Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sambil menggendong koper yang terlalu besar, warga sipil dengan mata berkaca-kaca menggambarkan pelarian dan usaha mengungsi yang mengerikan dari Sudan. Mereka menyeberangi Laut Merah menuju Arab Saudi, sambil terisak-isak karena teringat akan serangan udara dan pertempuran di perkotaan Sudan.
Para perempuan lanjut usia menggunakan kursi roda dan bayi-bayi yang tertidur di gendongan orang tua mereka termasuk di antara sekitar 200 orang asal sekitar 20 negara yang turun dari kapal fregat angkatan laut di Kota pesisir Jeddah pada Senin (24/4) malam. Mereka menempuh perjalanan yang berani dan menguras tenaga menuju tempat yang lebih aman.
"Kami melakukan perjalanan jauh dari Khartoum ke Port Sudan. Kami membutuhkan waktu sekitar 10 atau 11 jam," kata Suhaib Aicha, seorang warga negara Lebanon, yang telah mengoperasikan sebuah pabrik plastik di Sudan selama lebih dari satu dekade.
Baca juga: Amerika Serikat Ungkap Kedua Pihak Bertikai di Sudan Setujui Gencatan Senjata
"Kami membutuhkan waktu 20 jam lagi di kapal ini dari Port Sudan ke Jeddah," katanya kepada AFP saat putrinya yang masih kecil menangis di pundaknya.
"Ada banyak momen-momen sulit, yang semuanya melibatkan rasa takut, tegang dan cemas," sebut seorang penumpang asal Lebanon lainnya, seorang wanita yang tidak mau menyebutkan namanya.
"Kami tidak tidur, makan atau minum. Kami hidup melalui hari-hari yang sulit,” ujarnya.
Baca juga: Warga Asing Dievakuasi Dari Sudan Menyusul Perang yang Kian Memanas
Konflik Sudan
Pertempuran pecah di Sudan pada 15 April antara pasukan yang setia kepada panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan wakilnya yang menjadi saingannya, Mohamed Hamdan Daglo mengomandani Pasukan Pendukung Cepat (RSF), yang merupakan pasukan paramiliter yang kuat.
Menurut badan-badan PBB, sedikitnya 427 orang telah terbunuh dan lebih dari 3.700 lainnya terluka, dan banyak dari mereka yang kini bergulat dengan kekurangan air, makanan, obat-obatan dan bahan bakar, serta pemadaman listrik dan internet.
Pada Senin malam, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa Burhan dan Daglo telah menyetujui gencatan senjata selama 72 jam.
Meski begitu, mereka yang mencapai tanah Saudi pada hari Senin mengatakan bahwa mereka bersyukur bisa keluar dari negara di mana serikat dokter melaporkan bahwa kamar mayat penuh dan mayat-mayat berserakan di jalan-jalan.
Arab Saudi mengumumkan evakuasi warga sipil pertama yang berhasil dari Sudan pada hari Sabtu, menyambut 150 orang termasuk diplomat dan pejabat asing di Jeddah.
Sebelumnya pada hari Senin, sebuah pesawat militer C-130 Hercules menerbangkan puluhan warga sipil Korea Selatan, di antaranya seorang anak kecil dan seorang biarawati yang mengenakan pakaian putih-biru, ke Pangkalan Udara King Abdullah Jeddah.
Secara keseluruhan, 356 orang telah dievakuasi ke kerajaan dari Sudan sejauh ini, diantaranya 101 warga Saudi dan 255 orang asing dari lebih dari 20 negara, demikian laporan resmi Saudi Press Agency.
Media pemerintah Saudi telah memberikan liputan langsung tentang upaya tersebut serta pernyataan terima kasih dari negara-negara yang warga negaranya telah menerima manfaat.
Ketika kapal fregat angkatan laut mendekati pelabuhan Jeddah pada Senin malam, saluran Al-Ekhbariya yang berafiliasi dengan pemerintah menyiarkan gambar-gambar para penumpang yang melambaikan tangan dan tersenyum, sementara yang lain merekam adegan tersebut di ponsel pintar mereka.
Menatap kamera, seorang pria Saudi melambaikan bendera Saudi berwarna hijau bergambar pedang di satu tangan dan paspor hijaunya di tangan yang lain, sambil menyatakan Ini adalah paspor terkuat di dunia.
Menulis di surat kabar swasta Okaz, kolumnis Abdo Khal mengatakan bahwa pengorganisasian pesawat dan kapal evakuasi Arab Saudi yang relatif cepat menyoroti nilai internasional kerajaan tersebut.
(CNA/Z-9)
Diketahui ada sekitar 1.200 WNI yang berada di Sudan saat ini, sebanyak 800 diantaranya adalah mahasiswa. Keamanan mereka terancam karena konflik antara militer dan milisi Sudan.
PERANG saudara masih berkecamuk di Sudan. Pertempuran antara militer dan kelompok paramiliter yang disebut Pasukan Pendukung Cepat (RSF) meletus sejak Sabtu, (15/4).
Para mahasiswa WNI mengatakan hingga Selasa, (18/4) suara ledakan terus menggema di telinga warga ibu kota Sudan, Khartoum.
Sejauh ini situasi keamanan di Sudan belum kondusif untuk mengevakuasi sebanyak 1.209 WNI ke tempat lebih aman termasuk ke Tanah Air.
PERWAKILAN pemerintah Republik Indonesia mengevakuasi 15 WNI ke Safe House di Kantor KBRI Khartoum karena kondisi perang saudara di Sudan.
Ribuan warga melarikan diri dari Ibu Kota Sudan, Khartoum, pada hari Rabu (19/4) di hari kelima pascapertempuran antara tentara dan paramiliter dimulai.
JEPANG mempersiapan proses evakuasi warganya dari Sudan, setelah gagalnya gencatan senjata yang diinisiasi oleh Amerika Serikat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved