kata Bechor seraya mencatat bahwa angka tersebut sebenarnya telah menurun selama 10 tahun terakhir. Meskipun jumlah bunuh diri lebih tinggi, katanya, rasionya sejauh ini, "Cukup sama dari tahun sebelumnya karena kami memiliki lebih banyak tentara."

"Itu tidak berarti bahwa ada tren bunuh diri yang lebih banyak," kata Bechor kepada CNN. Ia tidak memberikan CNN jumlah bunuh diri atau tingkatnya. "Setiap kasus bagi kami sangat memilukan," katanya.

Namun, lebih dari sepertiga dari mereka yang dikeluarkan dari pertempuran ditemukan memiliki masalah kesehatan mental. Dalam pernyataan pada Agustus, divisi rehabilitasi Kementerian Pertahanan Israel mengatakan bahwa setiap bulan, lebih dari 1.000 tentara baru yang terluka dipindahkan dari medan perang untuk mendapatkan perawatan, 35% di antaranya mengeluhkan kondisi mental mereka dengan 27% mengalami reaksi mental atau gangguan stres pascatrauma.

Ditambahkan pula bahwa pada akhir tahun, 14.000 tentara yang terluka kemungkinan akan dirawat, sekitar 40% di antara mereka diperkirakan menghadapi masalah kesehatan mental. Lebih dari 500 orang meninggal karena bunuh diri di Israel dan lebih dari 6.000 lain mencoba bunuh diri setiap tahun, menurut kementerian kesehatan negara tersebut, yang mencatat bahwa ada sekitar 23% yang tidak dilaporkan dalam angka-angka yang disebutkan.

Pada 2021, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian di antara tentara IDF, Times of Israel melaporkan, mengutip data militer yang menunjukkan setidaknya 11 tentara telah bunuh diri tahun itu. Awal tahun ini, Kementerian Kesehatan berusaha membantah rumor tentang meningkatnya angka bunuh diri sejak 7 Oktober dengan mengatakan bahwa kasus-kasus yang dilaporkan ialah insiden-insiden yang terisolasi di media dan media sosial.

Tanpa memberikan angka, Kementerian tersebut mengatakan bahwa ada penurunan angka bunuh diri di Israel antara Oktober dan Desember dibandingkan dengan bulan-bulan yang sama dalam beberapa tahun terakhir. Bregman, veteran perang Lebanon, mengatakan bahwa PTSD dan masalah kesehatan mental lain sekarang lebih mudah dibicarakan daripada saat 1970-an dan 1980-an berkat berkurangnya stigma. Namun, katanya, para prajurit yang keluar dari Gaza akan membawa (pengalaman mereka) selama sisa hidup mereka. 

Petugas medis IDF yang berbicara kepada CNN mengatakan bahwa ada petugas kesehatan mental yang ditunjuk untuk setiap unit tentara selama dan setelah penempatan. Meskipun demikian, dampak perang tetap ada, kata petugas medis tersebut, dengan para prajurit yang berusia 18 tahun menderita trauma mental di Gaza. Mereka sering menangis atau tampak mati rasa secara emosional, tambah petugas medis tersebut. 

Menormalkan yang tidak normal

Bechor, psikolog IDF, mengatakan bahwa salah satu cara militer membantu pasukan yang trauma melanjutkan hidup mereka ialah mencoba menormalkan yang telah mereka lalui. Sebagian dengan mengingatkan mereka tentang kengerian yang terjadi pada tanggal 7 Oktober.

"Situasi ini tidak normal bagi manusia," kata Bechor. Ketika tentara kembali dari medan perang dengan gejala PTSD, mereka bertanya, "Bagaimana saya bisa pulang setelah apa yang saya lihat? Bagaimana saya bisa berinteraksi dengan anak-anak saya setelah apa yang saya lihat?"

"Kami mencoba menormalkannya dan membantu mereka mengingat nilai-nilai mereka dan mengapa mereka pergi ke sana (Gaza)," katanya kepada CNN.

Bagi puluhan ribu orang Israel yang menjadi sukarelawan atau dipanggil untuk berperang, perang di Gaza tidak hanya dilihat sebagai tindakan membela diri tetapi juga sebagai pertempuran eksistensial. Gagasan itu digembar-gemborkan oleh para pemimpin politik dan militer Israel serta sekutu internasional Israel.

Netanyahu menggambarkan Hamas sebagai Nazi baru dan Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa kebencian lama terhadap orang Yahudi yang didukung oleh Nazi dihidupkan kembali pada 7 Oktober.

Ancaman eksternal terhadap negara mereka menyatukan banyak orang Israel, menunda pertikaian politik dalam negeri yang telah berlangsung selama berbulan-bulan memecah belah masyarakat. Sementara itu, penderitaan warga Palestina sebagian besar tidak muncul di layar televisi Israel yang didominasi oleh berita tentang para sandera di Gaza.

Setelah serangan Hamas, jajak pendapat menunjukkan bahwa sebagian besar warga Israel mendukung perang di Gaza dan tidak ingin pemerintah mereka menghentikan pertempuran bahkan saat bernegosiasi untuk membebaskan para sandera yang diculik. Pada peringatan satu tahun serangan 7 Oktober, survei yang diterbitkan oleh Institut Demokrasi Israel menemukan bahwa hanya 6% warga Israel yang menganggap perang di Gaza harus dihentikan karena biaya besar dalam bentuk nyawa manusia.

Namun, beberapa tentara tidak dapat merasionalisasi kengerian yang telah mereka lihat. Ketika kembali dari Gaza, Mizrahi sering memberi tahu keluarganya bahwa ia merasakan darah tak kasat mata mengalir darinya, kata ibunya.

Shir, saudara perempuannya, menyalahkan perang atas kematian saudaranya. "Karena tentara, karena perang ini, saudara laki-laki saya tidak ada di sini," katanya. "Mungkin dia tidak mati karena peluru (dalam pertempuran) atau RPG, tetapi dia mati karena peluru tak kasat mata," tambahnya, mengacu pada rasa sakit psikologisnya.

Apa itu gangguan stres pascatrauma (PTSD)? PTSD adalah kondisi kesehatan mental yang disebabkan oleh peristiwa yang sangat menegangkan, menakutkan, atau menyedihkan, menurut Layanan Kesehatan Nasional Inggris. Seseorang dengan PTSD sering menghidupkan kembali peristiwa traumatis melalui mimpi buruk dan kilas balik, dan mungkin mengalami perasaan terisolasi, mudah tersinggung, dan bersalah. PTSD dapat berkembang segera setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengganggu, atau dapat terjadi beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun kemudian. (Was)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya