Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
AKSI antipemerintah di Thailand diikuti lebih dari 10 ribu orang, Minggu (16/8), terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Kelompok yang dipimpin mahasiswa itu menggelar aksi demonstrasi harian di berbagai penjuru negeri selama sebulan terakhir menetang Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha--mantan kepala angkatan darat yang memimpin kudeta pada 2014--dan pemerintahannya.
Hingga Minggu (16/8) sore, para demonstran yang menuntut reformasi politik menduduki perempatan di sekeliling Monumen Demokrasi di Bangkok.
Baca juga: AS Ajak RI Memperkuat Ikatan Dua Negara
Polisi menutup jalanan di sekeliling kawasan itu dan Kepolisian Metropolitan Bangkok melaporkan jumlah massa mencapai sekitar 10 ribu orang pada pukul 18.00 waktu setempat.
"Turunkan diktator," seru para demonstran sembari membawa spanduk yang mengkritik pemerintah. Demonstran lainnya mengangkat gambar merpati sebagai lambang perdamaian.
Aksi damai itu merupakan yang terbesar di Thailand sejak Prayut menggelar kudeta pada 2014.
Terinspirasi oleh gerakan demokrasi di Hong Kong, para demonstran mengaku tidak memiliki pemimpin dan mengandalkan media sosial untuk menggalang dukungan.
Para demonstran menuntut perombakan pemerintah dan perubahan konstitusi yang disusun militer pada 2017 yang mereka nilai menguntungkan Prayut dan partai yang didukung militer.
"Jika tidak ada tanggapan positif dari pemerintah hingga September, kami akan meningkatkan tekanan," ujar salah satu penggagas aksi demonstrasi itu Tattep Ruangprapaikitseree. (AFP/OL-1)
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Wakil Gubernur California, Eleni Kounalakis, berencana mengajukan gugatan hukum atas keputusan Presiden Donald Trump yang mengerahkan Garda Nasional.
Penegak hukum di Los Angeles bersiap menghadapi malam yang penuh ketegangan usai demonstrasi terkait penggerebekan imigrasi.
Wali Kota LA, Karen Bass, mengatakan tidak ada kebutuhan menurunkan pasukan federal dan kehadiran Garda Nasional menciptakan kekacauan yang disengaja.
LAPD menyatakan unjuk rasa di luar Pusat Penahanan Metropolitan sebagai perkumpulan ilegal dan mengizinkan penggunaan peluru tak mematikan.
Penyidik mengatakan Mohammed Sabry Soliman merencanakan pelemparan bom molotov ke demonstran pawai untuk sandera Israel, selama satu tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved