Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
RIBUAN orang telah mengungsi dari sebuah kota di Myanmar barat setelah berhari-hari pertempuran antara pembangkang antijunta dan militer, dengan militer mengebom rumah-rumah warga sipil.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak pemerintah Aung San Suu Kyi digulingkan militer, Februari lalu. Hal itu memicu pemberontakan nasional yang coba dihancurkan oleh junta.
Serangan terhadap pasukan junta meningkat setelah anggota parlemen yang digulingkan oleh para jenderal menyerukan "perang pertahanan rakyat", awal bulan ini.
Baca juga: Jokowi: Dunia Harus Serius Tangani Intoleransi, Konflik, Terorisme dan Perang
Juru Bicara Junta Zaw Min Thun, Selasa (21/9), mengatakan tentara bertempur dengan sekitar 100 anggota kelompok pertahanan lokal setelah disergap di Thantlang, Negara Bagian Chin yang terpencil dekat perbatasan India, 18 September lalu. Namun, dia tidak memberikan jumlah korban.
Warga mulai melarikan diri, Senin (20/9), setelah tentara mulai secara acak menembak jendela-jendela rumah di kota itu, menurut seorang penduduk setempat yang tidak mau disebutkan namanya.
"Hampir semua orang telah pergi," katanya, seraya menambahkan dia berlindung di desa terdekat dengan sekitar 500 orang, dan beberapa ratus sudah menuju ke India.
Thantlang memiliki populasi sekitar 7.500, menurut sensus terbaru.
Penduduk lain mengatakan dia melakukan perjalanan selama tiga hari dengan orangtuanya yang sudah lanjut usia untuk mencapai India setelah tentara mengebom rumahnya dan pertempuran meningkat di sekitar kota.
"Saya tidak pernah berpikir untuk lari dari rumah saya sendiri bahkan setelah militer mengebomnya... tetapi karena keadaan semakin memburuk... saya akhirnya harus melarikan diri," katanya kepada AFP tanpa menyebut nama.
Penduduk di seberang perbatasan di negara bagian Mizoram, India mengatakan sekitar 2.000 pengungsi tambahan telah tiba dari Negara Bagian Chin sejak 10 September. Beberapa mengatakan mereka telah melihat pesawat militer menjatuhkan bom ke sasaran di Chin.
Seorang penduduk desa Thingsai mengatakan kepada AFP melalui penerjemah bahwa pada 10 September penduduk desa mendengar suara tembakan dan bom di seberang perbatasan. Dan yang lain mengatakan penduduk desa melihat pesawat militer menjatuhkan bom.
Seorang pengungsi, yang menyeberang pada 15 September, mengatakan dia mengendarai sepeda selama tiga hari untuk sampai ke Mizoram.
"Kami sangat ketakutan setelah pengeboman itu. Kami harus melarikan diri. Dua anak saya tetap di belakang untuk melawan militer dan melindungi rakyat kami," kata pria yang menolak disebutkan namanya.
Video dan gambar yang diterbitkan media menunjukkan bangunan di Thantlang yang mereka katakan telah dihancurkan oleh militer dan hewan peliharaan berkeliaran di jalan-jalan yang sepi.
Juru Bicara Militer Zaw Min Thun mengatakan 20 rumah dan sebuah gedung pemerintah telah hancur dalam kebakaran setelah bentrokan pada 18 September, tanpa menyebutkan penyebabnya.
Dalam beberapa pekan terakhir, pejuang antijunta telah menyerang menara komunikasi milik militer Mytel di seluruh negeri, termasuk di negara bagian Chin.
PBB memperingatkan pertempuran baru di wilayah itu mengirim lebih banyak orang melarikan diri ke India, tempat mereka sangat membutuhkan makanan dan tempat tinggal.
Lebih dari 1.100 warga sipil tewas dan hampir 8.000 ditangkap sejak kudeta, menurut pengamat lokal.
Junta telah membela perebutan kekuasaannya dengan menuduh kecurangan besar-besaran selama pemilihan umum pada akhir 2020 yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi dengan telak. (AFP/OL-1)
JUNTA Myanmar dituding membahayakan nyawa pemimpin sipil yang dipenjara, Aung San Suu Kyi. Hal ini diungkapkan partai politik Suu Kyi.
MALAYSIA telah menyerukan agar KTT ASEAN bisa memberikan tindakan tegas terhadap para jenderal Myanmar.
KELOMPOK masyarakat sipil yang bekerja di Myanmar telah mengkritik Kepala Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Martin Griffiths atas kunjungannya ke negara tersebut.
Undang-Undang Dasar 2008 rancangan militer Myanmar, yang menurut junta masih berlaku, mewajibkan pihak berwenang mengadakan pemilu baru dalam waktu enam bulan sejak status darurat dicabut.
Sekitar 170.000 warga sipil, lebih dari setengah perkiraan populasi di Negara Bagian Karenni, telah mengungsi sejak militer merebut kekuasaan tahun lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved