Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
Aksi unjuk rasa yang memprotes rancangan undang-undang ekstradisi di Hong Kong menunjukkan tanda mereda. Polisi menembakkan peluru karet dan melontarkan gas air mata ke arah ribuan demonstran pro-demokrasi. Ribuan demonstran berkerumun di dekat sebuah gedung utama perwakilan Tiongkok. Otoritas setempat meminta masyarakat untuk menutup pintu dan jendeal rumah mereka.
Kekacauan tampak di beberapa blok wilayah barat Hong Kong hingga Minggu (29.7) malam. Polisi berusaha memukul mundur dan membubarkan para demonstran dari gedung perhubung pemerintah Tiongkok dan sebuah kantor polisi.
Tindakan polisi dibalas oleh para demonstran dengan lemparan batu bata, benda seadanya, dan gelas-gelas kertas. Polisi antihuru hara dengan petungan merangsek ke arah kerumunan demonstran dan bentrokan pun tak terhindari. Bentrokan antara polisi dan para demonstran yang terjadi di Hong Kong telah memasuki pekan ketujuh.
Pasukan khusus antihuru hara yang sangat terlatih dengan sebutan pasukan ‘Raptor’ telah menangkap puluhan pemuda pria dan wanita. Sejumlah demonstran mengalami termasuk dua wartawan.
Para demonstran melamparkan telur ke arah gedung penghubung pemerintah Tiongkok akhir pekan lalu. Mereka juga menyemprotkan cat ke lambang nasional Tiongkok. Aksi tersebut telah memnacing amarah otoritas Beijing.
“Kami mengecam keras para demonstran radikal yang melanggar hukum dan ketertuban dan melanggar perdamaian publik,” demikian pernyataan dari pemerintah Hong Kong.
“Kami akan melanjutkan dukungan penuh terhadap polisi untuk menegakan hukum dan menghentikan semua tindaka yang merusak,” tegas pemerintah Hong Kong.
Terkait apa yang terjadi di Hong Kong telah membuat Beijing tidak bisa membiarkan begitu saja aksi unjuk rasa menentang undang-undang ekstradisi yang diwarnai kekerasan.
Dalam editorialnya yang terbit Senin (29/7), surat kabar miliki pemerintah Tiongkok, China Daily, menampilkan pembahasan apa yang terjadi di Hong Kong.
“Apa yang terjadi di Hong Kong bukan lagi ungkapan kenyatan atau keluhan yang digambarkan. Itu sama rona dengan revolusi warna yang dipicu di Timur Tengah dan Afrika Utara - elemen anti-pemerintah lokal berkolusi dengan pasukan eksternal untuk menggulingkan pemerintah menggunakan teknologi komunikasi modern untuk menyebarkan desas-desus, ketidakpercayaan dan ketakutan," tulis editorial surat kabar propemerintah Tiongkok tersebut. (OL-09)
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Wakil Gubernur California, Eleni Kounalakis, berencana mengajukan gugatan hukum atas keputusan Presiden Donald Trump yang mengerahkan Garda Nasional.
Penegak hukum di Los Angeles bersiap menghadapi malam yang penuh ketegangan usai demonstrasi terkait penggerebekan imigrasi.
Wali Kota LA, Karen Bass, mengatakan tidak ada kebutuhan menurunkan pasukan federal dan kehadiran Garda Nasional menciptakan kekacauan yang disengaja.
LAPD menyatakan unjuk rasa di luar Pusat Penahanan Metropolitan sebagai perkumpulan ilegal dan mengizinkan penggunaan peluru tak mematikan.
Penyidik mengatakan Mohammed Sabry Soliman merencanakan pelemparan bom molotov ke demonstran pawai untuk sandera Israel, selama satu tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved