Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
POLEMIK royalti lagu menyita perhatian publik belakangan ini dan menuai kontroversi. Praktisi hukum sekaligus musisi, Deolipa Yumara, mendesak agar Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) serta Wahana Musik Indonesia (WAMI) segera diaudit demi transparansi.
Deolipa menegaskan, LMKN maupun WAMI sedianya berada di bawah Kementerian Hukum (Kemenkum) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Karena itu, keduanya dianggap sebagai perpanjangan tangan negara dalam mengelola royalti.
“Artinya mereka ini sebenarnya non-sukural, tapi diberikan hak secara institusi untuk melakukan kolektif, kolektif terhadap royalti, musik. Ciptaan lagu maupun musik kan mereka diberikan hak untuk mengkolektif. Mereka adalah wakil dari negara. Karena diatur secara undang-undang,” ujar Deolipa saat jumpa pers di Walking Drums, Pati Unus, Jakarta Selatan, pada Selasa (19/8).
Menurutnya, sistem pengelolaan royalti pada praktik pelaksanaannya banyak menimbulkan masalah. Banyak musisi dan pencipta lagu mengeluh lantaran menerima royalti dalam jumlah kecil, padahal penarikan dari berbagai sektor hiburan terbilang besar.
“Ada juga akhirnya teriakan-teriakan dari pencipta lagu yang katanya cuma terima pembayaran sebagai pencipta lagu kecil, cuma Rp700 ribu selama setahun ya, ada yang Rp200 ribu. Nah, sementara WAMI maupun si LMKN ini menerima atau menagih kepada hampir semua usaha-usaha entertain dan cafe. Bioskop ditagih, kemudian mall ditagih, hotel ditagih, lembaga-lembaga perjalanan yang bikin musik ditagih, semuanya ditagih, bahkan cafe-cafe ditagih,” sesalnya.
“Nah, kita ambil satu contoh yang kemudian menjadi ribut yaitu Mie Gacoan dengan LMKN, dimana tagihannya satu periode itu dalam satu tahun Rp2,4 miliar,” imbuhnya menegaskan.
Atas dasar itu, Deolipa pun mempertanyakan transparansi pengelolaan dana tersebut. Ia pun mendesak agar LMK-LMKN dan WAMI harus diaudit demi transparansi publik.
“Pertanyaannya, uangnya kemana? Karena uangnya kemana itu? Publik berhak tahu. Makanya saya minta supaya ini diaudit. Sama seperti Ari Lasso juga minta LMKN diaudit maupun WAMI diaudit,” tegasnya.
Deolipa menambahkan, lemahnya regulasi, pengawasan, dan praktik di lapangan membuat persoalan semakin runyam mengenai distribusi royalti musik di Tanah Air.
“Regulasinya juga jadi lemah, kemudian pengawasannya juga kelihatannya kongkalikong, kemudian praktiknya juga lemah, penagihannya juga lemah. Hanya target-target tertentu saja tampaknya, kan. Atau kalau kita anggap semua target penagihannya itu berjalan baik, tentunya ada uang besar yang kemudian menjadi gelap. Kenapa? Karena pembayaran royaltinya kepada pencipta lagu kecil, gitu. Jadi itu tadi, makanya kita anggap lemah semua,” kata Deolipa.
Lebih jauh, Deolipa menyebut LMKN dan WAMI kerap bertindak seperti “tukang tagih” yang mengancam pidana bila pelaku usaha tidak membayar.
“Jadi mereka si LMKN sama WAMI ini semacam centeng, tukang tagih. Kalau enggak bayar, kami penjarakan, kan, begitu. Melebihi orang pajak,” ketusnya.
Namun demikian, Deolipa juga menyesalkan posisi LMKN dan WAMI yang berstatus non-struktural. Menurutnya, hal itu membuat pengelolaan royalti semakin kabur.
“Ini karena dibikin non-struktural dan bikin abu-abu. Jadi enggak tegas, kan? Karena abu-abu tadi karena non-struktural. Kalau struktural kan jelas. Kalau non-struktural kan abu-abu. Bisa ke sono, ke sini, ke sono, kan? Sehingga bisa terbang-terbang ke mana-mana. Dibiarkan saja, begitu, kan?” tuturnya.
“Jadi ke depannya ini harus dipertegas. Apakah LMKN dan WAMI ini menjadi lembagaan negara yang rapi, yang mudah terstruktur di bawah pengawasan negara, ataukah dibiarkan abu-abu. Sampai sekarang ini posisinya masih abu-abu,” imbuh Deolipa.
Sebagai solusi jangka panjang, Deolipa pun mendorong pemerintah dan DPR membuat undang-undang baru yang lebih detail soal tata kelola royalti.
“Jadi, ini perlu adanya undang-undang baru. Konkretnya. Karena undang-undang lama ternyata, undang-undang yang sekarang berlaku, yang positif ini, ternyata tidak bisa meng-cover apa-apa yang menjadi kepentingan para pihak, ya, di dunia penciptaan lagu dan di dunia royalti,” pungkasnya. (Cah/P-3)
Anggota dari fraksi PAN itu meminta agar Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan Kementerian BUMN mengambil tindakan segera.
PT Timah memastikan membuka diri terhadap proses audit dan evaluasi dari lembaga berwenang, termasuk yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
TERSANGKA kasus impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menagih salinan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar dari proses hukum
PERLU ada penguatan tata kelola dan audit rutin dalam pengelolaan BPI Daya Anagata Nusantara (Danantara). Hal tersebut dilakukan sebagai upaya agar Danantara terhindar dari penyimpangan.
KETUA Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Bambang Haryadi meminta BPK melakukan audit investigasi secara menyeluruh terhadap aset-aset hingga hibah.
Yovie Widianto menyoroti isu royalti dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode baru yang baru saja diresmikan oleh Kementerian Hukum.
Di tengah polemik izin lagu dan royalti antara VISI dan AKSI, enam musisi Indonesia memberi izin terbuka bagi siapa saja untuk membawakan karya mereka.
POLEMIK pemungutan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyasar berbagai pelaku usaha seperti restoran dan hotel
Polemik pemungutan royalti oleh LMK dan LMKN yang menyasar berbagai pelaku usaha seperti restoran dan hotel menjadi kontroversi.
Momen silaturahmi ini juga dimanfaatkan untuk saling bertukar informasi dan strategi guna membangun Kampung Kite, khususnya Cakung Timur.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved