Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PRESIDEN Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, mengajak negara-negara kaya untuk menghormati janji mereka, dalam mendukung upaya negara-negara berkembang melawan perubahan iklim. Hal itu dia kemukakan dalam pertemuan puncak yang membahas penyelamatan hutan hujan tropis dunia.
Dengan tekad untuk bersatu dalam negosiasi perubahan iklim di masa depan, delapan negara Amerika Selatan yang berbagi wilayah cekungan Amazon serta negara-negara dari Karibia, Afrika, dan Asia, menyerukan dunia industri untuk meningkatkan perlindungan terhadap hutan hujan tropis yang semakin langka. Hutan-hutan ini memiliki peranan penting sebagai penyeimbang dalam mengatasi pemanasan global.
"Bukan hanya Brasil yang membutuhkan dana. Bukan hanya Kolombia atau Venezuela. Alam semesta memerlukan dukungan finansial, ia membutuhkan pendanaan, karena perkembangan industri telah merusaknya selama 200 tahun terakhir," ungkap Lula.
Baca juga: 8 Negara Gagal Sepakati Pakta Penyelamatan Hutan Amazon
Sayangnya Lula dan para pemimpin lainnya dikritik atas ketidakberhasilan mereka dalam mengadopsi komitmen untuk menghentikan pembabatan hutan ilegal di Amazon tahun 2030 dan melarang eksplorasi minyak baru. World Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan "kekhawatiran besar atas ketiadaan tujuan bersama untuk mengakhiri pembabatan hutan (deforestasi)" dalam pertemuan yang sangat dinantikan ini.
Organisasi utama pribumi Brasil juga menegur para pemimpin atas kurangnya tindakan perlindungan terhadap tanah adat. "Kami berharap semua upaya dialog ini akan menghasilkan tindakan nyata, bukan hanya kata-kata kosong," tegas Asosiasi Masyarakat Pribumi Brasil (APIB).
Baca juga: Delapan Negara Amerika Selatan Sepakat Hentikan Deforestasi di Amazon
Pertemuan selama dua hari ini merupakan ujian penting bagi Lula. Pasalnya Lula yang mengusung semangat "Brasil Bangkit" dalam perjuangan melawan perubahan iklim, setelah empat tahun kerusakan di Amazon saat masa pemerintahan mantan presiden Jair Bolsonaro.
Pertemuan ini dimulai Selasa (8/8) dengan kesepakatan delapan negara anggota Organisasi Kerja Sama Amazon (ACTO) untuk membentuk aliansi melawan deforestasi. Namun, mereka tidak sepakat mengenai jadwal waktu yang spesifik.
Sementara itu, Presiden Kolombia, Gustavo Petro, tidak berhasil dalam usahanya untuk mendorong wilayah ini mematuhi komitmen larangan sumur minyak baru. "Jika kita berada di ambang kepunahan dan ini adalah dekade krusial untuk mengambil keputusan besar... maka apa yang kita lakukan selain memberikan pidato?" ujarnya.
Meskipun Brasil berkomitmen merumuskan rencana ambisius menyelamatkan Amazon, pertemuan ini justru berakhir dengan kritik terhadap negara-negara kaya anggota ACTO seperti Bolivia, Brasil, Kolombia, Ekuador, Guyana, Peru, Suriname, dan Venezuela, serta negara undangan lainnya seperti Republik Demokratik Kongo, Kongo-Brazzaville, Indonesia, dan Saint Vincent dan Grenadines.
"Mengungkapkan keprihatinan kami mengenai ketidakpenuhan negara-negara maju dalam melaksanakan komitmen-komitmen mereka, termasuk bantuan tahunan setara dengan 0,7% dari PDB serta pendanaan iklim sebesar US$100 miliar per tahun bagi negara-negara berkembang," demikian mereka sampaikan.
Mereka juga mengecam "kebijakan perdagangan proteksionis yang menyamar sebagai perlindungan lingkungan," yang merupakan kritik terhadap undang-undang baru Uni Eropa yang melarang impor produk yang mendukung deforestasi.
Sebagai tempat tinggal bagi sekitar 10% dari keanekaragaman hayati Bumi, 50 juta penduduk, dan ratusan miliar pohon, Amazon yang luas memiliki peran penting sebagai penyerap karbon.
Namun para ilmuwan memperingatkan kerusakan saat ini semakin mendekatkan hutan hujan terbesar di dunia ini pada titik bahaya. Di mana pohon-pohonnya akan mati dan melepaskan karbon, bukannya menyerapnya. Hal ini berpotensi berdampak buruk pada iklim global.
Deforestasi di Amazon sebagian besar disebabkan peternakan sapi, juga berbagai faktor seperti korupsi, perampasan lahan, dan kejahatan terorganisir seperti perdagangan narkoba ilegal, senjata, emas, dan kayu. Di Brasil, negara penghasil daging sapi dan kedelai terbesar di dunia serta rumah bagi 60% wilayah Amazon, kerusakan ini telah menghilangkan sekitar seperlima hutan hujan.
Pertemuan ini diadakan di Belem, Brasil, di muara Sungai Amazon, dan juga berfungsi sebagai simulasi untuk persiapan pembicaraan iklim PBB tahun 2025, yang akan diadakan di kota yang sama.
Uni Emirat Arab, yang akan menjadi tuan rumah pembicaraan iklim PBB pada bulan Desember mendatang, mengirimkan utusannya yang khusus untuk perubahan iklim, Sultan Ahmed al-Jaber.
Al-Jaber, CEO Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC), berkomitmen untuk "terus menekan negara-negara donor" agar memenuhi janji-janji pendanaan iklim yang belum terpenuhi, dan ia juga menegaskan perlunya perlindungan dan investasi dalam alam sebagai pilar inti kemajuan dalam mengatasi perubahan iklim. (AFP/Z-3)
Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menegaskan Donald Trump dipilih untuk memimpin AS, “bukan menjadi kaisar dunia”.
Kehadiran rombongan besar pelaku bisnis dari Brasil menjadi peluang strategis untuk memperluas hubungan dagang kedua negara secara langsung dan konkret.
Presiden Subianto mengundang Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva merayakan ulang tahun di Indonesia pada Oktober 2025
Presiden AS Donald Trump desak Brasil hentikan proses hukum terhadap Jair Bolsonaro. Presiden Lula menegaskan tidak ada yang kebal hukum di Brasil.
PRESIDEN Brasil Luiz Inácio Lula da Silva memberikan sambutan khusus kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dalam pembukaan sesi pleno Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS
Para pemimpin negara-negara BRICS secara resmi mengadopsi Deklarasi Rio dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu (6/7).
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Studi Nature ungkap pemanasan global tingkatkan fotosintesis darat, tapi lemahkan produktivitas laut. Hal itu berdampak pada iklim dan rantai makanan global.
Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) menyerahkan 23.171 pohon trembesi untuk menghijaukan dua ruas jalan tol di wilayah Bakauheni-Palembang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved