Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Derita Warga karena Pandemi

(Faustinus Nua/X-11)
04/8/2020 05:10
Derita Warga karena Pandemi
EKONOMI HONG KONG: Pengunjung melintas di kawasan Victoria Peak dengan latar belakang gedung perkantoran dan kawasan komersial(AFP/ ANTHONY WALLACE)

PANDEMI covid-19 yang merebak telah memukul perekonomian Hong Kong. Puluhan ribu orang harus berjuang untuk bertahan hidup di masa krisis dan banyak yang kehilangan pekerjaan.

Selama berbulan-bulan dalam ketidakpastian, mereka kini harus menggunakan tabungan, meminta bantuan anggota keluarga, atau meminjam untuk bertahan hidup. Yang paling putus asa harus menggunakan permohonan bantuan kesejahteraan sosial.

Xu Guiquan, 62, misalnya, sudah jarang mendapat pesanan dari pelanggan. Ia bekerja sebagai pelukis. “Saya hanya bekerja lima atau enam hari sebulan. Saya pergi keluar setiap
hari untuk mencari kerja, tetapi sebagian besar tidak berhasil,” tutur migran asal Tiongkok yang tinggal bersama istrinya itu kepada situs harian South China Morning Post.

Sebelum protes antipemerintah meletus pada Juni tahun lalu, Xu Guiquan mendapatkan pekerjaan dari perusahaan konstruksi dan menghasilkan lebih dari HK$20 ribu per bulan.
Kerusuhan itu memengaruhi penghidupannya. Dia tidak bisa pergi ke tempat kerja lantaran banyak jalan diblokir.

Penghasilannya pun turun menjadi sekitar HK$8.000 per bulan. Pandemi saat ini memperburuk situasinya. Sejak Februari, penghasilannya menyusut di bawah HK$6.000
per bulan, padahal ia harus membayar HK$4.000 untuk sewa tempat tinggal.

Tanpa tabungan, pasangan itu telah mengencangkan ikat pinggang, hanya membeli daging beku termurah dan makanan kaleng. “Untungnya kami menerima bantuan
pemerintah HK$7.500 satu kali untuk mereka yang berada di sektor konstruksi,” katanya.

Pasangan itu belum meminta bantuan anak-anak mereka di Tiongkok karena samasama tidak banyak mendapat penghasilan.

Jika situasi tidak membaik, Xu mengatakan mungkin akan mengajukan permohonanan kesejahteraan sosial atau bahkan kembali ke Tiongkok.

Warga lainnya, ibu berstatus orangtua tunggal bernama Diane Lau, 34, juga harus kehilangan pekerjaan sebagai instruktur keramik dan tidak mendapat pesangon. “Saya
sedih. Saya harus membayar sewa bulanan sebesar HK$2.000 untuk tempat tinggal, padahal saya tidak punya tabungan,” keluh Diane yang biasanya mendapat penghasilan
HK$7.000 sebulan.

Dia juga harus menanggung hidup anaknya yang berusia 12 tahun. Sementara itu, mantan suaminya tidak berkontribusi apa-apa. Untuk bertahan, Diane dan putranya harus memakai
pakaian bekas, menghindari makan di luar, dan selalu menggunakan angkutan umum.

“Saya enggan mengajukan permohonan bantuan kesejahteraan sosial karena selalu ingin mandiri. Tapi agaknya tidak ada cara lain karena saya pikir saya tidak akan bisa
mendapat pekerjaan dalam dua-tiga tahun ke depan,” ungkap Diane.

Pengangguran melonjak

Tingkat pengangguran di Hong Kong kini sudah melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Dalam periode April hingga Juni 2020, angka pengangguran mencapai
6,2% atau melampaui situasi terburuk saat krisis keuangan global 2008. Total jumlah penganggur membengkak menjadi 240.700 orang untuk periode tiga bulan ini.

Sektor makanan dan minuman paling terpukul dengan tingkat pengangguran 14,7%. Itu diikuti sektor konstruksi 11,2% lalu seni, hiburan, dan rekreasi 10,8%, sektor hotel 9,5%,
dan ritel di 7,7%. Sementara itu, Hong Kong masih harus menghadapi gelombang ketiga infeksi covid-19. Pada Minggu (2/8), dilaporkan 115 kasus baru dan 35 meninggal.

Billy Chan Chun-wai , 30, termasuk yang masih beruntung karena masih bisa menghasilkan HK$10 ribu sebulan dengan menjadi karyawan tidak tetap di sebuah pertokoan besar.

Namun, dulu dia bisa mendapat HK$15 ribu sebulan ditambah komisi dan bonus sebelum protes antipemerintah Hong Kong pecah tahun lalu. Sekarang pandemi telah memperburuk
prospeknya untuk menemukan pekerjaan penuh waktu. Dia melamar ke hampir 20 pekerjaan ritel dalam lima bulan terakhir, tetapi tidak menerima satu pun panggilan.

“Ini istirahat terpanjang yang pernah kualami sejak meninggalkan sekolah. Saya pikir saya tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan dalam beberapa bulan mendatang,” ujarnya.
(Faustinus Nua/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya