Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kisah Parti, TKI yang Menangi Gugatan Konglomerat Singapura

M Iqbal Al Machmudi
24/9/2020 16:07
Kisah Parti, TKI yang Menangi Gugatan Konglomerat Singapura
putusan hakim(Ilustrasi)

PARTI Liyani, tenaga kerja Indonesia di Singapura, dinyatakan tidak bersalah atas laporan pencurian yang sempat dituduhkan oleh mantan majikannya yang juga pebisnis ternama Singapura Liew Mun Leong. Keputusan pengadilan itu disampaikan pada awal bulan ini.

"Saya sangat senang, akhirnya bebas. Saya telah berjuang selama empat tahun," kata Parti seperti dilansir dari BBC News, Kamis (24/9).

Sebelumnya, Liew Mun Leong membuat heboh publik lantaran menuduh Parti yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) mencuri tas mewah, pemutar DVD hingga pakaian. Total barang-barang tersebut senilai 34 ribu dollar Singapura atau sebesar Rp367 juta.

Parti bisa tinggal di Singapura dan memperjuangkan kasusnya karena dukungan dari organisasi non-pemerintah Home, dan pengacara Anil Balchandani, yang bertindak pro bono tetapi memperkirakan biaya hukumnya akan mencapai 150 ribu dollar Singapura atau sekitar Rp1,6 miliar.

"Sekarang masalah saya hilang, saya ingin kembali ke Indonesia," ujar Parti dalam wawancara media.

"Saya memaafkan majikan saya. Saya hanya ingin memberi tahu mereka untuk tidak melakukan hal yang sama kepada pekerja lain".

Bekerja Sejak 2007

Parti sudah bekerja di kediaman Liew sejak 2007 dengan upah sekitar 600 dolar Singapura atau Rp6,5 juta per bulan. Di rumah Liew juga tinggal putra Liew yang bernama Karl. Lalu, Maret 2016, Karl memutuskan untuk pindah bersama keluarganya ke tempat lain.

Karl lantas meminta Parti untuk membersihkan rumah dan kantor barunya. Namun, beberapa bulan kemudian, keluarga Liew memberhentikan Parti dengan alasan perempuan asal Indonesia tersebut sudah mencuri. Parti pun lantas mengatakan pada majikannya jika dirinya tahu alasan pemecatan tersebut.

"Saya tahu mengapa. Anda marah karena saya menolak untuk membersihkan toilet Anda," ujar Parti.

Keluarga Liew lantas memberi waktu dua jam bagi Parti mengemas barang-barangnya yang akan dikirim ke Indonesia. Pun, dirinya akan segera diterbangkan ke Tanah Air di hari yang sama.

Baca juga: Penempatan TKI di Luar Negeri Kembali Dibuka

Sembari berkemas, Parti mengatakan akan mengadukan ke pihak berwenang Singapura lantaran sudah diminta membersihkan rumah Karl yang dinilai melanggar peraturan ketenagakerjaan setempat.

Keluarga Liew segera memutuskan untuk memeriksa barang-barang yang akan dikirim setelah kepergian Parti. Liew mengklaim menemukan barang-barangnya di dalam boks milik Parti. Atas temuan tersebut, Liew dan putranya mengajukan laporan ke polisi pada 30 Oktober.

Vonis Dua Tahun Dua Bulan Penjara

Parti tak mengetahui tentang laporan tersebut. Dia baru tahu ketika sampai lagi di Singapura untuk mencari pekerjaan baru namun langsung ditangkap pihak kepolisian setempat.

Ia pun tak bisa bekerja karena merupakan subjek proses pidana. Sehingga, Parti tinggal di penampungan pekerja migran dan bergantung untuk mendapatkan bantuan keuangan.

Pada 2019, hakim distrik memutuskan Parti bersalah dan menghukumnya selama 2 tahun 2 bulan penjara. Namun, Parti memutuskan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Kasus ini berlanjut dan awal bulan ini Pengadilan Tinggi Singapura akhirnya membebaskan Parti.

Hakim Chan Seng Onn menyimpulkan keluarga tersebut memiliki motif yang tidak tepat dalam mengajukan tuntutan terhadap Parti. Pun kasus ini juga menandai beberapa masalah terkait bagaimana polisi, jaksa penuntut bahkan hakim distrik menangani kasus tersebut.

Hakim mengatakan nampaknya salah satu alasan keluarga Liew mengajukan laporan polisi untuk menghentikan Parti dalam mengajukan keluhan lantaran disuruh bekerja secara ilegal untuk membersihkan rumah Karl Liew

Hakim mencatat banyak barang yang diduga dicuri oleh Parti sebenarnya sudah rusak. Seperti jam tangan yang memiliki tombol-tombol yang hilang, dan dua iPhone yang tidak berfungsi.

"Tidak biasa untuk mencuri barang-barang itu, sebagian besar rusak," tutur Hakim Chan.

Dalam satu contoh, Parti dituduh mencuri pemutar DVD, yang katanya telah dibuang oleh keluarga karena tidak berfungsi. Jaksa kemudian mengakui tahu mesin tersebut tidak dapat memutar DVD, tetapi tidak mengungkapkan hal ini selama persidangan.

Hakim Chan juga mempertanyakan kredibilitas Karl Liew sebagai saksi. Karl yang usianya lebih muda dari Parti menuduh ART-nya telah mencuri pisau berwarna merah muda yang dibelinya di Inggris dan dibawa kembali ke Singapura pada tahun 2002. Namun, Karl kemudian mengakui bahwa pisau itu memiliki desain modern yang tidak mungkin diproduksi di Inggris sebelum tahun 2002.

Hakim Chan juga mempertanyakan tindakan yang diambil oleh polisi, yakni tidak mengunjungi atau melihat lokasi pelanggaran sampai sekitar lima minggu setelah laporan awal polisi dibuat.

Polisi juga tidak menawarkan penerjemah yang bisa berbahasa Indonesia, dan malah menawarkan penerjemah yang bisa berbahasa Melayu, bahasa lain yang tidak biasa digunakan Parti.

"Sangat mengkhawatirkan perilaku polisi dalam cara mereka menangani penyelidikan," kata Profesor Hukum di Universitas Manajemen Singapura Eugene Tan.

"Hakim distrik tampaknya telah berprasangka pada kasus tersebut dan gagal menentukan di mana polisi dan jaksa tidak bekerja," imbuhnya.

Undur Diri dari Changi Airport Group

Kasus ini telah menyentuh banyak orang di Singapura, sebagian besar kemarahan berpusat pada Liew dan keluarganya. Banyak yang menganggap kasus ini sebagai contoh orang kaya dan elit yang menindas orang miskin dan tidak berdaya sekaligus hidup dengan aturan mereka sendiri.

Meskipun keadilan pada akhirnya menang, kepercayaan beberapa warga Singapura pada keadilan terguncang.

"Belum ada kasus seperti ini dalam ingatan belakangan ini," ujar Eugene Tan.

"Kegagalan sistemik yang tampak dalam kasus ini menyebabkan keresahan publik. Pertanyaan yang muncul di benak banyak orang adalah Bagaimana jika saya berada di posisinya? Apakah akan diselidiki secara adil dan dinilai secara tidak memihak?" ungkap Eugene Tan.

"Liew mampu membuat polisi dan pengadilan jatuh karena tuduhan palsu, menimbulkan pertanyaan yang sah tentang apakah check and balances sudah memadai," tambahnya.

Menyusul protes publik, Liew Mun Leong mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya sebagai ketua beberapa perusahaan bergengsi salah satunya sebagai Bos Changi Airport Group.

Dalam sebuah pernyataan, dia menghormati keputusan Pengadilan Tinggi dan percaya pada sistem hukum Singapura. Tapi Liew juga membela keputusannya untuk membuat laporan polisi.

"Saya sangat yakin bahwa jika ada kecurigaan melakukan kesalahan, itu adalah tugas masyarakat kita untuk melaporkan masalah tersebut ke polisi," ujar Liew.

Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura Shunmugam Jayakumar mengakui ada yang tidak beres dalam rangkaian kejadian.

"Inti dari perdebatan adalah apakah elitisme telah merembes ke dalam sistem dan mengungkap kerusakan dalam sistem moral kita," kata mantan jurnalis PN Balji dalam komentar terpisah.

"Jika ini tidak ditujukan untuk kepuasan, maka pekerjaan pembantu, pengacara, aktivis, dan hakim akan sia-sia".(BBC/OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya