Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Junta Militer Mencap Pemerintah Bayangan Myanmar Sebagai Teroris

Atikah Ishmah Winahyu
09/5/2021 08:55
Junta Militer Mencap Pemerintah Bayangan Myanmar Sebagai Teroris
Poster yang menggambarkan petinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing sebagai 'penjahat' oleh kelompok anti-kudeta di Dawei, Myanmar.(Handout / DAWEI WATCH / AFP)

JUNTA militer Myanmar mengklasifikasikan sekelompok anggota parlemen yang digulingkan, yang kini menjalankan pemerintahan bayangan, sebagai teroris.

Sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari 2021, para pengunjuk rasa terus turun ke jalan untuk menuntut dikembalikannya demokrasi. Sementara itu, boikot nasional yang dilakukan oleh mahasiswa dan fakultas serta pegawai negeri sipil di berbagai sektor telah membuat negara terhenti.

Sekelompok anggota parlemen yang digulingkan, banyak dari mereka sebelumnya adalah bagian dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi, telah membentuk pemerintah bayangan yang dinamakan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) untuk melemahkan junta.

NUG mengumumkan pembentukan kekuatan pertahanan rakyat untuk melindungi warga sipil yang menghadapi kekerasan dari militer.

Namun, pada Sabtu (8/5) malam, televisi yang dikelola pemerintah mengumumkan bahwa NUG, kekuatan pertahanan rakyatnya, dan kelompok afiliasi yang dikenal sebagai Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) sekarang diklasifikasikan sebagai organisasi teroris.

"Kami meminta masyarakat untuk tidak mendukung aksi teroris, memberikan bantuan aksi teror yang mengancam keamanan masyarakat dari CRPH, NUG, dan PDF," kata siaran berita malam itu.

Pengumuman ini muncul saat ledakan bom sporadis semakin sering meledak di seluruh Myanmar, terutama di pusat komersial Yangon.

Sebelumnya, junta telah menyatakan CRPH dan NUG sebagai perkumpulan yang melanggar hukum, dan mengatakan bahwa berinteraksi dengan mereka sama dengan pengkhianatan tingkat tinggi.

Tetapi penunjukan baru mereka sebagai organisasi teroris, berarti siapa pun yang berbicara kepada mereka, termasuk jurnalis dapat dikenakan dakwaan di bawah undang-undang anti-terorisme.

Tentara Arakan, sebuah kelompok pemberontak yang bentrok dengan militer di Negara Bagian Rakhine yang dilanda konflik, mendapat penunjukan itu tahun lalu, dan seorang jurnalis yang telah mewawancarai perwakilan berpangkat tinggi ditahan.

Dia menghadapi dakwaan terorisme, terancam hukuman mulai dari tiga tahun hingga penjara seumur hidup.

Meskipun dia dibebaskan tidak lama setelah itu, penggunaan undang-undang kontra-terorisme terhadap jurnalis memicu kekhawatiran akan adanya ketegangan di sekitar pers negara yang diperangi.

Puluhan jurnalis telah ditangkap setelah kudeta tersebut, sementara outlet media telah ditutup dan berbagai izin penyiaran telah dicabut untuk beberapa stasiun TV, menempatkan negara di bawah pemadaman informasi.

Pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 770 warga sipil sejak 1 Februari, menurut kelompok pemantau lokal. (Aiw/Straitstimes/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya