Sikapi Konflik Rusia-Ukraina, Indonesia Harus Berpegang Pada Pembukaan UUD 1945 

Despian Nurhidayat
09/3/2022 22:02
Sikapi Konflik Rusia-Ukraina, Indonesia Harus Berpegang Pada Pembukaan UUD 1945 
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam Diskusi Denpasar 12(Dok. pribadi)

WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, Indonesia memiliki pandangan yang jelas untuk menyikapi konflik ini. Hal tersebut terlihat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea pertama yang secara jelas mengatakan bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Kemudian diikuti alinea keempat bahwa kita ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

"Inilah yang harus jadi pegangan kita untuk melihat peristiwa yang terjadi memberikan efek perdamaian global yang dalam dua dekade ini diwarnai oleh berbagai dinamika. Paling penting yang harus kita pikirkan adalah bagaimana pertikaian ini dapat ditempatkan dalam perspektif seimbang tanpa menafikan di situ ada faktor kemanusiaan yang harus kita junjung," ungkapnya dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk Mengkaji Perkembangan Terkini Ukraina-Rusia Dalam Perspektif Kepentingan dan Keamanan Nasional, secara virtual, Rabu (9/3). 

Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Rerie tersebut menambahkan, pada dasarnya Indonesia tidak menginginkan perang terjadi karena dampaknya sangat terasa bagi perekonomian dan lainnya. 

"Dampak ekonomi dari dampak perang Rusia dan Ukraina secara langsung minyak mentah dan gas bumi yang berpengaruh pada postur anggaran kita yang tidak bisa dihindari. Dampak relatif pada jalur perdagangan memang kecil, tapi kita tidak boleh melupakan investasi langsung dari Rusia ini cukup banyak terutama jasa hotel dan restoran," tegas Rerie. 

Wartawan Senior yang juga Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryopratomo melanjutkan, Indonesia tidak bisa menganggap enteng konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Pasalnya, apa yang tertuang dalam asumsi APBN sudah tidak sesuai, di mana untuk minyak mentah asumsinya US$63 per barel dan sekarang sudah hampir mencapai US$140 per barel. 

"Dulu ketika pernah sampai ke angka US$100 per barel saja itu APBN kita langsung tergoncang, kemudian dilakukan penyesuaian harga menimbulkan gejolak di masyarakat, ini yang saya kira perlu kita waspadai," ucap Suryopratomo. 

Dari sisi perdagangan juga dikatakan tidak bisa dianggap enteng, di mana tahun 2021 lalu perdagangan Indonesia dan Rusia mencapai US$2,74 miliar atau naik 42,2% dibanding tahun 2020. 

Ekspor Indonesia ke Rusia mencapai US$1,49 miliar dan impor ke Rusia mencapai US$1,25 miliar sehingga Indonesia mencatatkan surplus sekitar US$240 juta sepanjang 2021. 

"Produk yang kebanyakan kita ekspor juga ini CPO yang hampir mencapai US$500 juta juga ada kopra, kopi dan kakao. Sementara impor dari Rusia ini yang saya kira untuk industri pembangunan harus diantisipasi karena kita mengimpor besi setengah jadi, kemudian pupuk non organik yang penting bagi pertanian kita dan akan memberikan dampak yang cukup berat," tuturnya. 

Baca juga : Presiden Ukraina Urungkan Niat untuk Masuk NATO

"Belum lagi sanksi untuk perbankan Rusia yang akan menyulitkan sistem pembayaran dan pembiayaan antar Indonesia dan Rusia. Lalu bea transportasi juga yang akan meningkat. Beberapa kapal laut yang melewati kawasan itu juga sudah mulai terkena. Misalnya kapal dari Bangladesh menjadi korban penembakan tentara yang berperang di sana yang menyebabkan kapal tidak mau lagi bersandar di sana karena risikonya tinggi," sambung Suryopratomo. 

Sementara itu, Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan Connie Rahakundini Bakrie menekankan bahwa Indonesia seharusnya berupaya menghentikan kemungkinan terjadinya perang dunia ketiga akibat konflik Rusia dan Ukraina. 

Karena itu, dia mendorong Presiden Joko Widodo yang saat ini tengah memegang peran penting di G20 untuk bertindak sebagaimana mestinya, yakni meminta PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) untuk mewujudkan dunia yang seimbang seperti yang dilakukan Presiden Soekarno. 

"Indonesia juga harus meminta NATO untuk segera menyatakan tidak akan pernah menjadikan Ukraina sebagai bagian dari NATO karena hanya itu yang diminta Putin, tidak ada yang lain. Juga meminta AS dan kawan-kawan berhenti ikut campur tangan untuk mewujudkan langkah Presiden Rusia untuk menwujudkan keseimbangan dunia. Seperti Presiden Soekarno, Putin itu merupakan orang yang langka sehingga jarang orang dapat mengerti mereka," kata Connie. 

Melihat konflik antara Rusia dan Ukraina ini, Pakar Teknologi Pertahanan Universitas Pertahanan Romie Oktovianus Bura merasa bahwa Indonesia harus mulai untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri. Sesuai arahan Presiden Jokowi, Indonesia harus memiliki roadmap pengadaan alutsista untuk kekuatan pertahanan kita. Semua harus melibatkan pengadaan dan alih teknologi. 

Dalam pembangunan pertahanan ini, Romie menekankan bahwa Indonesia juga harus mengembangkan sumber daya manusia pertahanan dalam negeri. Kalau dibandingkan negara lain, Indonesia dikatakan masih sangat timpang. 

"Kita masih sangat ketinggalan bagaimana memanfaatkan industri keamanan menjadi investment bagi industri kita sendiri. Indonesia punya 10 program prioritas alutsista, ini semua perlu evaluasi apakah kemampuan ini sebatas memproduksi atau seperti Ukraina yang mampu membangun kekuatan pertahanan yang sesuai kondisi lingkungan mereka. Kita harus membangun kemandirian industri pertahanan kita," ucap Romie. 

"Tentu kita harapkan ke depan Indonesia bukan hanya mampu mengembangkan industri pertahanan yang berorientasi pada produk tapi juga melakukan rancang bangun yang meningkatkan kompetitif bangsa Indonesia," tuturnya. 

Dosen Hubungan International Universitas Diponegoro, Marten Hanura menambahkan, saat ini konflik Rusia dan Ukraina tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Tentu konflik ini menyebabkan dampak kepada kemanan nasional yang besar sehingga Indonesia diharapkan dalam menjaga keamanannya baik dari sisi ekonomi, energi dan lainnya tidak terlalu terganggu secara signifikan. 

"Sehingga Indonesia dapat menjaga roda ekonomi, perdagangan dan lainnya secara baik," pungkas Marten. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya