Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Agenda Pengadilan HAM Uighur di Inggris Dinilai Operasi Intelijen

Mediaindonesia.com
12/12/2021 07:31
Agenda Pengadilan HAM Uighur di Inggris Dinilai Operasi Intelijen
Warga Turki mengecam Turki-Tiongkok yang mengesahkan perjanjian ekradisi kedua negara, 25 Juni 2021.(AFP)

PENULIS buku Islam China Dulu dan Kini, Novi Basuki mengatakan sejak dulu, wilayah Xinjiang yang di dalamnya ada etnis Uighur selalu dijadikan komuditas politik oleh aktor-aktor negara lain yang berseberangan secara politik luar negeri dengan Tiongkok untuk menggencet Tiongkok.

"Wilayah ini tiga kali luas wilayah Malaysia yang di dalamnya terkandung banyak sumber daya alam, bayangkan jika lepas dari China,?" ujar Novi dalam sebuah podcast membahas tentang pengadilan HAM Uighur terhadap pemerintah Tiongkok, yang dikutip Sabtu (12/12/2021).

Dijelaskannya, pengadilan Uighur yang digelar di Inggris, bagi Novi juga bagian dari komoditas politik tersebut. “Jika persoalan genosida yang dipersoalkan dalam pengadilan tersebut tetapi jumlah etnis Uighur di sana secara populasi, dari data statistik menunjukan tingkat jumlah kelahiran etnis Uighur lebih tinggi dari etnis Han dan genosidanya di mana,” tutur Novi.

Kamp edukasi yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok atau kamp konsentrasi dalam bahasa media barat, adalah alat yang dijadikan pintu masuk untuk mengadili pemerintah Tiongkok oleh pengadilan yang dipimpin oleh aktivis HAM Geoffrey Nice. Novi melihat agenda pengadilan tersebut kemudian tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh badan intelijen Amerika CIA.

Baca Juga: Tiongkok Abaikan Permintaan Dialog Trudeau

"Ini bukan data tertutup, bisa dilihat di media secara terbuka bagaimana sepak terjang pendiri dari pembuat agenda pengadilan ini,” terangnya.

Pemerintah Tiongkok, kata dia, sudah melakukan beberapa upaya untuk kebijakan di Xianjiang, khususnya etnis Uighur. Kebijakan pertama dilakukan secara keras. “Jadi gigi dilawan gigi,” istilah Novi.

Akan tetapi, lanjut Novi, kebijakan keras ini diubah dengan kebijakan yang sangat lunak dalam arti akomodatif. Perubahan ini dilakukan setelah mengevaluasi kebijakan keras tetapi tidak memiliki perubahan yang signifikan. "Dan ternyata kebijakan yang akomodatif juga tidak merubah sebab mereka masih melakukan aksi kekerasan yang disebut sebagai aksi teroris,” ungkapnya.

Menurut dia, kebijakan yang sekarang diterapkan ialah kombinasi dari dua kebijakan sebelumnya yakni memadukan kebijakan keras dan akomodatif yang dikemas dalam bentuk kamp edukasi. “Ini tujuannya sangat bagus yaitu membantu etnis Uighur untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ekonomi karena banyak diantara mereka tidak memiliki skil dan tidak bisa bahasa mandarin,” pungkasnya. (OL-13)

Baca Juga: Protes Pemukiman Ilegal, Warga Palestina Dibunuh Tentara Israel



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya