Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Krisis Ekonomi Sebabkan Sebagian Besar Negara Abaikan Krisis Iklim

Dinda Shabrina
11/11/2022 23:07
Krisis Ekonomi Sebabkan Sebagian Besar Negara Abaikan Krisis Iklim
Potret warga berjalan di area Pegunungan Himalaya.(AFP)

KRISIS energi yang disebabkan konflik Rusia-Ukraina, membuat banyak negara di dunia berebut untuk menopang keamanan energi di wilayahnya. 

Adapun krisis menyebabkan banyak negara tidak lagi mementingkan agenda krisis iklim untuk menyelamatkan Bumi. Berdasarkan analisa Climate Action Tracker (CAT), sektor industri minyak dan gas di seluruh dunia mendorong bahan bakal fosil sebagai jalan keluar dari krisis.

Proses pembaruan NDC Glasgow telah gagal memberikan pengurangan emisi sebagaimana perjanjian dunia untuk menjaga peningkatan pemanasan global hingga 1,5°C. Dalam studi itu, disebutkan bahwa dunia sedang menuju 2,4°C pemanasan di bawah target 2030 saat ini.

Baca juga: COP-27 Mesir, BPDLH Berbagi Best Practices Pengelolaan Dana Iklim

Beberapa negara, seperti Australia, UEA, Norwegia dan Thailand sudah cukup baik dalam target pengurangan emisi. Namun, tampaknya tidak cukup mempengaruhi pergerakan angka suhu global menjadi turun. 

Pasalnya, pada saat yang sama, tiga negara pertama yang disebutkan justru meningkatkan ekspor bahan bakar fosil, terutama gas dan LNG. Sementara itu, Thailand merencanakan peningkatan besar-besaran dalam impor LNG yang akan merusak energi terbarukan.

“Komitmen Indonesia berkaitan dengan iklim yang diperbarui pada September 2022, gagal mendorong emisi tambahan," demikian bunyi studi CAT, yang juga menganalisi kondisi Indonesia. 

Baca juga: Sekjen PBB: Dampak Perubahan Iklim Mengancam Kelangsungan Manusia

"Target pengurangannya jauh di atas lintasan emisi di bawah kebijakan saat ini. Itu dikemukakan saat penghapusan batu bara pada 2050. Namun, terbuka untuk memindahkannya ke 2040-an dengan dukungan internasional,” lanjut studi tersebut.

Secara umum, studi juga menyebut tidak ada peningkatan substansial dari janji nol bersih yang ada sejak COP26. Pemanasan bisa mencapai 1,8°C, jika semua target yang dibahas dilaksanakan sepenuhnya. Namun, ternyata tidak berubah dari tahun lalu.

Komitmen untuk keluarnya batubara Glasgow tidak menentukan tindakan pada 2022. Kesepakatan untuk ‘mengurangi bertahap’ batu bara di bawah Pakta Iklim Glasgow, sebagian besar telah diabaikan oleh negara produsen batu bara terbesar.(OL-11)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya